[caption caption="Mafia Petral dan migas Muhammad Riza Chalid I Sumber Tribunnews.com"][/caption]Presiden Jokowi kini dalam masa perenungan sambil menunggu penanganan kasus Papa Minta Saham. Kasus yang melibatkan Setya Novanto dan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid telah membetot publik. Mari kita tengok hakikat politik dan implikasi perang antara Presiden Jokowi melawan Setya Novanto dan mafia Petral dan migas Muhammad Riza Chalid yang patut dipahami dengan hati riang gembira girang pesta pora suka-cita senantiasa selamanya menari menyanyi tertawa terbahak bahagia.Â
Tekanan media, the Operators, dan rakyat memaksa Setya Novanto turun jabatan – suatu kemaluan yang terbesar baginya. Pun memaksa Riza Chalid ngumpet di Singapura – dengan sesekali terbang ke Hongkong dan Timur Tengah – juga kemaluan yang tak terbayangkan bagi mafia terusir. Perenungan Presiden Jokowi terkait kasus Papa Minta Saham ini tersaling kait antara Kejaksaan Agung yang berperang melawan para mafia hukum termasuk mafia Petral Riza Chalid dengan peran KPK.
Pada hakikatnya Kasus Papa Minta Saham memiliki makna yang sangat penting bagi Presiden Jokowi. Makna itu antara lain(1) bahwa pada dasarnya Presiden Jokowi memiliki musuh nyata dalam politik yakni para koruptor dan mafia . Lalu (2) Presiden Jokowi memiliki pendukung nyata yakni beberapa kekuatan TNI, Polri, BIN dan rakyat. Yang berikutnya (3) para oportunis terhadap suatu peristiwa politik dan hukum yakni politikus dan parpol.
Makna pertama (1) mengenali musuh. Musuh rakyat dan pembangunan dengan munculkan kasus Papa Minta Saham telah tergambar dengan jelas. Setya Novanto dan Riza Chalid jelas menjadi potret dan pemain dalam kasus Papa Minta Saham. Munculnya kasus itu menampar muka Setya Novanto dan jelas membatasi langkah mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid.
Dalam politik, mengenali dan mendekati musuh politik jelas jauh lebih penting dibanding dengan mengenali kawan dan pendukung. Maka mengenali Setya Novanto dan Riza Chalid adalah langkah brilian dalam politik.
Fakta terjungkalnya Setya Novanto dan kaburnya Riza Chalid telah menunjukkan seberapa jauh keterlibatan mereka dalam rekaman. Larinya Riza Chalid dan terkucilnya Riza Chalid dari pergaulan sesama mafia di etalasi pameran gebyar koruptor dan mafia adalah hal yang selama 30 tahun tak pernah terbayangkan.
Riza Chalid adalah pentolan mafia migas yang hampir semua kontrak migas dan turunan bisnisnya harus sepengetahuan Riza Chalid. Pertamina, BP (SKK) Migas, dan para pejabat di dunia migas menjadi terpenjara oleh Riza Chalid. Perputaran uang korupsi Pertamina berikut kebocorannya termasuk Petral melebihi angka US $ 18 miliar ditambah dengan penyelewengan kontrak-kontrak migas mencapai angka yang tak terbayangkan. Angka korupsi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang melibatkan Raden Priyono, bekas pejabat keuangan BP Migas Djoko Harsono dan pemilik TPPI Honggo Wendratmo, tercatat Rp 35 triliun.
Carut-marut korupsi itu saling terkait. Ada yang mendapatkan tugas mencuci uang – dengan perusahaan atau pembelian properti dengan memakai nama-nama orang lain. Pencucian yang sistematis, terstruktur, dan massif karena melibatkan banyak pihak dengan nilai ratusan triliun. Dan … yang memainkan tak lebih dari 10 orang, dengan salah satu pentolannya tentu Muhammad Riza Chalid.
Kini musuh itu telah dikenali. Bagi mafia yang begitu hebat, pengenalan dan cap sebagai pesakitan bahkan sampai kabur dan ngumpet seperti bayi di tetek ibunya seperti Riz Chalid adalah aib yang tak tertanggungkan. Kini Presiden Jokowi jelas 100 % tengah berhadapan dengan mereka. Nama besar telah tercoreng. Tentu Riza Chalid melalui kaki tangannya akan bergerak melawan Presiden Jokowi yang telah memermalukannya. Gerakan perlawanan itu bisa merasuki melalui KPK, Kejaksaan Agung, dan bahkan para dirjen berbagai BUMN yang melakukan resistensi. Sudirman Said secara jelas menyebut bahkan di dalam kementerian ESDM tingkat resistensi begitu tinggi.
Dalam kapasitas yang berbeda, tentu Setya Novanto – orang terkuat di Indonesia dengan julukan the mighty, the unstoppable, and the untouchable – yang terjungkal dari kursi Ketua DPR, jabatan tertinggi yang mungkin bisa diperoleh Setya Novanto – adalah aib yang tak tertanggungkan. Jabatan yang menentukan dan mampu mengarahkan dan menyeimbangkan political position. Ketua DPR adalah kunci kemenangan yang jika pas bisa mengunci Presiden Jokowi. Kini kekuasaan itu melayang pergi dari Setya Novanto.
Namun, bukan Setya Novanto dan politikus didikan eyang saya Presiden Soeharto jika menyerah begitu saja. Kini Setya Novanto dan kawan-kawan tengah berperang melawan faksi-faksi di Golkar. Hilangnya Suhardiman sebagai tokoh Golkar telah membuat Golkar kehilangan arah.
Kini faksi-faksi tanpa visi tengah berperang dengan pentolan Ical-Nurdin-Setya Novanto. Juga Mahyudin-Amali-Agun Gunanjar. Tak pelak juga Ade Komaruddin-Akbar Tandjung. Dari ketiganya yang memiliki uang bejibun nomor 1 adalah faksi Ical, Nurdin, Setya Novanto, disusul Akom. Mahyudin yang tidak memiliki uang sebanyak dua faksi lain.
Melihat peta seperti itu, dapat dipastikan Faksi Setya Novanto akan memenangi perebutan kekuasaan Golkar. Melihat gelagat tersebut, the Operators sejak awal telah mendorong Ade Komaruddin – yang telah beraudiensi dengan Presiden Jokowi – sekaligus menyingkirkan Setya Novanto yang ingin menjadi Ketum Golkar. Kini perang antar faksi ini semakin ramai karena dukungan the Operators kepada Ade Komaruddin.
Lalu makna kedua (2) lain yakni kawan dan dukungan media serta soliditas TNI, Polri, dan BIN serta media menjadi kekuatan yang menyeimbangkan antara perang kebenaran melawan kemungkaran. Â Hanya karena dukungan mereka Presiden Jokowi mampu melangkah dengan langkah yang tetap benar.
Makna ketiga (3) peristiwa Papa Minta Saham telah dimanfaatkan oleh oportunis politik untuk penyeimbangan. Para parpol saling sikut untuk memanfaatkan kondisi transisi dan kisruh yang diciptakan dari hasil tersingkirnya – untuk sementara – permainan Riza Chalid di pemerintahan, meskipun senyatanya kaki tangannya jelas tetap menyusup di dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Perlu diketahui, bahwa sampai sekarang ini, tidak ada satu pun pengusaha dan politikus yang tidak saling terkait antara satu dengan yang lain.
Pola rekruitmen para politikus DPR/MPR di Senayan dan DPRD juga menggambarkan kesamaan asal: (1) pengusaha, (2) politikus, (3) pejabat daerah dan keluarganya. Dengan sistem politik korup, maka perekrutan para politikus lokal dan nasional pun tak akan jauh dari pertemanan yang nepotis, kolusif, dan koruptif.
Maka penangkapan politikus Damayanti Wisnu Putranti jelas melibatkan Abdul Khoir sang pengusaha, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin selain politikus Budi Supriyanto. Pola korupsi berjamaah seperti ini seterusnya tergambarkan dalam banyak kasus korupsi. Bahkan kasus Papa Minta Saham pun menggambarkan hal yang sama: ada Setya Novanto sebagai politikus dan pengusaha dan mafia Riza Chalid.
Karenanya, meskipun Riza Chalid ngumpet di Singapura, namun para kaki tangan dan oportunis tetap merangsek di semua kesempatan. Presiden Jokowi tentu begitu memahami gambaran lebih lengkap gerakan untuk membangun kekuatan Riza Chalid melalui partai politik. Maka tak mengherankan Setya Novanto bergerak dahulu dengan berusaha merebut Golkar. Setya Novanto adalah politikus dan pengusaha yang paling berpengaruh di Golkar saat ini. Â
Akibatnya, meskipun jatuhnya Setya Novanto dari Ketua DPR dan kaburnya mafia migas dan Petral Riza Chalid memberikan kejelasan tentang (1) siapa musuh, (2) siapa teman, yang berhasil memermalukan Setya Novanto dan kaburnya mafia Riza Chalid, dan (3) memberikan kesempatan oportunis politik dan ekonomi kepada pemain lain, namun senyatanya yang terjadi adalah adanya penyusupan di dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Bahwa Setya Novanto tetap unjuk gigi dan Riza Chalid memergunakan kaki-tangannya untuk merusak dan masuk ke dalam struktur ekonomi dan bisnis melalui kroni-kroninya.
Jadi, meskipun ada keuntungan Papa Minta Saham, namun sesungguhnya posisi Presiden Jokowi justru menjadi sangat jelas head-to-head dengan Setya Novanto dan mafia Petral dan migas Riza Chalid yang lebih canggih – yakni menyusup ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Untuk itu tak ada jalan lain sebenarnya selain menyelesaikan Papa Minta Saham secara hukum agar potensi ancaman politik sirna. Dalam politik kesempatan tak akan pernah datang dua kali. Pun, dukungan dan tungguan the Operators atas signal dari Presiden Jokowi pun ditunggu, demi dan untuk Presiden Jokowi yang bercita-cita berbuat untuk rakyat dalam Nawa Cita. Demikian Ki Sabdopanditoratu.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H