Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pancasila, Ideologi Bung Karno, Dibenci dan Dirindukan: Solusi Kenegaraan Universal

2 Juni 2016   08:46 Diperbarui: 2 Juni 2016   19:33 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno dalam Pergaulan Internasional I Sumber Sigindo.com

Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI adalah kontroversi. Namun, Pancasila pula lah sebagai perekat kesatuan bangsa ciptaan Bung Karno dan diilhami oleh para pencetus Sumpah Pemuda 1928. Pancasila adalah anak ideologi Bung Karno – pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat berbagai alasan yang menyebabkan Pancasila merupakan solusi tepat bagi kenegaraan secara universal.

Mari kita tengok keterbuktian bahwa ideologi terbuka Pancasila mampu membungkam seluruh tantangan kebangsaan dan kenegaraan a new-born nation: Indonesia dengan hati gembira dengan hati gembira ria riang senang bahagia sambil sekaligus merayakan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan bersuka-suka jingkrak-jingkrak koprol menari menyanyi pesta-pora suka-cita dansa karaoke guling-guling menikmati tambahan hari libur selamanya senantiasa.

Kandungan unik sekularisme-religius Pancasila yang diajarkan dan dilahirkan oleh Bung Karno menghentak para penganut paham komunis, religius, dan sekuler sekaligus dalam kadar sesuai dengan persektif ideologis mereka masing-masing. Pancasila mampu mengadopsi kepentingan ketiga aliran besar tersebut.

Paham komunis sama sekali tidak menghendaki keberadaan Ketuhanan yang maha esa karena bagi pemaham komunisme, keyakinan ideologi agama merupakan candu yang memabukkan dan menghambat perkembangan egaliterisme kemanusiaan dan sosialisme ala komunis.

Maka tak mengherankan pemaham dan penganut komunis lebih mencintai Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi cita-cita sosialisme.

Paham religius bahkan tak mampu menolak eksistensi Pancasila karena semua hal yang terkait dengan kepentingan keyakinan dan kepercayaan baik hablum minallah (Ketuhanan yang maha esa) dan hablum minannas (Kemanusiaan yang adil dan beradab) terangkum dalam Pancasila. 

Pun konsep hubungan dengan Tuhan dengan manusia dan manusia dengan manusaia diatur lebih lanjut dalam semua sila yang tak terbantahkan masuk dalam semua ajaran agama resmi negara Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katholik, dan Konghucu, selain keyakinan dan kepercayaan asli bangsa Indonesia sebagai local genius bangsa-bangsa Nusantara.

Maka Pancasila pun sebagai ideologi Negara Indonesia membungkam seluruh potensi kritik berdasarkan perspektif religius. Upaya menggeser Pancasila dengan ajaran agama melalui pemberontakan dan perlawanan ideologi agama Islam dan ajaran lain segregatif seperti DI/TII, Permesta, dan juga perlawanan terorisme mengatasnamakan Negara Indonesia Timur dan belakangan kelompok radikal yang membawa-bawa agama Islam gagal mendapatkan tempat secara lahiriah dalam masyarakat mayoritas.

Impian latent perjuangan perlawanan ideologis terhadap Pancasila hanya mampu disimpan dalam bentuk cita-cita dan tak berani muncul dalam bentuk terang-terangan. Kenapa? Karena tak ada alasan dan dalih untuk mencari alternatif lain yang lebih baik daripada Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

Dalam hal pemaham dan pendukung sekularisme pun Pancasila memberikan ruang akomodasi. Kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, yang beradab dan berperadaban memberikan kepuasan bagi penganut sekularisme dan bahkan agnostic – dengan absurditas kata Ketuhanan yang maha esa yang begitu terbuka maknanya bagi interpretasi apapun. Itulah kecerdasan Bung Karno yang membuat Pancasila begitu hebat menjadi ideologi terbuka yang diterima secara universal.

Ajaran Bung Karno memiliki latar belakang universal yang dilatarbelakangi oleh kecerdasan Bung Karno dalam melihat ke depan dalam visi kemanusiaan universal. Bung Karno pada abad ke-20 telah melihat tantangan dan tentangan kenegaraan Indonesia pada abad ke-21. 

Untuk itu pondasi kebangsaan dan kenegaraan Indonesia harus memiliki kemampuan untuk mengakomodasi seluruh stake-holders bangsa dan negara Indonesia. Solusinya adalah ideologi yang mampu mengakomodasi seluruh kepentingan religius, sekuler, dan tradisional serta bersifat universal.

Kisah dan latar belakang kelahiran Pancasila menjadi menarik untuk menunjukkan roh asli Pancasila yang mampu secara tepat digali dan dilahirkan oleh Bung Karno. Catatan tentang hikmat penemuan Pancasila dilandasi oleh tujuh latar belakang yang sangat mencengangkan.

Pertama, Bung Karno menyatukan seluruh potensi bangsa-bangsa di Hindia Belanda – dengan menjadi Indonesia – dengan melakukan down-graded, penurunan status bangsa (nation) seperti bangsa Langsa, Nias, Jawa, Sunda, Batak, Minang, Banjar, Moi, Ayamaru, Aceh, Bengkulu, Lampung, Ambon, Rote, Bali, Osing, Palembang, Melayu, Manado, Dayak, Sasak, dan ratusan nation lainnya hanya menjadi suku-bangsa alias sub etnik bangsa (baru) yang diciptakan oleh Bung Karno: bangsa besar Indonesia.

Dengan menghapus dan menurunkan nation Jawa, Ambon, Sunda, Madura, dll. itu, maka potensi pecah-belah Indonesia sebagai a new-born nation Indonesia menjadi lebih kecil – itulah penumpasan pemberontakan di Indonesia seperti Permesta dan DI TII dengan mudah dapat dipatahkan karena rasa nasionalisme baru sebagai bangsa (nation) baru Indonesia lahir.

Kedua, Bung Karno mengakomodasi seluruh isme, ideologi, agama, kepercayaan – dengan menyampingkan konflik eksistensi tuhan dalam polemik atheisme dan theism karena sesungguhnya atheism dan theism adalah hanya sekedar isme yang paradoksikal dan tak perlu diperdebatkan – yang diyakini oleh bangsa-bangsa (atau suku-suku bangsa) yang terdiri dari ratusan keyakinan dan kepercayaan baik dalam bentuk agama maupun kepercayaan tradisional.

Oleh sebab itu, maka kepercayaan tradisonal yang menjadi peletak dasar penganutan agama-agama impor seperti Hindu, Buddha, Islam, Konghucu, Kristen, Katholik, tetap hidup seperti kepercayaan bangsa Sunda asli di Badui dan Sunda Wiwitan, kepercayaan tradisional Sirri di Sulsel, Kejawen di Jawa tetap hidup sampai sekarang dan tetap tidak diganggu dalam konteks keyakinan.

Dengan kecerdasan historis dan spiritual, Bung Karno memilih kata absurd akomodatif yang sejuk: ke-Tuhan-an yang maha esa, yang diterjemahkan sebagai suatu keyakinan terhadap eksistensi tuhan yang satu – semua manusia secara alamiah meyakini tuhan tidak banyak: satu, yakni satu tuhan, bukan meyakini tuhan ini tuhan itu. Believe in (One) God. Ketuhanan yang maha esa.

Ketiga, dari ratusan nations (bangsa-bangsa) yang telah di-down-graded oleh Bung Karno menjadi suku-suku bangsa itu, tentu kelanjutannya adalah menyatukan dengan satu kalimat ajaib: Persatuan Indonesia. 

Bung Karno selalu menyebut sejarah dan nasib dijajah Belanda selama 350 tahun sebagai sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan. Ada nasib bersama, we are in the same boat, sehingga bangsa-bangsa Indonesia merasa sebagai satu kesatuan. Beruntung Sumpah Pemuda 1928 meletakkan dasar bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia.

Keempat, di mata Bung Karno penyatuan bangsa-bangsa tersebut hanya akan mungkin dilakukan jika dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan, spiritual, kesejarahan, dan politik yang manusiawi yakni semua bangsa-bangsa anggota bangsa besar Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama, setara dan sederajat dalam peradaban yang maju dan berkembang. Dan, itu hanya ada dalam kemanusiaan – humanity.Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kelima, Bung Karno memandang bangsa dan negara besar Indonesia yang berakar pada demokrasi gotong-royong sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur tradisional dan akulturasi kepercayaan dan agama-agama impor (asal luar Indonesia). 

Potret kehidupan sejarah harmoni dalam bentuk gotong-royong dalam memecahkan masalah di desa-desa adat dengan kearifan dan kebajikan (hikmah) menjadi gambaran besar nilai luhur musyawarah dalam perwakilan. Bung Karno mengambilnya dan menjadikannya nilai demokrasi khas Indonesia yakni: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Keenam, Bung Karno pun melihat bahwa bangsa yang besar harus memiliki kepedulian akan kesejahteraan dan negara Indonesia harus memilki cita-cita sebagai negara sosial yang meladeni dan melayani rakyat sesuai dengan porsi dan kemampuan serta partisipasi warganya dilindungi dalam kemanusiaan yang berkeadilan. Maka, lahirlah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketujuh, visi Bung Karno yang melahirkan pancasila jauh ke depan. Bung Karno yang berdarah campuran Bali-Jawa dengan dasar keyakinan dan kepercayaan tradisional mengalir dalam diri Bung Karno plus keyakinan agama Hindu-Buddha dan Islam. 

Percampuran bangsa dan agama yang memengaruhi cara pandang Bung Karno yang telah melihat potensi konflik jika agama dijadikan sebagai dasar negara mengingat Indonesia adalah negara dengan bangsa dan bahasa dan keyakinan yang terbuka, egaliter, dan menghargai koeksistensi.

Pancasila sebagai ideologi kenegaraan dan kebangsaan universal semakin terbukti ketika negara besar Uni Soviet hancur, Yusgolavia pecah, India menjadi Pakistan, Bangladesh dan India, berbagai negara pecah seperti Sudan menjadi Sudan Islam dan Sudan Kristen Selatan. Ketika agama dan ideologi negara bertentangan maka negara akan pecah. 

Hanya segelintir negara yang mendasari ketuhanan dalam sekularisme yang bisa bertahan. Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Prancis, Tiongkok, Jepang, Australia, Filipina, Thailand, mampu bertahan karena ideologi negara bukan menjadi persoalan bagi para rakyatnya masing-masing.

Uni Soviet runtuh karena tidak mengakomodasi kepentingan agama Kristen Ortodoks dan Islam di USSR yang multi agama dan ras. Yugoslavia bubar karena etnik Serbia tidak menghargai Islam dan kebangsaan bangsa-bangsa lain Montenegro, Macedonia, dan Kosovo sera Kroasia dan Bosnia. 

Sudan pecah karena Sudan induk tak menghargai eksistensi penduduk Kristen di Sudan Selatan. India pecah karena dasar negara tak mampu memeluk seluruh kepentingan bangsa-bangsa dan bahasa di anak benua India.

Meskipun bangsa dan negara berdiri di Eropa, pun konflik dan tantangan di berbagai negara dan bahkan di Amerika Serikat, Prancis, Inggris, sekali pun, yang menerapkan sekularisme akan mengalami masalah karena tidak mengakomodasi kepentingan religius. Termasuk bermasalah besar terjadi di Syria, Arab Saudi, Turki, Irak, Israel yang tidak menghargai perbedaan keyakinan yang menciptakan seluruh akar konflik di Timur Tengah.

Maka, menjadi hal yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia karena Bung Karno meletakkan dasar negara yang secara universal mampu menjawab tantangan. Bung Karno dengan visinya yang luar biasa mampu melihat potensi konflik (1) kebangsaan, (2) agama, (3) perang ideologi kapitalis, religius, dan komunis, (4) sumber daya alam, (5) kesenjangan sosial, yang dijawab dengan lima sila dalam Pancasila.

Itulah Pancasila anak ideologi Bung Karno yang dibenci dan dirindukan. Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun