Permasalahannya UU anti teroris belum mengatur tindakan untuk menangkap sebagai pre-emptive measures. Itulah sebabnya aparat keamanan seperti Densus 88 selalu menunggu sampai mereka bergerak dan terdapat bukti tindakan secara konkret. Itu kelemahan UU anti Terorisme di Indonesia yang tidak bisa menangkap terorisme sebelum mereka bergerak. Ini berbeda dengan Malaysia yang memiliki UU ISA, Internal Security Act yang bisa menangkap siapa saja yang dicurigai mengancam keamanan nasional.
Di tengah penangkapan para teroris, Indonesia perlu merevisi UU anti Teroris agar bisa mengakomodasi penanganan terhadap terorisme seperti ISIS. Mengenai kesiapan aparat keamanan bertindak, TNI, BIN dan Polri dengan unitnya Densus 88 tak perlu diragukan lagi. Tempat tinggal dan gerak-gerik mereka telah terpetakan. Hanya ketika mereka bergerak: tangkap!
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H