[caption caption="Fadli Zon dan Setya Novanto I Sumber Kompas.com"][/caption]
Publik banyak salah sangka dengan pernyataan Presiden Jokowi tentang mengabarkan berita optimisme. Sejak makan di Istana dengan siapapun, Facebook, Kompasianer alias penulis di Kompasiana, entah itu pula Slank, Go-jek, para tokoh, budayawan, pelawak, selain menyerap aspirasi, himbauan menuliskan optimisme banyak ditanggapi oleh pendengar secara berbeda. Semua pewarta media sosial lantas usai bertemu dengan Presiden Jokowi membuat dan menuliskan berita baik selalu tentang Presiden Jokowi – dengan menghilangkan berita atau fakta berimbang tentang Presiden Jokowi dan harapan Indonesia.
Mari kita telaah sikap Presiden Jokowi yang gagal ditangkap oleh para pemakan siang di Istana dengan hati gembira ngakak tertawa menertawai beredarnya tulisan yang menjadi sewarna dengan Presiden Jokowi hingga kehilangan jati diri sambil menari menyanyi berdansa break-dance suka-suka selamanya senantiasa.
Presiden Jokowi bukanlah orang yang anti kritik. Jangankan dikritik, dikata-katain pun Presiden Jokowi akan tetap sabar. Presiden Jokowi tidak akan gampang tersinggung meskipun dikatakan bodoh, keras kepala, koppig seperti ucapan mafia Petral Muhammad Riza Chalid dalam rekaman kasus Setya Novanto Papa Minta Saham. Bahkan usai Setya Novanto, Fahri Hamzah dan Fadli Zon diundang makan di Istana pun, mereka tetap tidak berubah daya kritisnya. Dan, bagi Presiden Jokowi tidak masalah.
Jauh sebelum itu pun, sejak menjadi Walikota Solo, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo pun pernah muncul dengan serangan atas pribadi Presiden Jokowi dengan sebutan: “Walikota Solo itu bodoh,” terkait dengan pembangunan mal di lokasi pabrik es Petojo. Pun Jokowi tidak marah.
Ketika terjadi serangan pribadi di kampanye Pilpres 2014, dari mulai Boneka, Raisopopo, dan bahkan Obor Rakyat yang dibiayai oleh mafia Petral dan migas Riza Chalid, Jokowi dan ketika sudah menjadi Presiden RI pun para pelaksana dan orang suruhan tidak dilaporkan oleh Presiden Jokowi. Kenapa? Selain sabar dan rasional, redaksi dan penanggung jawab hanyalah suruhan para mafia sehingga bukanlah target yang harus diburu: hanya boneka, hanya kuli, bukan otak penyebar kebencian Obor Rakyat.
Namun, selain itu Presiden Jokowi sangat memahami pentingnya komunikasi di media sosial. Untuk itu Presiden Jokowi memiliki akun di Facebook dan Twitter yang benar-benar dioperasikan oleh dirinya; bukan suruhan atau ada operatornya. Pun, kegunaan kedua media sosial itu pun untuk memberitakan tentang rakyat, pembangunan, dan optimisme dan penghargaan kepada rakyat. Tak pernah satu kali pun Presiden Jokowi menggunakan kedua medsos Facebook dan Twitter itu untuk curhat masalah pribadi atau menyerang orang lain, atau menggurui orang lain, menggurui presiden negara lain.
Kesadaran tentang pentingnya media sosial untuk membangun negara, membuat Presiden Jokowi mengingatkan, jika optimisme dan kisruh menjadi dominan, maka yang akan terjadi adalah rakyat gelisah, semangat rakyat menurun dan itu menghambat pembangunan. Untuk itu, artikel dan tulisan bersemangat yang menggambarkan optimisme bangsa – yang jelas ada plus dan minusnya berikut solosinya menjadi penting. Jangan kira Presiden Jokowi tidak memerhatikan tulisan atau komenter negatif.
Bambang Soesatyo pun menjadi bagian yang diingat oleh Presiden Jokowi akibat kritikan-kritikannya yang tajam kepada Presiden Jokowi. Namun, yang digaris-bawahi adalah Presiden Jokowi sama sekali tak menginginkan kegaduhan dan keributan yang tidak perlu dalam politik dan pembangunan. Tentang cara membangun tidak harus selalu memuji-muji Presiden Jokowi. Kritik tajam pun selama benar dan sesuai fakta tak akan menjadi masalah buat Presiden Jokowi.
Nah, terkait dengan upaya menyebarkan berita optimisme – misalnya menjelang 31 Desember 2015 masuk ke MEA – Indonesia tidak perlu takut dan pesimis bersaing dengan 10 negara lain di Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mengatur perdagangan bebas secara bertahap di ASEAN. Itu salah satu contohnya.
Namun demikian memang karena para pegiat medsos berlatar belakang berbeda-beda, ada banyak pegiat medsos di Facebook, Twitter, dan juga Kompasiana yang gagal paham pesan Presiden Jokowi. Kegagalan itu terwujud dalam bentuk puja-puji terhadap Presiden Jokowi dan kehilangan daya kritisnya ketika menulis.
Bahkan Jokowi haters – baik yang rasional maupun yang membabi buta – yang karena diundang makan di istana berubah 180 derajat begitu habis disuguhi magis makanan Istana. Memang tidak salah berganti haluan, dan Presiden Jokowi juga tidak memermasalahkan, namun kehilangan daya kritisnya setelah makan menjadi hal yang merugikan karena menjadi tidak obyektif. Lain halnya yang memang dari sononya Jokowi lovers – yang baik rasional maupun membabi-buta – tetap akan menulis segaris dengan keyakinannya, tanpa memermasalahkan obyektivitasnya terkadang.
Nah, makanya ketika salah satu media sosial penting seperti Kompasiana artikelnya menjadi sewarna dengan Presiden Jokowi dan kehilangan daya kritisnya, Presiden Jokowi tak menghendakinya. Karena, akibat para Jokowi haters berbalik haluan menjadi Jokowi lovers dan itu tak merisaukan siapapun termasuk Presiden Jokowi. Presiden Jokowi justru tidak merasa pesan beliau ditangkap dengan baik dan kehilangan daya kritisnya.
Bagi Presiden Jokowi pun tak penting seseorang sebagai Jokowi lovers atau haters karena bagi Presiden Jokowi itu berbeda tipis; hanya masalah persepsi. Yang tidak elok di mata Presiden Jokowi adalah begitu diundang makan berubah menjadi tukang puji Jokowi yang kehilangan integritas; itu tidak bermartabat dan cenderung carmuk alias cari muka. Jadi? Tetaplah menulis dengan hati dan daya kritis tetap keluar dan yakinlah Presiden Jokowi tak mempan dengan sikap cari muka.
Yang pasti adalah Presiden Jokowi tidak menginginkan semua media sosial adalah warna dirinya. Warna yang cenderung mencari muka, membaik-baiki yang tak perlu, memuji-muji yang tak sesuai fakta. Presiden Jokowi bukanlah seorang presiden yang gila hormat dari rakyatnya. Justru suatu kehormatan bagi Presiden Jokowi ketika bisa berbagi kebahagiaan dengan rakyat.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H