Akhirnya Fahri ditangkap bersama terduga teroris lainnya yakni Aprianul Mul Henri, Engkos Koswara, Muhammad Amin Mude dan Furqon. Bekas Presiden ISIS Regional Indonesi Cep Hernawan pun dicokok. Bersamaan dengan itu lima orang lain juga ditangkap terkait keterlibatan mereka dengan ISIS. Sepak terjang ISIS di Indonesia sangat lekat terpantau dengan jelas. Bagiamana sepak terjang teroris di Indonesia, penangangan terorisme, dan kesiapan UU anti Teror dalam membendung terorisme termasuk ISIS?
Untuk itu bagaimana pemetaan yang dilakukan agar ISIS tidak merasuki penganut Islam yang benar NU dan Muhammadiyah? Mari kita simak kesiapan Densus 88, TNI dan Polri memberangus ISIS di Indonesis dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia sepenuh jiwa.
Sejak bulan Agustus 2014, peta pendukung ISIS telah terpetakan oleh penulis. Para pelaku teror di Indonesia hanya kelompok-kelompok itu-itu saja. Motor utama penggerak ISIS dan terorisme di Indonesia masih juga sama: Santoso dan Abu Bakar Ba'asyir.
Pentolan dan jaringan terorisme telah tergambarkan. Cianjur disebut nomor dua setelah Poso - pusat pelatihan teroris di Asia Tenggara selain Mindanau. Maka Cep Hernawan pun dicokok. Selain itu empat orang pentolan ISIS lain ditangkap di Tangerang Selatan, Pamulang yakni Ustadz Fahri, Aprianul Mul Henri, Engkos Koswara, Muhammad Amin Mude dan Furqon. Lokasi penangkapan masih sama di daerah-daerah Jakarta dan Bekasi.
Jaringan terorisme di Indonesia selalu bercokol di Poso, Cianjur, Ciputat, Solo, Jakarta, Bekasi, Tasik, Cilegon, Magelang, Pasuruan, Surabaya, Lampung, Medan, Riau, Malang, Pasuruan, Tulungagung, dan beberapa tempat lainnya.
Semuanya berkaitan dengan akar-akar orang-orang dan berafiliasi dengan kelompok awal akarnya: eks pejuang Afghanistan. Imam Samudra, Gufron, Hambali, Mukhlas, Arifin, dan semua teroris yang tertangkap dan dihukum berkaitan dengan mereka. Di posisi teratas ada Abu Bakar Ba'asyir sebagai pentolan teroris di Indonesia.
Kelompok terorisme di Indonesia pun terkait dengan Jamaah Islamiyah di Indonesia. Kelompok ini belakangan memberikan dukungan terhadap ISIS di Indonesia. Setiap kelompok selalu akan berakar dari kelompok garis keras yang sama. Jamaah Islamiyah dan Anshoruttauhid selalu menjadi rujukan asal-muasal kelompok ekstra batas negara ini. Para simpatisan JI dan AT saling bersimpati dengan kelompok Islam yang tak mengakui negara bangsa seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan kelompok lainnya.
Berdasarkan data BIN dan Polri, saat ini terdapat ratusan WNI yang telah bergabung dengan ISIS dan bertempur di Suriah dan Iraq. Modus bergabungnya WNI ke ISIS melalui berbagai tahapan. Para pengikut ISIS yang akan berangkat ke Syria dan Iraq didanai dan mendanai diri sendiri. Caranya mereka menjual asset. Contohnya 16 WNI yang kabur saat ikut tour di Turki. Mereka diduga sudah kabur dan masuk ke Syria. Saat berbeda 16 orang lain ditangkap oleh Keamanan Turki, mereka menolak untuk dikembalikan ke Indonesia.
Terkait penanganan terorisme, pemerintah RI tidak memiliki payung hukum untuk menjerat pengikut ISIS. UU anti Terorisme harus direvisi agar TNI dan Polri bisa melakukan penangkapan pre-emptive action terhadap terduga dan pelaku teror.
Ketentuan hukum untuk menghapus atau mencabut kewarganegaraan WNI bagi yang bergabung dengan kelompok teroris seperti ISIS, Hamas - dicap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Al Qaeda, dan Ikhwanul Muslimin - dilabeli sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Mesir - misalnya.
Jadi, penangkapan terhadap pengikut ISIS di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu saja. Mereka sudah dipetakan. Meskipun kecolongan dengan telah bergabungnya ratusan WNI berperang di Syria dan Iraq, pemerintah dan TNI, BIN dan Densus 88 telah memiliki peta yang jelas terkait para teroris.
Permasalahannya UU anti teroris belum mengatur tindakan untuk menangkap sebagai pre-emptive measures. Itulah sebabnya aparat keamanan seperti Densus 88 selalu menunggu sampai mereka bergerak dan terdapat bukti tindakan secara konkret. Itu kelemahan UU anti Terorisme di Indonesia yang tidak bisa menangkap terorisme sebelum mereka bergerak. Ini berbeda dengan Malaysia yang memiliki UU ISA, Internal Security Act yang bisa menangkap siapa saja yang dicurigai mengancam keamanan nasional.
Di tengah penangkapan para teroris, Indonesia perlu merevisi UU anti Teroris agar bisa mengakomodasi penanganan terhadap terorisme seperti ISIS. Mengenai kesiapan aparat keamanan bertindak, TNI, BIN dan Polri dengan unitnya Densus 88 tak perlu diragukan lagi. Tempat tinggal dan gerak-gerik mereka telah terpetakan. Hanya ketika mereka bergerak: tangkap!
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H