Akibat tak adanya orang kuat dalam demokrasi di Indonesia pasca Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami kemunduran dan demokrasi menjadi alat tirani mayoritas terhadap minoritas suku, agama dan antar golongan. Kesempatan hanya diberikan pada pemenang. Contoh, pencalonan presiden hanya dikuasai oleh partai politik pemenang pemilu. Jelas pemenang pemilu adalah kelompok mayoritas. Contoh lainnya yang mengarah pada keadaan yang tidak membangun Indonesia sebagai negara pluralis adalah adanya banyak kelompok keagamaan yang melarang peribadahan dan pendirian tempat ibadah. Padahal, agama manapun tak ada yang melarang peribadatan dan pelarangan beribadah.
Jadi, demokrasi selamanya hanya menjadi alat tirani mayoritas terhadap minoritas dan akan melahirkan ekstrimisme, radikalisme, dan militanisme kelompok, jika tanpa adanya orang kuat. Dengan adanya orang kuat, maka demokrasi berubah menjadi psydo-demokrasi dengan kekuatan otokrasi yang diwakili oleh orang kuat. Apakah Jokowi mampu mengemban menjadi orang kuat yang akan menciptakan psydo-demokrasi? Kita tunggu Pilpres 2014.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H