[caption caption="Ibnu Saud bertemu Winston Churchill I sumber Wikipedia"]
Pertemuan dengan Churchill menghasilkan bahwa Arab Saudi tak akan mencampuri pembentukan Israel. Maka pada tahun 1948 Arab Saudi pun ikut berperang secara terbatas hanya sekedarnya. Sikap Arab Saudi yang tidak mendukung perang ini menjadi pemicu kekalahan demi kekalahan perang Arab-Israel. Ulama Wahabi yang berkolaborasi dengan Kerajaan Saudi sudah cukup menikmati kekuasan di Mekah dan Madinah serta gelimangan miliaran riyal yang tak terbatas. (Amerika pun tidak memerangi Al Qaeda di jantung pusat Al Qaeda yakni Arab Saudi karena kepentingan 7 sisters alias 7 perusahaan minyak. Konsesi minyak menyebabkan Arab Saudi, Inggris, dan Amerika – dengan dukungan Wahabi membiarkan Al Qaeda.)
Kondisi politik-ekonomi yang demikian itu menyebabkan ISIS menargetkan menguasai Iraq dan target selanjutnya Arab Saudi. Sekali lagi, masalah Palestina akan digunakan oleh ISIS untuk menyerang Arab Saudi dan menjatuhkan negara ini. Apalagi, faktor dominasi dan aliansi Al Qaeda Arab Saudi yang enggan bergabung dengan ISIS karena adanya persekongkolan ulama Wahabi, keluarga kerajaan dan Inggris serta Amerika Serikat menjadi penyebab ISIS akan merangsek ke Arab Saudi. Terlebih lagi, serangan Arab Saudi ke Yaman juga meningkatkan sentiment radikalisme Syiah di wilayah Arab Saudi dan Timur Tengah.
Jadi, sejak 22 Mei 2015, setelah pemboman di Qudayah yang menewaskan 21 orang, telah terjadi tiga kali pemboman di Damman di luar masjid kota berpenduduk mayoritas Syiah. Bom terakhir meledak di sebuah masjid di Kompleks Militer wilayah Asir di barat daya Saudi, menewaskan 13 personel militer. ISIS yang melakukan serangan – bukan Al Qaeda, menjadi tanda-tanda yang akan memercepat keruntuhan Kerajaan Arab Saudi bentukan Inggris dan Amerika Serikat.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H