Secara khusus Pertahanan Sosial digariskan oleh mendiang Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, yang secara tegas menyebutkan ancaman sosial sebagai hal yang harus diperhatikan.
In keeping with a world-wide trend, over the last three decades many Muslims in Singapore and the region are becoming stricter in their dress, diet, religious observances, and even social interaction, especially with non-Muslims. Increasingly Muslim women will not shake hands with men. The generation of convivial and easy-to-get-along-with Muslim leaders in the region has given way to successors who observe a stricter Islamic code of conduct. My original concern was over the growing separateness of our Muslim community, as Singaporean Muslims tended to congregate for their social and extra-mural activities in their mosques, instead of in multi-racial community clubs. What came as a shock was that this heightened religiosity facilitated Muslim terror groups linked to Al-Qaeda to recruit Singapore Muslims into their network.
Dalam menyikapi kecenderungan global, selama tiga dekade belakangan banyak Muslim di Singapura dan ASEAN menjadi semakin ketat menerapkan pakaian, makanan, dan cara menjalankan agama, bahkan interaksi sosial, khususnya dengan non-Muslim, semakin banyak perempuan tidak berjabat tangan dengan lelaki. Generasi yang lebih terbuka dalam berinteraksi dengan pemimpin Muslim di ASEAN telah memberi peluang kepada para pengganti yang melaksanakan ajaran Islam lebih ketat. Keprihatinan saya terkait tumbuhnya pemisahan komunitas Muslim kita, karena kecenderungan Muslim Singapura untuk berinteraksi dan berkumpul sosial dan aktivitas lainnya di masjid mereka, bukannya di kelompok komunitas multi-rasial. Yang mengejutkan adalah relijiositas yang menguat didukung oleh kelompok teroris seperti Al-Qaeda yang merekrut Muslim Singapura ke dalam jaringan mereka.
Perdana Menteri kedua Goh Chok Tong pun menyampaikan hal yang penting yang mendorong komunitas Muslim Singapura untuk mencegah terorisme. Katanya: “I strongly urge our Muslims to…speak up against developments which threaten the harmony of our multiracial, multi-religious society. They must stand up against those who advocate intolerance and extremism. They should not allow the extremists and militants to set the Islamic agenda. They should not accept extremist views propagated in some other Muslim societies, as those are aimed at achieving political goals.
“Saya mendorong Muslims kita untuk … menentang perkembangan yang mengancam keselarasan masyarakat multi-agama dan multi-ras. Mereka harus harus menghadapi dan menentang mereka yang menyuarakan intoleransi dan ekstrimisme. Mereka harus mencegah para ekstrimis dan militant untuk menerapkan agenda Islamis. Mereka harus menolak pandangan ekstrimis yang didakwahkan dalam masyarakat Muslim selain kelompok mereka, sebagai sarana mencapai tujuan politik mereka.”
Tidak seperti MUI di Indonesia yang suka aneh-aneh mengeluarkan fatwa – sampai Gus Mus dari Rembang suka menafikan keberadaan organisasi yang digunakan oleh eyang saya Presiden Soeharto untuk tujuan politik – MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura) menyuarakan Islam yang rahmatan lil-alamin.
MUIS- Mjelis Ugama Islam Singapura pun menyambut dengan baik. Pernyataan MUIS sebagai berikut: “We condemn terrorism and will not allow Islam to be misused by any individuals or groups for their violent and destructive agendas. The Muslim community has always and will continue to stand united with other fellow Singaporeans to protect this nation against terrorism.”
“Kami mengecam terorisme dan tak akan membiarkan Islam disalahgunakan oleh individu atau kelompok untuk menjalankan agenda kekerasan dan merusak. Komunitas Islam sudah dan selalu akan melanjutkan dukungan bersama dengan warga Singapura yang lain untuk melindungi negara ini melawwan terorisme.”
Dengan kerja sama antarnegara, seperti Inggris yang memberikan informasi sel teror di Singapura yang mengarah pada penangkapan para teroris. Berbagai faktor lain yakni (1) kerja sama internasional memberantas terorisme, (2) pengawasan komunikasi elektronik dan internet, (3) adanya kewenangan menindak dengan ISA, (4) melibatkan komunitas Muslim sendiri dalam program yang disebut RRA (Regulations and Religious Anxieties) yang mengatur kehidupan publik dalam beragama.
Dari ketiga hal tersebut, Indonesia sudah melakukan tiga dari empat poin tersebut yakni (1) kerja sama internasional, (2) pengawasan komunikasi, (3) keterlibatan organisasi massa seperti NU dan Muhammadiyah dalam melawan kecenderungan Islam yang tidak Nusantara seperti kalangan wahabiah di Indonesia. Satu yang belum diatur dan merupakan kunci: kewenangan menindak embrio terorisme yakni prinsip seperti dalam ISA, actus reus dan mens rea (tindakan pre-emptive untuk menindak dengan sedikit bukti awal.)
Seperti Singapura, Malaysia pun menerapkan ISA yang bernama the Security Offences (Special Measures) Act. yang membuat para teroris kabur ke Indonesia. Noordin Mohammad Top, DR Azahari, Muhammad bin Wahab, Jaelani bin Ahmad Abdullah Zayid, dan para teroris kabur ke Indonesia dan Mindanao. Malaysia berkat kesigapan dan UU Teroris SOSMA alias ISA versi Malaysia berhasil meredam aksi teror dengan baik.