Lalu pendatang berikutnya datang dari Arabia yang bercampur melahirkan orang keturunan Arab. Datang pula pendatang-pendatang dari India yang mengusai jagad pemikiran Hindu-Budhha selama 1,000 tahun – dan pengaruhnya sampai sekarang dengan nama-nama berbau bahasa Sansekerta dan Pali. Lalu orang-orang Indo-Eropa dan Kaukasoid belakangan datang di berbagai tempat di Aceh, Flores, Manado, Ambon yang menghasilkan percampuran darah dengan muka dan postur berbeda.
Gelombang kedatangan orang dari Afrika melahirkan bangsa Papua, Ambon, Kei, Tanimbar dengan spesifikasi postur dan warna kulit sedikit berbeda dengan para pendahulu mereka yang datang lebih awal: dari Yunan.
Kadatangan gelombang terakhir manusia dari Yunan mendiami Nias, Singkawang, Toraja dan Minahasa. Khusus yang di Singkawang berhasil memertahankan bahasa dan budaya Tiongkok. Pun keaslian tanpa percampuran darah dengan pendatang lain menyebabkan mereka secara fisik tampak sebagai Tiongkok totok. Kedatangan bangsa Tiongkok, Arab, India, Afrika, dan Eropa pada abad ke-5 sampai abad ke-20 di Indonesia telah membentuk komunitas lebih tampak Tiongkok, lebih tampak Arab, lebih tampak Eropa, lebih tampak Afrika.
Sejarah kelahiran dan persebaran bangsa-bangsa di Nusantara ini menunjukkan sama sekali tidak ada orang Indonesia asli. Semua manusia modern di Indonesia adalah pendatang. Mayoritas bangsa-bangsa di Nusantara berasal dari Tiongkok bagian selatan yang beranak-pinak.
Ketiga, kebudayaan dan peradaban di Indonesia adalah hasil akulturasi peradaban impor semuanya dan tak ada satu pun yang asli Indonesia. Namun pengaruh local genius dan pengendapan peradaban India selama 1,600 tahun menjadi roh dan semangat bagi peradaban alam bawah sadar bangsa Indonesia.
Semua unsur peradaban bangsa Indonesia sekarang ini adalah impor dari 5 peradaban besar dunia yakni: (1) Tiongkok, (2) India, (3) Arab, (4) Persia, dan (5) Eropa. Bahkan semua agama dan kepercayaan tardisional yang sekarang dianut oleh bangsa Indonesia – termasuk agama tradisional Batak, Jawa, Dayak, Sunda, Papua, Manado, Toraja, Nias, Melayu, Bali, Bolaang Mongondow, Papua, Ternate, Tanimbar, Bugis, Makassar, Rote, Lombok – adalah impor dari bangsa asing.
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu berasal dari luar Nusantara semuanya. Tidak ada yang berasal dari kreasi hasil peradaban bangsa Indonesia sendiri. Kenapa? Orang Indonesia asli sendiri pun tidak ada karena semuanya pendatang.
Melihat tiga sejarah di atas, maka menjadi sangat aneh ketika partai berbau Arab Islam seperti PPP mewacanakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus orang Indonesia asli. Kalau persyaratan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia sebagai warga negara lahir di Indonesia bisa dibenarkan.
Namun menyebut secara umum orang Indonesia asli maka tak akan ditemukan orang dengan identitas (1) etnik atau bangsa atau suku bangsa, (2) kebudayaan, (3) bahasa, dan (4) agama. Kenapa semua identitas peradaban dan kebudayaang bahkan agama serta keturunan etnik tidak ada yang asli Indonesia.
Bahkan dalam konteks Indonesia modern, sebagaimana digambarkan dari sejarah bangsa-bangsa yang mendiami Nusantara, semua orang Indonesia adalah pendatang baik dalam alam batiniah maupun badaniah. Itulah sebabnya Bung Karno – dengan didahului oleh Sumpah Pemuda – mengajarkan dengan jelas tentang pentingnya identitas negara bangsa secara politik yakni: bangsa Indonesia.
Bahkan nama-nama orang Indonesia modern selalu merujuk kepada nama-nama impor dari Arab, Tiongkok, Eropa, dan India. Muhammad dari Arab, Ahok dari Tiongkok, Anies Baswedan dari Arab, Harimurti dan Yudhoyono serta Joko Widodo dari India. Romy PPP juga bernama Arab. Nah, mana yang asli Indonesia.