Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

ISIS Ancam Keruntuhan Arab Saudi

8 Agustus 2015   09:31 Diperbarui: 8 Agustus 2015   09:31 2964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Raja Ibnu Saud I sumber www.bankerinthesun.com"][/caption]

ISIS yang berbasis di Rakka, Syria, mulai mengancam Arab Saudi. Bom di markas militer Asir mengejutkan Arab Saudi, menewaskan 13 personel militer. Ini bukan serangan pertama. Namun, implikasi serangan yang menarik diamati. Banyak orang tidak memahami ISIS secara menyeluruh. ISIS diperangi Barat karena memiliki bahaya strategis: mengancam Israel dan Arab Saudi. Israel dan Arab Saudi adalah anak kandung Inggris dan Amerika Serikat. Berdirinya Arab Saudi dan Israel tak lepas dari peran Inggris. Mari kita tengok peran ISIS yang menjadi kontribusi untuk memercepat keruntuhan Kerajaan Arab Saudi dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka cita pesta pora senantiasa riang selamanya.

Sejak 22 Mei 2015, setelah pemboman di Qudayah yang menewaskan 21 orang, telah terjadi tiga kali pemboman di Damman di luar masjid kota berpenduduk mayoritas Syiah. Bom terakhir meledak di sebuah masjid di Kompleks Militer wilayah Asir di bagian barat daya Jazirah Arab. Sangat menarik mengamati gerakan ancaman keamanan terhadap kerajaan Saudi Arabia di tengah gerakan ISIS yang susah diberantas. Dipastikan ISIS akan merangsek ke Saudi Arabia – mengingat sejarah terbentuknya kerajaan dan ketidakpedulian Arab Saudi terhadap masalah Palestina.

Arab Saudi dibentuk oleh Inggris dengan membiarkan persekongkolan para ulama Wahabi dengan kepala kabilah Al Saud alias Abdulaziz bin Al Saud. Awal terbentuknya Arab Saudi adalah pembunuhan Gubernur Riyadh pengikut penguasa Rashidi saingannya oleh Al Saud. Jatuhnya Rashidi mengawali kekalahan dominasi Turki Usmani yang menguasai Jazirah Arabia.

Dengan bersekongkol dengan Inggris, dengan dukungan ulama Wahabi, Ibn Saud mendirikan Kerajaan Saudi Arabia. Alasan Inggris mendukung Wahabi adalah untuk meredam pengaruh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ikhwanul Muslimin pada awalnya adalah ancaman terhadap keberadaan gerakan Zionis Yahudi yang mulai di Inggris – dalam rangka niatan untuk mendirikan negara bagi komunitas Yahudi di seluruh dunia.

[caption caption="Ibnu Saud bertemu dengan Frankin Delano Roosevelt I sumber Wikipedia"]

[/caption]

Tindakan Inggris mendukung pendirian Arab Saudi juga didasari oleh kepentingan persaingan dengan Turki Usmani yang semakin melemah. Akhirnya Turki memang sepenuhnya kehilangan kekuasaan di Arab Saudi dengan berdirinya Kerajaaan Saudi. Ibnu Saud adalah kepala kabilah yang malang melintang di Jazirah Arabia sejak tahun 1902. Pada tahun 1926 dia mengangkat dirinya menjadi Raja Nejad dan Hejaz, sebelum pada tahun 1932 sepenuhnya menguasai Saudi Arabia sampai meninggal pada 1953.

Sebagaimana tradisi Arab, penguasa Ibnu Saud membangun kekuasaan melalui perkawinan dengan para anak kabilah yang ditaklukkan. Ibnu Saud memiliki 100 anak dengan 45 anak lelaki, dengan sekitar 22 istri dan beberapa ratus harem atau selir. Dengan politik perkawinan, maka distribusi kekuasaan, sampai sekarang terjaga.

Kekayaan dan kekuasaan politik, militer, dan ekonomi di tangan sepenuhnya keluarga besar kerajaan dengan seluruh kabilah terwakili. Seluruh kontrak minyak – yang menjadi emas hitam dan ditemukan pada tahun 1938 – dikuasai oleh Inggris dan Amerika. Salah satu kekuatan ekonomi adalah munculnya pengusaha kaya keluarga Bin Laden. Keluarga Bin Laden, yang bekerjasama dengan keluarga kerajaan, memiliki peran penting berkolaborasi membangun Kerajaan Saudi di bidang infrastruktur.

Oleh sebab itu, Arab Saudi setengah-setengah menghadapi Al Qaeda yang berbasis di Arab Saudi. Keyakinan dan pengaruh ekonomi keluarga Bin Laden dan kolaborasi ulama Wahabi yang kental dengan keluarga kerajaan yang berjumlah besar telah membuat Kerajaan Arab Saudi lemah. Al Qaeda tetap tumbuh dan berkembang di Arab Saudi. Al Qaeda sendiri tidak melakukan kekarasan di dalam negara Kerajaan Arab Saudi. Ulama Wahabi sendiri mendukung Al Qaeda secara diam-diam karena kekuatan ekonomi keluarga Bin Laden. (Kebersihan dan perawatan kompleks Masjid Haram dan Masjid Nabawi di Madinah sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan Bin Laden dengan nilai kontrak 1 riyal. Sekali lagi satu riyal.)

Arab Saudi melakukan perjanjian dengan Amerika dan Inggris untuk tetap melindungi Arab Saudi dari pengaruh Iran dan ancaman ideology Ikhwanul Muslimin. Konsesinya adalah Arab Saudi tidak membantu Palestina. Sejak awal pertemuan Ibnu Saud dengan Franklin Delano Roosefelt dan Churchill pada 1943, Arab Saudi menjadi bagian dari Amerika dan Inggris.

[caption caption="Ibnu Saud bertemu Winston Churchill I sumber Wikipedia"]

[/caption]

Pertemuan dengan Churchill menghasilkan bahwa Arab Saudi tak akan mencampuri pembentukan Israel. Maka pada tahun 1948 Arab Saudi pun ikut berperang secara terbatas hanya sekedarnya. Sikap Arab Saudi yang tidak mendukung perang ini menjadi pemicu kekalahan demi kekalahan perang Arab-Israel. Ulama Wahabi yang berkolaborasi dengan Kerajaan Saudi sudah cukup menikmati kekuasan di Mekah dan Madinah serta gelimangan miliaran riyal yang tak terbatas. (Amerika pun tidak memerangi Al Qaeda di jantung pusat Al Qaeda yakni Arab Saudi karena kepentingan 7 sisters alias 7 perusahaan minyak. Konsesi minyak menyebabkan Arab Saudi, Inggris, dan Amerika – dengan dukungan Wahabi membiarkan Al Qaeda.)

Kondisi politik-ekonomi yang demikian itu menyebabkan ISIS menargetkan menguasai Iraq dan target selanjutnya Arab Saudi. Sekali lagi, masalah Palestina akan digunakan oleh ISIS untuk menyerang Arab Saudi dan menjatuhkan negara ini. Apalagi, faktor dominasi dan aliansi Al Qaeda Arab Saudi yang enggan bergabung dengan ISIS karena adanya persekongkolan ulama Wahabi, keluarga kerajaan dan Inggris serta Amerika Serikat menjadi penyebab ISIS akan merangsek ke Arab Saudi. Terlebih lagi, serangan Arab Saudi ke Yaman juga meningkatkan sentiment radikalisme Syiah di wilayah Arab Saudi dan Timur Tengah.

Jadi, sejak 22 Mei 2015, setelah pemboman di Qudayah yang menewaskan 21 orang, telah terjadi tiga kali pemboman di Damman di luar masjid kota berpenduduk mayoritas Syiah. Bom terakhir meledak di sebuah masjid di Kompleks Militer wilayah Asir di barat daya Saudi, menewaskan 13 personel militer. ISIS yang melakukan serangan – bukan Al Qaeda, menjadi tanda-tanda yang akan memercepat keruntuhan Kerajaan Arab Saudi bentukan Inggris dan Amerika Serikat.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun