Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peta Politik Kekinian: Makar, Revolusi Gaya FPI, dan Ancaman Terorisme di Indonesia

7 Desember 2016   08:57 Diperbarui: 7 Desember 2016   19:26 8705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bacaan dan peta politik di Indonesia saat ini mengecah banyak pihak baik masyarakat maupun para begundal politik. Ketidakyakinan partai Gerindra dan Prabowo tentang sangkaan kepada Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain sah-sah saja. Namun fakta yang jelas adalah bahwa banyak orang terkecoh terkait dengan bangunan peta politik di Indonesia saat ini.

Intelejen dan pemerintahan Presiden Jokowi sejak awal menerapkan pendekatan holistic (menyeluruh) dan strategis dalam mengantisipasi, memetakan, dan bertindak dalam isu keamanan dan ketertiban bangsa dan negara.

Tujuan akhir dari seluruh bangunan itu adalah upaya memertahankan supremasi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam koridor hukum dan konstitusi NKRI. Negara tidak boleh kalah oleh tekanan massa yang bersifat illegal seperti makar dan pemberontakan sekali pun.

Strategi silent movements and measures alias pendekatan dan gerakan senyap yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai lembaga intelejen, BIN, TNI dan Polri yang dibantu oleh masyarakat ditangkap, diangap, dan dipandang sebelah mata oleh kalangan tertentu sebagai kelemahan.

Sikap sok pinter dan sok kuat pun muncul di kalangan tertentu – yang sejatinya adalah strategi pemerintah berhasil dengan mulus melihat peta jelas (1) tantangan antara lawan dan kawan dalam politik, (2) gerakan radikal yang under ground pun muncul, (3) bahkan antisipasi terhadap selinapan teroris eks ISIS, Poso, dan para teroris keturunan eks Afghanistan, dan juga pengikut teroris Abu Bakar Ba’asyir, (4) juga para begundal politik yang out of law pun muncul satu per satu.  Perlu diketahui publik bahwa para pelaku dan terorisme di Indonesia ya itu-itu saja kelompoknya yakni sebagian eks Afghanistan dan jaringan Hambali dan Al Qaeda Asia tenggara serta Jamaah Islamiyah pimpinan teroris Abu Bakar Ba'asyir.

BNPT melakukan pantauan dan berkoordinasi dengan TNI dan Polri dalam memantau terorisme di Indonesia.  Dari sekitar 500 teroris eks ISIS, kini ada 53 orang plus sekitar 100 orang sedang tertahan di Turki dalam perjalanan keok di Syria dan Iraq yang dibombardir, tengah dipantau secara ketat – dan terbukti ada indikasi para eks ISIS ikut mengintip gerakan anti Ahok malu-malu karena terus dipantau gagal bergerak.

Di lain pihak banyak pihak bergerak dengan agenda masing-masing. Bahkan upaya makar pun kini menjadi topic dan kasus yang benderang terjadi. Politikus kroco pilek dan begundal politik yang sejak awal memang ingin suatu momentum – yang ternyata momentum itu pula digunakan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi untuk konsolidasi politik, hukum, dan keamanan – bergerak pula.

Strategi silent movement and measures yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan reaksi yang persis seperti diharapkan oleh skenario teori pendekatan ini. Hasil dari strategi ini dimakan mentah oleh berbagai pihak yang menjadi target.

Maka kesan yang digambarkan adalah (1) Presiden Jokowi yang sipil dianggap lemah, dengan bukti akan dimakari oleh Sri Bintang Pamungkas dkk. yang apkiran mencari panggung politik, (2) soliditas TNI-Polri berupaya diganggu, dengan bukti antara lain Video Dragon TV, (3) BIN kembali diobok-obok dengan kasus yang sudah selesai Munir, (4) dan kesan tentang dukungan masyarakat kepada Presiden Jokowi merosot.

Alhasil, impresi itu terbangun menjadi utopia di kalangan terbatas seperti Bintang Pamungkas dkk. serta sebagian masyarakat dan organisasi serta begundal politik. Untuk itu maka Bintang Pamungkas dkk. menganggap momentum kebangkitan FPI sebagai momentum tepat.

Gerakan itu dianggap bisa (1) menggerakkan massa dengan cara mendomplengi gerakan FPI dan massa anti Ahok, (2)  meremehkan BIN dan intelejen RI sampai akhirnya ditangkap Polri seperti 8 para tersangka makar, 2 tersangka UU ITE, dan Ahmad Dhani penghinaan kepada Presiden RI. Dan yang lebih penting lagi adalah gerakan yang bersifat populis untuk kasus Ahok ini jelas telah meremehkan kekuatan mayoritas pendukung NKRI. Itu yang tidak diingat oleh Sri Bintang Pamungkas dkk. serta gerakan FPI anti Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun