Publik sampai saat ini gagal paham tentang satu kenyataan: Ahok menjadi musuh bersama. Para partai jelas merasa jengah dengan Ahok, bahkan PDIP menyebutnya sebagai orang pengganggu partai – deparpolisasi. Sikap Presiden Megawati itu merupakan kegelisahan seluruh parpol. Namun jika ditilik lebih lanjut Presiden Jokowi adalah satu dari lima sebab Ahok dijadikan musuh bersama.
Calon independen merusak dominasi para parpol. Maka lahirlah revisi UU Pilkada yang memerberat calon independen dengan verifikasi faktual – satu formulir satu pendukung. Tampak jelas hanya untuk menjegal satu orang, yakni Ahok yang belum tentu menang di 2017, DPR dengan jurus mabuknya melahirkan revisi UU Pilkada yang tujuannya sekali lagi hanya untuk mengganjal Ahok.
Mari kita telaah 5 sebab atau alasan para musuh politik Ahok dan para partai – yang begitu membenci Ahok yang sejatinya terkait dengan Presiden Jokowi – dengan menertawai DPR, DPRD DKI, dan para partai yang begitu gerah dengan sepak-terjang Ahok sambil menari menyanyi dansa bahagia ria riang senang suka-cita koprol salto senantiasa selamanya.
Jika diperhatikan  degan seksama, semua gerakan untuk menentang Ahok adalah gerakan yang disebabkan oleh kekalahan Pilpres 2014. Maka Presiden Jokowi dan seluruh kaitan dengan diri Presiden Jokowi menjadi musuh bersama. Kebetulan Ahok adalah etalase Presiden Jokowi di DKI yang strategis dan sumber uang besar. Para trondolo politik yang selalu gagal mengambil hati publik Indonesia pun bergerak.
Maka jika diperhatikan sikap para trondolo politik dan bukan politik menunjukkan bahwa hanya kelompok yang gagal yang menentang Ahok. Secara spesifik pendukunga  Yusril, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Sandiaga Uno, Hidayat Nur Wahid, dan bahkan kalangan PDIP dan para partai semuanya berusaha menjadi musuh bagi Ahok – padahal Ahok oragnya nothing to lose.
Para orang terbuang dan kalah secara politik seperti Yusril Ihza Mahendra melakukan gerakan politik lintas partai. Yusril menciptakan dirinya seolah dan gambaran sesunguhnya (1) tokoh Islam hebat yang sejatinya bukan sama sekali, (2) penyatu parpol yang sesungguhnya, (3) Yusril tak dipandang sama sekali oleh para Ketum Parpol malah ditertawai dan dibiarkan melakukan masturbasi politik karena partai Yusril PBB tak ada wakil di Parlemen, (4) tak akan mendapatkan dukungan partai manapun karena tak ada sejarah para partai mendukung Ketum partai gurem tanpa wakil di parlemen, karena (5) Yusril tak memiliki nilai jual secara prestasi pribadi, politik, dan kultural, Â yang jelas (6) tak akan memberikan manfaat bagi para partai politik.
Orang semacam Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet yang bergerak ke sana ke mari malah menunjukkan diri mereka linglung. Sikap membela rakyat kecil yang melanggar aturan secara psikologis ditertawai oleh banyak orang. Kok seperti itu nenek Sarumpaet dan musisi kehilangan kreativitas Ahmad Dhani? Publik DKI dan para orang waras sama sekali tidak melihat manfaat dari yang dilakukan oleh duet tercinta Dhani-Sarumpaet.
Tentang Lulung, M. Sanusi dan M. Taufik. Gerindra sebagai partai gurem di DKI Jakarta secara cerdas dan anomalis memimpin para mayoritas anggota DPRD DKI. M. Taufik malang melintang – hanya dengan memanfaatkan sentiment kekalahan Prabowo di kalangan para parpol pendukungnya. Jelmaan pemimpin palsu seolah berpengaruh yang pernah jadi narapidana korupsi itu – didukung oleh Calon Gubernur koruptor M. Sanusi – menjadikan seolah Gerindra partai besar.
Koaran dan rayuan besar-besaran M. Taufik untuk seolah-olah Gerindra mampu mengusung calon gubernur berhasil mengecoh orang pintar tapi keblinger seperti Sandiaga Uno – yang jelas tak akan bisa maju menjadi calon gubernur karena kursi Gerindra tak cukup, pun tak akan laku di kalangan rakyat jelata dan rakyat yang bisa berpikir jernih.
Selain Sandiaga Uno, jelas Yusril Ihza pengacara pembela siapapun termasuk koruptor, juga kena rayuan maut omongan kosong M. Taufik, seolah Gerindra hendak memimpin koalisi besar para partai dengan mengangkat Yusril Ihza Mahendra dll. menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ilusi dan delusi M. Taufik cocok dengan ilusi dan delusi semangat YUsril dan Uno yang mulai rakus jabatan. Omong kosong politik M. Taufik ini memakan korban seperti Uno dan Yusril, yang bahkan dirinya sendiri tak mampu dan tak laku nyalon sendiri.
Kini, secara lebih strategis lagi, PDIP memberikan jebakan batman bagi Ahok dengan upaya menarik Ahok keluar dari teman Ahok. Gerakan membuang Teman Ahok oleh partai jelas akan merusak tatanan dukungan dasar yakni relawan. Partai hanyalah alat dan kendaraan para politikus untuk kepentingan diri mereka. Tujuan para partai menggiring Ahok untuk berkhianat kapada Teman Ahok adalah upay sistematis untuk menghancurkan dukungan terhadap Ahok.
Secara strategis, keluarnya Ahok dari Teman Ahok akan membuat Ahok kehilangan banyak dukungan yakni 1 juta KTP dukungan nyata. Hal ini senyatanya menakutkan bagi pesaing mana pun. Ini pula yang menyebabkan manusia politik wani piro semacam Hidayat Nur Wahid dari partai agama PKS tetap berkoar-koar menggalang dukungan melawan Ahok seperti yang dilakukan oleh M. Sanusi – yang sudah masuk ke bui – dan M. Taufik. Di luar sosok ngawur politik dan gagal move on seperti Yusril, Dhani dan Sarumpaet.  Â
Dengan dukungan 1 juta KTP dari Teman Ahok dan dukungan lainnya, Ahok dipastikan akan masuk dalam perang play off dengan calon gubernur lain termasuk Risma dan Gandjar Prabowo – yang tentu akan dipermalukan seperti para pesaing dalam 2012 – karena ada suasana batin yakni melawan pemimpin yang dikehendaki rakyat seperti Jokowi dan Ahok. Risma yang culun dan Gandjar Pranowo yang santun hanya akan menjadi korban politik nafsu politik para trondolo politik – temasuk di PDIP.
Lalu apa sebab sesungguhnya Ahok harus kalah dan disingkirkan baik oleh politikus maupun koruptor?
Pertama, Ahok adalah etalase bagi Jakarta dan Indonesia dan Presiden Jokowi. Para pembenci Jokowi yang kalah berbaris melampiaskan lanjutan pelampiasan setelah gagal menjatuhkan dan memakzulkan Presiden Jokowi, sebelumnya Gubernur Jokowi, maka Gubernur Ahok yang sangat dekat dengan Presiden Jokowi harus disingkirkan. Oleh karena itu, musuh Ahok ya itu-itu saja, bekas pendukung Prabowo.
Kedua, Ahok merugikan para anggota DPRD DKI Jakarta yang korup. Sifat memakan anggaran dan menyelewengkannya secara berjamaah telah membuat para anggota DPRD berang, marah, kesal, jengkel, benci, dan sewot terhadap Ahok. Indikasi korup dibuktikan oleh dua orang M. Sanusi dan lainnya yang ditangkap oleh KPK dan Kejaksaan. Para anggota DPRD DKI sungguh dirugikan karena berbagai tunjangan uang makan lobster gagal diraih karena ditolak oleh Ahok. Pun uang pakaian, uang rapat semunya dipangkas. Nah, menyakitkan.
Ketiga, rekanan para koruptor yang kongkalikong dengan para pejabat SKPD DKI Jakarta kehilangan kesempatan untuk merampok. Perusahaan palsu pemasok barang mulai tidak laku. Penipuan yayasan untuk minta hibah menjadi mandul; bisnis mendirikan yayasan dan perusahaan bermodal hibah DKI Jakarta menjadi sulit. Jelas mereka para koruptor membenci.
Keempat, yayasan dan organisasi yang tidak jelas aktivitasnya seperti FPI dicabut dan tidak diberi sumbangan dana hibah dari Pemprov DKI, sementara organisasi yang jelas dan bertanggung jawab seperti masjid, gereja, kuil, sekolah, yayasan yatim piatu, mendapatkan sumbangan dana dari Pemprov. Betapa kesalnya FPI melihat kelakuan Ahok yang tidak menyumbang duit milliaran bagi FPI sementara FPI pun diawasi dan diatur sampai menuruti semua permintaan Ahok lewat tekanan dari TNI dan Polri serta BIN. Selesai. FPI pun tak berani merazia warung dan diskotik dan bar seperti masa rezim SBY yang melakukan pembiaran dan tak berani melawan tingkah-polah FPI.
Kelima, Ahok tidak mau berkompromi dengan pengusaha, politikus, koruptor, dan para perampok yang melakukan black mail dan pemerasan politik. Ahok bahkan membuang Gerindra yang membesarkannya karena Gerindra menginisiasi UU Pilkada DPRD bersama SBY yang tujuannya menjungkalkan demokrasi; merusak demokrasi menjadi lebih korup.
Ahok pun menjadi simbol ketidakpercayaan rakyat terhadap institusi DPR, DPRD, para parpol dan politikus. Ahok sebagai simbol perlawanan ini menyakitkan para politikus kepo tak pementing diri sendiri dan partai seperti Lulung, Taufik, Sanusi, Uno, Yusril, dan lebih menertawakan Dhani dan Sarumpaet wkwkwkw.
Upaya kriminalisasi terhadap Ahok lewat Sumber Waras dengan audit abal-abal politikus BPK yang ketuanya tersangkut Panama Papers gagal. Pun kejaran berikutnya pembelokan keterlibatan M. Sanusi yang akan menyeret banyak anggota DPRD DKI Jakarta – atau political dan financial deal dilakukan – yang akan terseret kasus M. Sanusi, dengan mengarahkan ke Ahok gagal total. Demo ngawur dan ditertawakan rakyat oleh DPRD DKI – yang justru menangkap calon gubernur DKI Jakarta M. Sanusi – dilakukan juga oleh Dhani dan pasangan setianya Sarumpaet. Gagal. Ahok tetap tak terlibat.
Bagi partai, sikap Ahok maju menggunakanTeman Ahok dengan jalur independen sangat-sangat menyakitkan hati, politik,, pikir, rasa, semangat korup bagi para koruptor, serta sakit hati politik para partai politik. Kemarahan memuncak itu dilampiaskan dengan akan menggerek Risma yang lembek dari Surabaya, atau Gandjar Pranowo yang akan dijerumuskan dan kalah melawan calon independen yang 100% didukung oleh Presiden Jokowi, rakyat, TNI dan Polri. Sementara lawan Ahok dipersepsikan akan membawa Jakarta menjadi kota tanpa pembangunan yang disukai oleh koruptor.
Maka berdasarkan hal tersebut di atas akar permasalahannya adalah Ahok adalah etalase Presiden Jokowi yang harus disingkirkan. Pembenci Presiden Jokowi termasuk DPR, DPRD DKI, para politikus trondolo, para koruptor, dan para partai kalah Pilpres 2012, tokoh palsu pimpinan Hidayat Nur Wahid melampiaskan dendam politik kepada Ahok. Yang penting Ahok gagal, biar Presiden Jokowi tidak memiliki etalase di DKI Jakarta.
Dengan demikian, Ahok harus tetap menggunakan Teman Ahok sebagai kendaraan politik maju menjadi calgub DKI Jakarta. Tak usah hiraukan maneuver parpol. Pun Presiden Jokowi 100% mendukung Ahok dan the Operators tengah berpikir untuk mulai berada di belakang Ahok untuk menyeterilkan KPK, BPK, dan melakukan penetralan kepada para musuh politik. Selesai! Demikian Ki Sabdopanditoratu.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H