Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Cinta Aisya Memeluk Agama (5)

23 April 2013   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:43 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Fairuz kembali bergegas masuk ke dalam kamarnya setelah lama duduk menemani Alkatiry dan Hussein. Tak lupa dia mengunci pintu dari dalam.

Sore hari segera sirna. Hari telah menjelang malam di Kota Dili, matahari telah tenggelam. Kini sebagian Kota Dili telah diterangi cahaya listrik, sementara di beberapa bagian Kota Dili masih menggunakan pelita dan lampu minyak kerosin. Sebagian lainnya menggunakan minyak jarak - bahan bakar pelita sejak zaman Mesir Kuno - sebagai bahan bakar penerang rumah. Keluarga Alkatiry menggunakan listrik dan juga lampu minyak kerosin dan minyak jarak.

Fairuz merebahkan tubuhnya di atas kasur lembut tempat tidurnya yang terbuat dari kayu Jati. Konon tempat tidur Fairuz yang berukiran khas itu dikirimkan dari Hindia Belanda - dari Jepara, Java, tempat lahir Raden Ajeng Kartini yang ulang tahun kematiannya yang ke-30 yang baru diberitakan seminggu lalu oleh Radio Australia. RA Kartini meninggal jauh beberapa dekade, pada tanggal 17 September 1904. Kasur itu ditutupi sprei berwarna putih bersih dengan dua bantal besar dan satu guling.

Fairuz kembali membuka lembaran surat dari Mario.

A Meu Amor: Fairuz Alkatiry

Faiz sayang, aku baik-baik saja. Aku merindukan kamu.Terima kasih surat Faiz yang lalu sudah aku terima. Aku menulis surat ini segera setelah aku terima surat Faiz. Apa kabar orang tua? Semua sehatkah?

Kini aku mulai mendaftar masuk sekolah Kedokteran di Universidade de Lisboa di Kota Lisboa - orang Briton menyebut kota kami Lisbon. Walaupun Universitas Lisbon ini didirikan pada sekitar 20 tahun lalu, namun sejarah Universidade de Lisboa merentang sampai abad ke-13. Dulunya namanya Studium Generale, yang didirikan oleh Raja Dinis pada tahun 1290.

Fakultas Kedokteran ini adalah fakultas paling terkemuka, yang memiliki sejarah panjang dari abad lalu, abad ke-19 ketika Real Escola Médico-Cirúrgica de Lisboa didirikan di Lisbon. Hospital de Santa Maria adalah tempat praktek mahasiswa kedokteran. Bangunannya pun menyatu dengan bagian lain Fakultas Kedokteran.

Faiz sayang, foto itu aku ambil depan Universidade de Lisboa di Lisbon. Suatu saat aku ingin kita berdua jalan-jalan di Lisbon. Udara di Lisbon seperti di Mediterania, pada musim dingin paling rendah suhunya 8% C pada malam hari dan siang hari berkisar 15% C.

Ibu Kota Portugal ini satu-satunya ibu kota di dunia yang kedudukannya sebagai ibu kota tidak pernah ditentukan secara tertulis dan resmi. Lisbon kedudukannya setara dengan Konstitusi Portugal sebagai ibu kota de facto Portugal.

Lisbon memiliki sejarah panjang melebihi Paris, London, Roma dan Moskwa. Kaisar Julius mendirikan kota administrative Felicitas Julia dengan menambahkan Olissipo. Lisbon jatuh ke tangan Imperium Islam pada abad ke-8 - sebagaimana Spanyol. Selama 400 tahun Lisbon di bawah kekuasaan Islam yang berpusat di Andalusia, ketika dalam komando Perang Salib, Afonso Henriques menaklukkan kota itu pada tahun 1147. Sejak saat itu Portugal menjadi pusat kebudayaan, pemerintahan, dan ekonomi.

Faiz, itulah kegiatan aku dan Lisbon. Di Lisbon aku merasa kesepian. Namun suratmu terdahulu aku selalu baca berulang-ulang. Itu mampu membunuh rasa sepiku dan rinduku padamu.
Aku mencintai kamu sepenuhnya. Aku berjanji seperti yang pernah aku ucapkan di Pantai Dili. Pantai yang membentang panjang, sebagai lambang cintaku padamu yang akan membentang panjang sampai hembusan napasku berakhir nanti.

Faiz sayang, aku sebenarnya mau menuliskan banyak tentang banyak hal. Namun, semuanya tersekat dalam kerinduanku padamu. Itu indah karena setiap saat rasa itu memberikanku energi luar biasa. Energi lautan Atlantik Lisboa yang hangat. Sehangat cinta kita, sehangat acara perpisahan di sekolah kita.

Faiz, jangan lupa makan buah dan sayur ya agar kau segar dan sehat!

De Mario Con Amor

Fairuz menerawang jauh ke dalam foto dan latar belakang Universidade de Lisboa dengan gedungnya yang megah berwarna putih dan pepohonan yang asri. Dia membayangkan hadir di sana bersama Mario. Dalam keindahan bayang itu, Fairuz tertidur pulas.

"Faiz, sudah sholat isya belum?" tanya Alkatiry mengetuk pintu.

"Sudah, Abah!" sahut Faiz sambil bergegas bangun.

Faiz membuka pintu yang terkunci. Berjalan dia keluar ruang makan keluarga dan ia mengambil tempat duduk di depan meja makan. Jam besar Juenghun buatan Jerman menghiasi ruangan itu. Jarum pendek menunjuk angka 7 dan jarum panjang menunjuk angka 4, artinya jam telah menunjukkan pukul 19:20. Itu waktu Keluarga Alkatiry makan malam selepas sholat isya.

Makan malam adalah waktu untuk saling bercerita. Adik Fairuz, Maysarah dan kakak Fairuz, Muhammad Abduh Alkatiry. Nama Abduh diambil dari nama Muhammad Abduh, seorang reformer Universitas Al Azhar. Ibu Fairuz, Ashmalia adalah perempuan tegar yang sangat menyayangi keluarganya.

Tampak Ashmalia tengah memeriksa makanan yang dihidangkan. Semua anggota keluarga Alkatiry telah duduk di meja makan. Fairuz yang datang mengambil tempat duduk paling terakhir, persis di dekat ayahnya, menghadap berseberangan dengan ibunya.

Di meja makan itu ada kalkun panggang, ada soup asparagus. Juga terhidang sambal, empal goreng dan sayur buncis. Juga ada krupuk udang yang diimpor dari Hindia Belanda.

Sambil makan mereka saling bercerita. Ini berbeda dengan adat dan kebiasaan orang Arab yang cenderung cepat makan dan mengurangi berbicara. Namun ada aturan makan keluarga Alkatiry yang berbeda dengan kebiasaan dengan kebanyakan orang Arab yang senang mengecap dan menggunakan tangan untuk menyantap hidangan. Mereka mengatur cara makan dengan tidak mengecap, tidak berbunyi. Baru setelah menelan, baru berbicara. Begitulah adat kebiasan keluarga Alkatiry.

Kebiasaan lain keluarga Alkatiry adalah mendengarkan Radio SW dari luar negeri dalam berbagai bahasa yang mampu ditangkap di Dili. Dari radio banyak didapatkan ilmu pengetahuan. Yang paling dekat dengan Timor Portugis adalah Radio Australia.

Pembicaraan di meja makan bisa apa saja. Semua topik pembicaraan dari masalah pendidikan, pekerjaan, cerita, dan kejadian-kejadian apapun diceritakan secara terbuka di meja makan. Tak heran jika kadang mereka di meja makan sampai agak larut malam.

"Abah, apa sih esensi agama? Faiz pengin tahu!" tanya Faiz kepada ayahnya.

"Pertanyaan yang bagus!" sahut Alkatiry sambil memandangi Fairuz.

"Aduh pertanyaannya berat. Abby tidur dulu ya, Abah," kata Abduh yang memiliki panggilan Abby.

"Sarah juga ya!" kata Maysarah juga.

Di tempat makan tinggal Fairuz, ibu dan ayahnya.

"Baiklah, Faiz, Abah jawab," kata Alkatiry mulai menjawab. Lanjutnya: " Esensi semua agama adalah pemujaan terhadap Tuhan. Tuhan adalah simbol dari agama. Tuhan adalah tujuan dari adanya agama secara khaliqiah, secara manusiawi dan kemanusiaan, agama adalah alat pengatur peri kehidupan. Agama menjadi sebab terciptanya budaya dan budaya menjadi penyebab berkembangnya agama. Maka agama adalah anak dari keyakinan adanya Tuhan."

"Jadi, esensi kedudukan Tuhan melebihi agama, ya Abah?" tanya Fairuz meyakinkan dirinya.

"Benar!" sahut Alkatiry.

"Bagaimana cara memahami Tuhan paling mudah, Abah?" tanya Fairuz lagi.

"Dengan mendalami agama!" sahut Alkatiry.

"Caranya?" desak Fairuz.

"Lewat pendidikan! Itu yang diajarkan oleh Muhammad Abduh, Mufti Al Azhar yang mendorong pendidikan sebagai alat untuk menegakkan agama. Dialah yang melakukan reformasi pendidikan di Al Azhar pada akhir abad ke-19!" jelas Alkatiry.

"Jadi pendidikan akan mendekatkan kepada pemahaman kepada dan tentang Tuhan?" kata Fairuz setengah bertanya.

"Ya, Faiz!"

"Bagaimana denga agama-agama yang berbeda? Bagaimana kedudukan Tuhan dalam perbedaan itu?" tanya Fairuz.

Alkatiry terdiam.

"Faiz, sudah malam. Tidur dulu ya kamu," kata Ummi - panggilan ibu Fairuz.

"Baik, Ummi!" sahut Fairuz sambil beranjak dari kursi meja makan menuju kamar tidurnya.

Sesampai di dalam kamar, tak lupa dia mengunci pintu. Diraihnya lagi surat di dalam laci meja. Didekatkannya lembar surat itu dengan pelita. Tampak wajah Mario dalam foto hitam putih itu.

Dalam hati Fairuz berkecamuk tentang cinta dan ketuhanan. Dan tentang Tuhan. Dalam hati Fairuz berkecamuk pertanyaan apakah cintanya kepada Mario akan direstui oleh keluarga Alkatiry, terutama oleh ayahnya? Itulah pertanyaan dalam lubuk hati Fairuz. (mau dilanjutkan Novel ini untuk naskah Film)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun