Skenario hiruk-pikuk Pakde Kartono dan Gayus Tambunan akibat foto dari Kompasiana akan segera berakhir. Analisis dalam dan luar Gunung Sindur dan Sukamiskin memastikan bahwa Pakde Kartono bersemayam sementara di sana. Hiruk pikuk itu dipicu oleh beberapa hal yang dianggap sebagai biang dari gonjang-ganjing Kompasiana – yang selamanya tak selalu menguntungkan. Mari kita tengok akhir kisah geger Pakde Kartono dan Gayus Tambunan ini dari sisi psikologi sesuai urain Ki Sabdopanditoratu dengan hati gembira riang sentosa bahagia suka-cita ria sentosa pesta-pora bernyanyi menari berdoa selamanya senantiasa.
Banyak orang menelepon bertanya. Banyak orang ingin mendengarkan kata akhir fatwa petuah dari Ki Sabdopanditoratu tentang skenario akhir kisah Pakde Kartono dan Gayus Tambunan ini. Sebagai bagian dari kisah penuh fatamorgana dan kamuflase sempurna yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sangat cerdas. Kisah spektakuler petualangan Gayus Tambunan bukan hanya di Singapura, Las Vegas, Bali dan Melbourne, namun juga di Bandung dan Jakarta.
Sepak-terjang spektakuler itu hanya bisa dilakukan dengan kesempurnaan tingkat tinggi, dengan kematangan sisi psikologis yang sangat kuat. Hal ini, secara psikologis telah menimbulkan perpecahan Kompasianer nyata menjadi 4 kubu yang bisa dikategorikan menjadi dua kelompok: (1) tidak sepakat Pakde Kartono adalah Gayus Tambunan dan (2) sepakat Pakde Kartono adalah Gayus Tambunan.
Penyebab kesimpang-siuran itu terutama disebabkan oleh (1) tulisan-tulisan Pakde Kartono yang luar biasa, (2) kekuatan Gayus Tambunan di dunia maya dan dunia nyata. Kedua hal ini membelah sisi psikologis Kompasianer dengan tajam persepsi akhir tentang Pakde Kartono.
Pertama, artikel Pakde Kartono. Tulisan-tulisan Pakde Kartono berdimensi dua – sebagai representasi dirinya dan sebagai kamuflase tentang dirinya. Dalam berbagai tulisan Pakde Kartono yang sangat cerdas itu bisa mengubah segala sesuatu sesuai dengan keinginan dirinya. Pengaburan diri menjadi fiksi tentang Melbourne, Bandung dan Jakarta serta Bali dan bahkan Sukabumi atau Sukamandi, adalah perencanaan matang yang hanya untuk pengelabuhan IP: Bandung. (Pun, jika IP berubah, itu pun karena adanya kembaran yang memelihara akun menjadi dua atau tiga atau empat: dengan sistem artikel dikirimkan melalui media lain sebelum di-published di suatu tempat sesuai keinginan.)
Tulisan-tulisan lainnya adalah kenyataan dan fakta yang difiksikan dan sebaliknya. Hanya yang mampu memahami sisi psikologis Pakde Kartono yang mampu menangkap pengombang-ambingan antara fakta dan realita. Dan… Gayus Tambunan adalah jagonya. Pakde Kartono pun jago dalam mengolah hal tersebut menjadi hidangan yang memabukkan dan kadang cabul penuh canda ria.
Namun, demikian gambaran nyata dan kemampuan sempurna menyampaikan data dan fakta tentang Denny Indrayana dan Dahlan Iskan menjadi petunjuk (1) yang meragukan dan (2) sekaligus menguatkan identifikasi Pakde Kartono dan Gayus Tambunan. Ragu karena begitu detil mirip pengacara – sebagaimana pengakuan bahwa Pakde Kartono bukan Gayus Tambunan, dan meyakinkan karena ada unsur ketidakcocokan pribadi dan sengit terhadap Denny Indrayana dan Dahlan Iskan.
Kedua, kekuatan psikologis Gayus Tambunan. Sepak-terjang Gayus Tambunan dalam menampar SBY dan Jokowi tak dapat diragukan lagi. Masa rezim SBY Gayus keluyuran ke mana-mana sampai ke Bali nonton tennis Commonwealth Championships. Zaman Presiden Jokowi pun Gayus tertangkap kamera keluyuran makan di restoran.
Aneka skenario alibiah psikologis cerdas pun dibuat untuk kehormatan Gayus yang terbukti sangat kuat. Jika Kompasiana bungkam soal Gayus dan Pakde Kartono, tak mengherankan. Itu sama sekali sudah masuk dalam perhitungan skenario Gayus. Jangankan Kompasiana, Kepala Lapas dan para pejabat pun bersimpang-siur mengeluarkan pernyataan alibiah tentang Gayus. Hanya saja Presiden Jokowi dan Jenderal Luhut Pandjaitan secara tegas mengirimkan Gayus Tambunan ke Gunung Sindur. Selesai? Tidak. Bukan. Nteu. Mboten.'
Dengan segala kekuatan yang dimiliki Gayus akan mampu melakukan apapun. Jangankan laptop, akses, bahkan apapun bisa didapatkan dengan kemampuan dan kekayaannya. Bisnis, saham, properti menjadi daya tarik bagi Pakde Kartono seperti yang ditulis – bahkan dalam bentuk kecohan psikologis untuk mengelabuhi pembaca. Tentu dalam bisnis perlu partner dan rekan, dan di mana ada uang, di situlah ada semut-semut mengerubungi gula.
Rekan, teman, kawan, pendukung pun terpecah karena dianggap Pakde Kartono pendukung Presiden Jokowi. Sikap seperti ini adalah kematangan hebat yang umum dilakukan pengamuflase yang dimaksudkan untuk melakukan distraksi psikologis bila suatu saat penyamaran terbongkar. Contoh fakta nyata terjadi pada Gayus ketika tertangkap kamera mengenakan wig dan topi. Dalam tulisan Pakde Kartono selalu muncul dimensi psikologis yang mudah diraba secara psikologis.