[caption caption="Setya Novanto, Fadli Zon, Donald Trump I Sumber nyatnyut.com"][/caption]Suhu politik dipastikan naik dan memanas pasca sinyaleman pencatutan Presiden Jokowi oleh Setya Novanto terkuak. Peta politik menjadi compang-camping dengan kedua kubu Golkar saling berakrobat. Jusuf Kalla terpojok dan harus mengikuti arahan Presiden Jokowi. BIN, Polri dan koalisi Jokowi melakukan konsolidasi. Koalisi Prabowo pun melakukan perapatan dengan kewaspadaan untuk mengatur posisi politik ekonomi mereka aman. Suhu yang meningkat itu pun ditambah dengan adanya gerakan para mafia dan teroris untuk mendanai kegiatan terorisme seperti yang diputuskan di Atalya Turki. Mari kita simak rangkaian kewaspadaan meningkatnya suhu politik yang berakibat pada kewaspadaan tingkat tinggi dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka-cita menari menyanyi tertawa selamanya senantiasa.
Pasca serangan teror di Paris dan Beirut, salah satu keputusan kelompok 20 negara kaya dan berkembang, Konferensi G20, di Antalya Turki adalah memotong pendanaan teroris yang begitu masif. Aliran dana dari Timur Tengah yang mengalir lewat Arab Saudi, Mesir, Yordania, UEA, Bahrain, dan juga uang hasil pencucian uang yang mengalir ke berbagai negara di Eropa dan Asia – Hongkong dan Singapura.
Peringatan yang disampaikan oleh Deddy Mizwar untuk meningkatkan kewaspadaan ancaman teroris perlu menjadi catatan. Kekhawatiran itu sangat beralasan dan memang sudah menjadi perhatian aparat keamanan Indonesia.
Indonesia harus waspada terhadap ancaman ISIS dan Indonesia adalah target berikutnya serangan teroris sekala besar. Catatan serangan Bom Bali I dan Bom Bali II serta Bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta dilakukan pada saat kewaspadaan berkurang. Tekanan politik dimanfaatkan oleh mafia dan teroris yang berkolaborasi secara rapi untuk merusak stabilitas keamanan untuk kepentingan bersama mafia dan teroris.
ISIS menjadi organisasi teroris besar dan kaya karena bekerjasama dengan mafia dan menjalankan pasar gelap. Penjualan minyak mentah yang diselundupkan dan dijual oleh mafia memberikan keuntungan finansial sebesar US $ 34 miliar. Perkawinan dengan para mafia dan pedagang barang antic yang dicuri dan dijarah menghasilkan miliaran dollar. Pengusaan 40% ladang gandum di Iraq memberikan keuntungan luar biasa.
Mafia bergabung melakukan pemerasan pajak dan teror ala mafia terhadap 10 juta orang yang berada di bawah kekuasan ISIS memberikan keuntungan jutaan dollar. ISIS mampu membiayai teror jauh dari wilayah yang mereka kuasai karena kemampuan finansial yang luar biasa.
Indonesia adalah sasaran teror ISIS berikutnya karena komitmen Indonesia di Antalya. Jaringan teroris di Indonesia mirip dengan yang ada di Prancis. Kerjasama mafia dan teroris penyelundup manusia, penyelundup migas, bekerja dengan baik. Penyusupan melalui organisasi keagamaan juga patut dipetakan. Jamaah Islamiyah sebagai operator teror di Indonesia dan Asia Tenggara menjadi benih subur bagi para teroris.
Simpatisan teroris pun bertebaran di Indonesia dengan kedok agama dan perjuangan. Indonesia memberikan kontribusi keterlibatan sekitar 400 orang bergabung dengan Daesh alias ISIS di Syria dan Iraq. Ladang subur terorisme di Indonesia mulai sejak zaman Komando Jihad Imron bin Muhammad Zein yang melakukan pembajakan pesawat Garuda di bandara Don Muang Bangkok pada dekada 80-an. Perang Afghanistan 1980-1990-an memberikan momentum bagi terorisme di Indonesia dengan 980 bekas pejuang Afghanistan dengan kulminasi serangan bom di Indonesia seperti Imam Samudera, Amrozi, Muchlas, Hambali dan Santoso.
Jaringan teroris itu bisa bertindak karena pendanaan yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar Baasyir. Pendanaan terorisme dengan berkedok agama dan ibadah yang dilakukan oleh jamaah Islamiyah berlaku juga di Malaysia, Filipina, Pakistan, India, dengan salah satu sumber pendanaan terbesar adalah Arab Saudi. Otoritas Arab Saudi baru belakangan terhenyak ketika menyadari bahwa sikap diam dan pembiaran terhadap Al Qaeda telah mengancam eksistensi Kerajaan Saudi.
Maka pemerintah Arab Saudi mulai bekerjasama dengan Amerika dan Barat untuk mendeteksi aliran dana terorisme dari Arab Saudi ke Eropa. Rusia secara jelas menyebutkan pendanaan teroris berasal dari negara G20 termasuk Arab Saudi.
Kini, Indonesia perlu mewaspadai gerakan terorisma internasional dan regional yang didukung oleh teroris lokal. Paham radikal yang mengatasnamakan agama selalu diwaspadai dan dipetakan oleh TNI/Polri dan aparat intelejen. Upaya destigmatisasi teroris akibat bom Mal Alam Sutra tak menyurutkan kewaspadaan TNI dan aparat keamanan pada akar terorisme di Indonesia yang bersumber dari ambivalensi masyarakat terhadap keyakinan teroris.
Seperti halnya di Inggris, Prancis, dan Indonesia, upaya deradikalisasi gagal membuahkan hasil. Terbukti keluarga dekat teroris tetap dipantau dan gagal tobat. Anak Imam Samudera pun lolos dan tewas di Syria atau Iraq. Keluarga teroris lain pun yang terkait jaringan Jamaah Islamiyah dan kelompok Solo berhasil menyelundupkan dan masuk ke Syria melalui Turki. Kini kewaspadaan perlu ditingkatkan karena sebagian teroris yang berada di Syria dan Iraq mengatur strategi – setelah belajar di Syria dan Iraq – melakukan ancaman untuk melancarkan serangan skala besar di Indonesia.
Ancaman terhadap Washington terakhir terjadi minggu lalu setelah bom Paris dan bom Beirut. Indonesia pun secara jelas diancam oleh ISIS yang akan melakukan serangan terhdapa aparat TNI dan bahkan Banser NU pun tak luput dari ancaman ISIS. Saat ini, di tengah kisruh politik, mafia yang sedang diberantas, sebagaimana yang mafia minyak lakukan di Timur Tengah, berkolaborasi dengan teroris ISIS, di Indonesia pun trend bersatunya dan pendanaan oleh mafia migas untuk terrorisme perlu diwaspadai.
Keputusan G20 di Antalya Turki mengindikasikan perlunya kewaspadaan tingkat dewa terkait dengan ancaman terorisme di Indonesia. Posisi Indonesia yang dengan tegas ikut memerangi terorisme jelas menempatkan Indonesia sebagai sasaran. Telah terbukti serangan teroris skala besar seperti Bom Bali I dan Bom Bali II dan serangkaian bom di Jakarta yang dilakukan oleh kelompok itu-itu saja: jaringan eks Afghanistan plus Jamaah islamiyah pimpinan Abu Bakar Baasyir dan sekarang Santoso serta beberapa jaringan lokal lainnya.
Jadi, tak mengherankan di tengah suhu politik yang meningkat, kolaborasi antara teroris, mafia migas dan para koruptor, untuk melakukan serangan teroris untuk mendelegetimasi Presiden Jokowi dan pemerintahan yang keras dan tegas terhadap teroris dan mafia patut menjadi perhatian dan kewaspadaan Indonesia.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H