(Salah satu bukti kekuatan konsolidatif politik ini adalah penyadapan oleh Ma’roef Sjamsuddin terhadap Ketua DPR Setya Novanto dan mafia Petral dan migas Muhammad Riza Chalid, yang berhasil menjungkalkan Setya Novanto dengan silent operation-nya yang dimotori oleh the Operators.)
Kedua, Presiden Jokowi menekankan pengontrolan ketat berbagai proyek pembangunan secara ketat. Hal ini merusak aliran dana proyek korupsi di Banggar DPR meskipun masih banyak yang nekat melakukan pemburuan rente. Contohnya Adriansyah dan tentu Damayanti Wisnu Putranti yang merupakan orang nekat. Ada sekitar 20 orang terlibat tergantung DWP berani tidak melawan mafia dan membuka kedok keterlibatannya.
Ketiga, the Operators secara elegan melakukan improvisasi merusak keberadaan Golkar – dan PPP – untuk pada akhirnya mendukung pemerintahan Presiden Jokowi-JK, dengan konsesi dan imbalan kecil. Karena di dalam pemerintahan sudah bercokol orang Golkar Jusuf Kalla dan Jenderal Luhut Pandjaitan. Golkar dan PPP  serta PAN akan selalu dituntut membuktikan sebagai pendukung pemerintahan dengan konsesi kecil.
Bahkan Presiden Jokowi menekankan tidak akan mengikutsertakan partai agama PKS dalam pemerintahan – untuk Gerindra kemungkinan bisa diterima justru – namun tidak untuk partai agama PKS. Kenapa? Gerindra adalah partai nasionalis dengan Prabowo sebagai orang nasionalis sejati. Jika Presiden Jokowi menyeret partai agama PKS dipastikan dukungan terhadap Presiden Jokowi akan merosot karena sifat partai agama PKS yang oportunis. Presiden Jokowi pun paham ketika di kampus UGM melihat mahasiwa gerakan pengajian usroh sebagai cikal bakal partai agama PKS.
Dengan tujuan satu the Operators melakukan maneuver untuk menyingkirkan Ical alias Aburizal Basri. Dan berhasil. Maka MenhukHAM pun menerbitkan SK sementara agar ada Munas atau Munaslub Riau dengan agenda memilih pemimpin Golkar asal bukan Aburizal Bakrie atau Setya Novanto atau Aziz Syamsuddin. Terkait posisi internal Dewan Pembina atau Majelis Pertimbangan Partai Golkar tidaklah penting sebagai remote control Golkar – namun yang berkuasa penuh langsung adalah Ketum Golkar. Ini yang menjadi inti operasi the Operators sampai 6 bulan ke depan terkait Golkar.
Nah, dengan ketiga hal tersebut ditambah dengan kekuatan (setelah menguasai kekuatan dengan dukungan TNI, Polri, BIN, Kejaksaan Agung dan rakyat, melalui komunikasi public relations cerdas) menentukan berbagai kebijakan hukum-politik dan politik-hukum, Presiden Jokowi berhasil melakukan perubahan dan dengan serta-merta koalisi Prabowo rontok dengan ditandai oleh Setya Novanto lengser hanya dalam setahun di DPR dan kabar Fahri Hamzah yang tidak sejalan dengan kepemimpinan Ade Komaruddin.
Dengan demikian politik dan demokrasi ugal-ugalan yang dipraktikkan oleh Setya Novanto, Fahri Hamzah, dan Fadli Zon yang diamini oleh Effendi Simbolon, Rieke Dyah Pitaloka, dan Masinton Pasaribu yang ditegur oleh Ibu Megawati dan akhirnya senyap. Mereka, sempat memercayai kejatuhan dan pemakzulan Presiden Jokowi dalam waktu pendek setahun dua tahun, telah menjadi korban konsolidasi
politik oleh Presiden Jokowi dengan menggandeng kekuatan TNI, Polri, BIN, lembaga negara, Kejaksaan Agung, dan kekuatan dukungan rakyat dan para tokoh. Ditambah dengan improvisasi the Operators, Presiden Jokowi tidak perlu muncul ke publik dengan aneka pernyataan: hanya dibuktikan dengan hasilnya. Hasilnya pemraktik politik dan demokrasi ugal-ugalan DPR itu Setya Novanto, Fahri Hamzah menyusul tersingkir dari Pimpinan DPR.
Pun dilakukan langkah hukum lanjutan dengan satu tujuan: memenangi perang hukum dalam kasus Papa Minta Saham. Diingatkan oleh Ki Sabdopanditoratu bahwa gagal membuat the winner takes all akan membuat serangan balasan penjatuhan terhadap Presiden Jokowi seperti disebut dalam rekaman Papa Minta Saham. Juga Presiden Jokowi harus menghindari rayuan kompromi politik dalam kasus Papa Minta Saham karena yang dilawan adalah mafia Petral dan migas yang kekayaannya jutaan kali kekayaan Presiden Jokowi yang hanya Rp 33 miliar doang.
Salam bahagia ala saya.
Â