Warna kriminalisasi terhadap Ahok akibat tekanan massa – yang melaun melambat sadar akan kebenaran yang haq dan bathil – menjadi salah satu kartu truf kemenangan bagi SBY dan Agus, serta Anies, dengan kedua pasangan mencoba merebut dukungan FPI. Dipastikan FPI tidak akan mendukung Ahok atau pun Agus. FPI pro Anies Baswedan – dibuktikan dengan kunjungan mesra Anies Baswedan.
Nah, bagi Agus, andalannya adalah loyalis SBY di DKI yang jumlahnya kecil. Maka sesuai survei pun Agus hanya menempati urutan kedua dengan presentasi 25% kurang. Publik pun membayangkan Agus akan sama dengan SBY yang selama 10 tahun tidak menghasilkan karya hebat. SBY tidak berani membubarkan Petral dan mafia migas yang merugikan negara lebih dari Rp 2,000 triliun selama 10 tahun.
Agus yang omongannya ngambang dan menghapal materi debat dilihat oleh publik DKI sebagai tidak mampu memimpin Jakarta. Ditambah dengan Mpok Sylvi yang tersangkut korupsi akan semakin membuat warga DKI menjauhi Agus dan SBY.
Anies-Sandi. Anies Baswedan yang awalnya menjanjikan dan akan dijadikan manusia yang didzolimi oleh Presiden Jokowi karena dipecat, justru makin menunjukkan diri tidak berkualitas. Tidak ada unsur didzolimi dalam pemecatan Anies selain karena Anies memang tidak becus dan layak dipecat. Partai nasionalis Gerindra dan partai agama PKS pun terjebak oleh jebakan media dan ahli strategi kampanye dengan menunjuk Anies.
Dalam debat Anies Baswedan gagal menunjukkan kemampuan manajerial dan intelektualitasnya dengan aneka jawaban yang hanya berupa sindiran. Bukan solusi masuk akal seperti memberikan subsidi untuk sopir angkot: hanya jargon janji semata.
Maka publik Jakarta pun dipastikan tidak akan memilih calon yang kemampuan manajerialnya rendah dengan dibuktikan jadi menteri saja dipecat – kalah sama Menteri Susi yang tidak lulus SMA. Ngurus kementerian saja satu bidang tidak becus, apalagi DKI yang multi dinas, multi-problem. Anies diyakini dan dipastikan tidak mampu menjadi Gubernur DKI Jakarta yang berhasil.
Hal ini ditambah lagi dengan kedekatan Anies Baswedan dengan FPI. Anies yang didukung ormas radikal FPI dipastikan kehilangan dukungan masyarakat Jakarta yang mayoritas tidak mendukung FPI dan juga partai agama PKS. DKI Jakarta tidak pernah dipimpin oleh gubernur yang beraliran non-nasionalis.
Maka mendukung Anies Baswedan akan sangat membingungkan bagi kalangan warga DKI yang nasionalis – sementara yang berpaham FPI dan partai agama PKS juga bukan mayoritas warga DKI Jakarta. Selain kemampuan manajerial yang gagal yang dibuktikan dengan dipecat sebagai Menteri Pendidikan oleh Presiden Jokowi.
Oleh sebab itu elekbilitas Anies-Sandi pun berada di posisi buncit dengan menyisakan hanya 22% dan akan semakin turun.
Ahok yang menjadi terdakwa karena tekanan publik dan komporan omongan nggak karuan SBY, yang dalam kasus Rizieq FPI tidak berteriak sama sekali, sekarang mengalami public consciousness rebound – kesadaran publik yang memantul ke semula alias pulih. Persidangan Ahok semakin menunjukkan peta dukungan kepada Ahok-Djarot.
Hal ini ditambah dengan performa debat yang sudah dijalini yang dengan entengnya pasangan ini mampu menunjukkan kinerja dengan data dan angka. Tidak seperti Agus dan Anies yang hanya bisa mengatakan: kalau, kalau, kalau, atau akan akan akan seperti SBY selama 10 tahun.