Padahal yang sedang dibangun adalah pseudo power yang bertujuan untuk sebagai kekuasaan tandingan. Pemerintah versus DPR yang dianggap sama-sama memiliki kekuatan. Kekuatan bukan sebagai mitra, namun sebagai lawan.
Tak mengherankan dalam masa-masa ketika Golkar masih kuat dan kekuatan koalisi Prabowo tengah di puncak kekuatan, Fadli Zon dan Fahri Hamzah menjadi primadona. Semua kebijakan akan diarahkan ke satu hal: ancaman impeachment. Dari mulai bahan bakar BBM, lalu Kapolri, lalu Golkar, semuanya akan diarahkan ke satu tujuan: asal beda dengan Presiden Jokowi. Itulah hakikat pseudo power yang memang didasari oleh adanya ketidakpuasan dan pikiran asal berbeda.
Golkar Ical sudah bubar. Terkait upaya hukum ke PTUN, pengadilan, dan bahkan ke KPK tak akan mengembalikan kekuasan Ical. Sikap politik Fadli Zon tampak menarik pasca Golkar Agung Laksono ditetapkan oleh MenkumHAM sebagai pemilik Golkar yang sah. Fadli sadar koalisi Prabowo rontok akibat Golkar mendukung pemerintah.
Maka, Fadli Zon dan kawan-kawan berupaya membela Ical. Fadli Zon, didukung soulmate-nya Fahri Hamzah, akan all-out untuk mengganjal Agung Laksono dan kawan-kawan untuk merombak Fraksi Golkar DPR. Upaya menghalangi agung adalah upaya terakhir untuk memertahankan teori politik pseudo-power yang gagal.
Lagi lagi, Fadli Zon, sepekan terakhir, paling gaduh memertahankan Fraksi Golkar di DPR. Padahal dia bukan orang Golkar. Ada apa dengannya? Urusan Fraksi Golkar sama sekali bukan wewenang Fadli Zon. Tugas DPR adalah membacakan perubahan Fraksi Golkar. Secara politis, berakhirnya Ical dan munculnya Agung Laksono adalah akhir dari era Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Yang tengah dilakukan oleh Fadli Zon, Fahri Hamzah adalah upaya untuk memertahankan kekuasaan politik DPR. Tak dapat dibayangkan oleh pencipta MD3, bahwa seluruh pimpinan dan kelengkapan DPR dan MPR berpindah kubu: koalisi Jokowi. Dengan demikian DPR hanya menyisakan orang-orang Gerindra dan PKS dengan sesekali muncul slilit politik Demokrat - yang semakin dekat Ibas disebut Nazaruddin dan Century akan digulirkan.
Implikasi politik berakhirnya dominasi koalisi Prabowo sungguh tak terbayangkan. Berbagai hal yang diimpikan dalam teori politik gagal diraih. Teori politik itu adalah penciptaan pseudo-power untuk mengganjal pemerintahan Jokowi.
Intinya, rontoknya Golkar, dan upaya terakhir Fadli Zon memertahankan Golkar Ical tak akan berhasil. Dan, itulah titik akhir koalisi Prabowo. Hanya akan tersisa PKS dan Gerindra di koalisi Prabowo. Lainnya hengkang menikmati kue kekuasaan dan kue ekonomi Presiden Jokowi. Fadli Zon dan Fahri Hamzah hanya akan menjadi hiasan sebagai pimpinan DPR yang tidak punya taring - seperti koalisi Prabowo yang hanya berisi Fadli Zon dan Fahri Hamzah serta Anis Matta. Maka percobaan aneh pseudo power dengan istilah penyeimbang hanyalah mimpi kosong belaka. Sayonara Ical dan Akbar Tandjung. Sayonara Koalisi Prabowo,
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H