Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bisakah Indonesia Keluar dari Kutukan Finalis dan Mafia Bola?

9 Desember 2016   05:21 Diperbarui: 9 Desember 2016   15:37 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di luar 22 pemain, terlibat di dalamnya para anggota kru tim sepakbola seperti pelatih, tukang pijit, dokter, jongos, pembantu, dst. Juga terlibat di dalamnya adalah bos timnas sepakbola dan manajer tim sepak bola. Dan di belakang mereka ada petugas negara yang merasa memiliki yakni menteri olahraga atau bahkan perdana menteri dan presiden atau raja.

Dalam permainan yang berlangsung, ada pengadil, ada panitia pertandingan, ada pengatur aneka pertandingan yang melibatkan ratusan panitia. Mereka menjalankan tugas mereka untuk setiap pertandingan demi pertandingan dengan ketentuan dan peraturan layaknya kehidupan dunia sesungguhnya – dan sepakbola lagi-lagi sebagai kenyataan kehidupan dan bukan permainan semata. Sepakbola menjelma menjadi industri ekonomi yang sesungguhnya.

Selain itu, ada sponsor, ada pewarta, ada televisi dan ada penonton televisi. Hak siar dan sebagainya. Dan yang tak kalah pentingnya dan kuatnya; mafia dan penjudi. Sepakbola sebagai industri judi secara resmi berlaku: William Hill adalah industri judi besar.

Di luar itu perjudian on-line di Indonesia menjadi bagian dari sepakbola dengan para penjudi berkeliaran menentukan hasil akhir sepakbola. Liga Indonesia adalah salah satu liga unik dengan catatan TUAN RUMAH 90 persen menang. Lucu.

Oleh karena itu, menghadapi final Piala AFF 2016, publik Indonesia harus ekstra cool dan realistis dalam mengharapkan prestasi sebagai juara Piala AFF 2016. Kenapa? Karena justru catatan prestasi buruk sepak bola Indonesia akan bisa bertambah panjang karena adanya tiga faktor manusiawi sebagai bangsa dalam upaya meraih prestasi. Untuk keluar dari kutukan kekalahan di semifinal dan final, kondisi sempurna tiga faktor harus terpenuhi.

Pertama, faktor teknis. Secara teknis, para pemain Indonesia tidak kalah sejak 20 tahun lalu. Kemampuan para pemain Timnas Indonesia yang berkiprah di liga Malaysia dan ASEAN tak kalah bagusnya. Ada Elly Eiboy, ada Gendut Doni, ada Bambang Pamungkas, ada berbagai pemain yang menorehkan prestasi di luar Indonesia, ada yang lainnya.

Namun, kendala besar dari faktor teknis adalah mentalitas buruk pemain Indonesia. Takut bermain bener, lepas, dan ksatria. Contohnya, permainan di Piala AFF, Indonesia membuat gebrakan skandal Musryid Effendi demi ketakutan menghadapi Vietnam dan membobol gawang sendiri..hahahaha.

Selain yang seperti itu, catatan terakhir semi final di Pakansari dan Hanoi menunjukkan Timnas Indonesia mengalami ketakutan dan melakukan parkir bis. Indonesia hanya mengarahkan 5 tendangan ke gawang berbanding 18 tendangan Vietnam. Teknik dan mental bertahan hanya setelah melesakkan 1 gol adalah strategi paling buruk sebuah pasukan perang lapangan hijau. Hasilnya, Indonesia nyaris kalah.

Bahkan di tahun-tahun sebelumnya, faktor mentalitas lemah menjadi faktor penentu kegagalan Indonesia. Tahun 1999 Indonesia dihajar tanpa ampun oleh Thailand dengan skor telak 4-1 di Rajamandala Bangkok. Tiga tahun berikutnya, 2002 Indonesia pun dihempaskan lewat adu penalti oleh Thailand di Gelora Bung Karno setelah Bejo Sugiantoro dan Firmansyah gagal mengeksekusi bola.

Selanjutnya, tahun 2004 Indonesia dihajar oleh Singapura dengan skor agregat 2-5. Kalah di stadion Gelora Bung Karno 1-3. Di Singapura Timnas Indonesia digebuk Singapura dengan skor 1-2. Tahun 2010, Indonesia dihancurkan oleh Malaysia dengan skor 0-3 di Bukit Jalil dan Indonesia hanya berhasil menang 2-1.

Faktor teknis timnas Indonesia rata-rata di ASEAN, namun soal mental dan fisik sering kedodoran dan di 10 menit terkhir sering kebobolan. Contohnya, pada semi final di Hanoi 2016, Vietnam melesakkan 2 gol ke gawang Timnas Indonesia selepas menit ke 83 dan menit ke 89.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun