(Plus bonusnya: Ibu Megawati dipastikan telah menegur melalui koordinasi Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo serta Sekjen PDIP untuk tenang dan tidak kontra-produktif terkait Pansus Pelindo II yang kebablasan.)
Secara strategis, setelah bertemu dengan pakar hukum Saldi Isra, Refly Harun, dan Zainal Arifin, Presiden Jokowi menyampaikan secara keras dan tegas: soal reshuffle itu hak prerogative presiden. Ini disampaikan untuk (1) membungkam isu di luaran, (2) memberi pernyataan tegas kepada Pansus Pelindo II yang menginginkan Presiden Jokowi mengganti Menteri Rini Soemarno – suatu permintaan kebablasan dari Rieke Dyah Pitaloka dan Masinton Pasaribu yang tak paham hukum kenegaraan.
Jadi, kini sebagian besar trek konsolidasi politik telah mendekati dan boleh dikatakan rampung. Kegaduhan di luar Istana – atau bahkan di Istana – jika diperlukan dan dalam kendali dan arahan the Operators bukanlah masalah dalam strategi politik. Dan, Presiden Jokowi memahami hal ini dengan sangat baik – dengan melihat hasil Golkar dan PPP dan sekaligus membubarkan koalisi Prabowo yang tinggal duduk manis dengan partai agama PKS.
The bottom line-nya adalah masuknya Golkar ke pemerintahan (1) harus jelas, (2) Ical harus ical dan sirna setelah Munas Golkar sebagai legitimasi keberadaan Golkar, (3) tidak meminta-minta jatah menteri karena sudah ada wapres Jusuf Kalla dan Jenderal Luhut Pandjaitan di pemerintahan, plus (4) urusan reshuffle kabinet bukan urusan partai atau pun pansus namun urusan Presiden Jokowi yang telah memiliki ukuran dan memahami kepentingan dengan baik.
Salam bahagia ala saya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H