Ical melakukan perlawanan total untuk menguasai Golkar. Senin (23/03/15) muncul dua peristiwa penting. Pertama, SK Kepengurusan Golkar untuk Agung Laksono dan, kedua, awal sidang DPR setelah liburan. Peristiwa pertama mengakhiri kiprah Ical, peristiwa kedua pelaksaaan sidang paripurna penuh kegaduhan dan interupsi. Dua peristiwa itu akan sangat menentukan baik bagi Golkar dua kubu. Mari kita lihat peta kekuatan Ical dan Agung Laksono dalam perebutan Golkar dan tiga alasan Ical akan tetap melawan dengan hati gembira riang senang sentosa tertawa bahagia selamanya.
Pertama, bagi Ical Golkar adalah kendaraan penyelamat politik dan ekonomi satu-satunya. Ical bermasalah secara ekonomi dan dengan perusahaannya. Lapindo disusui oleh Presiden Jokowi sebesar Rp 781 milyar.
(Konsesi awalnya atas bantuan keuangan Presiden Jokowi untuk korban Lumpur Lapindo adalah Ical mesti jinak terhadap Presiden Jokowi. Senyatanya, hanya beberapa pekan Ical kembali lagi menyatakan soliditas koalisi Prabowo. Ical memanfaatkan kekuatan koalisi Prabowo sebagai penekan untuk kepentingannya.)
Oleh karena itu, Ical melakukan perlawanan all-out karena memiliki kepentingan strategis. Ical akan mampu bermain dan mendapatkan konsesi ekonomi jika tidak memimpin Golkar. Golkar adalah kendaraan penyelamat Ical dari politik dan ekonomi satu-satunya: the last bastion of his economic and political survival.
Kedua, Ical banyak ditinggalkan oleh rekan bisnisnya. Perhatikan nilai hutang Bakrietelkom yang menggunung dan nyaris bangkrut. Selain itu, Ical membawa kepentingan anti perubahan dan status quo. Perspektif Ical adalah perspektif anti perubahan. Perubahan yang terjadi yang menyingkirkan kepentingan ekonomi kapitalisme dengan pembelanjaan untuk infrastruktur kebanyakan jatuh ke tangan BUMN - dengan sub-con perusahaan-perusahaan yang terafilisi dengan jantung kekuasaan - jelas merisaukan pemain lama. Bahkan sebagian pemain lama dirangkul.
(Gambaran pengangkatan para pejabat yang dekat dengan pemerintahan masa lalu SBY, juga para pejabat yang dekat dengan Rini Soemarno, menunjukkan pendekatan berbagai pihak terkait politik dan ekonomi yang mulai menggeliat. Kompromi politik dan ekonomi membuat adanya alineasi terhadap Ical semakin kuat.)
Mendapat tekanan seperti ini, maka Ical melancarkan perang secara all-out untuk menguasai kembali kekuatan politik dan ekonomi. Dengan menguasai Golkar, Ical memiliki posisi tawar.
Ketiga, kekalahan Ical adalah bubarnya koalisi Prabowo. Misi Ical mewakili koalisi Prabowo. Ical menjadi alat bagi PKS yang kehilangan pamor politik. Dengan adanya Golkar Ical, maka PKS ikut berkiprah. Posisi Hidayat Nur Wahid sebagai pimpinan MPR dan kedudukan wakil Ketua DPR buat Fahri Hamzah adalah berkat keberadaan Golkar Ical di koalisi Prabowo.
Perlawanan Ical adalah perlawanan mewakili banyak partai terutama PKS dan juga Partai Demokrat. (Khusus Demokrat, Demokrat hanya akan berguna ketika koalisi Prabowo eksis. Demokrat hanyalah penggembira pencari selamat yang akan tamat perannya begitu koalisi Prabowo tamat. Maka Ical selain mewakili PKS juga menjaga kepentingan Demokrat. Tak heran Demokrat juga mendukung angket terhadap MenhukHAM di DPR.)
Oleh karena itu, Ical akan mendapatkan sokongan semangat dari PKS dan Demokrat selain pihak-pihak yang kalah dan tersingkir seperti Suryadharma Ali, dan PKS. Selain itu tentu Gerindra. PAN pun sedikit memiliki kepentingan dengan Golkar.
Berdasarkan tiga kepentingan dan latar belakang itu, maka Ical melakukan perlawanan total. Ical sadar bahwa hanya dengan memimpin Golkar, eksistensi politik dan bisnis Ical akan selamat. Selain itu kondisi politik dan ekonomi memaksa Ical untuk menjadi antek partai lain yakni PKS dan bahkan Gerindra, selain yang bermain di berbagai kaki Partai Demokrat. PAN sendiri hanya menjadi supporter minor bagi Ical.
Yang menjadi pertanyaan. Akankah Ical menang melawan Agung Laksono? Mari kita telaah jawabannya berikut ini.
Pertama, Ical melawan kekuasaan internal Golkar yang memiliki kekuatan massif. Yang sedang dilawan adalah kekuatan perubahan Golkar secara ekonomi, organisasi, dan politik sangat kuat. Golkar Agung memiliki Siswono Yudhohusodo, memiliki Erwin Aksa, memiliki Jusuf Kalla, memiliki Yorrys Raweyai. Juga memiliki Muladi. Tentu Priyo Budi Santoso, Agus Gumiwang, Agun Gunanjar, dll.
Sementara Ical hanya mengandalkan Akbar Tandjung, Yusril Ihza Mahendra, Idrus Marham, Bambang Soesatyo, dan Tantowi Yahya, Ade Komaruddin dan Nurul Arifin.
Melihat perbandingan kekuatan persona seperti itu, tentu Golkar Ical akan bertekuk lutut, ketika harus berhadapan dengan hukum dan keadilan.
Kedua, Ical melawan kepentingan Presiden Jokowi. Institusi hukum - termasuk Bareskrim sudah cukup mendapatkan konsesi dengan pengorbanan KPK - seperti Kejaksaan, pengadilan, mahkamah agung, tak dapat diandalkan oleh Ical. Bahkan ketika melaporkan ke KPK, kini KPK tengah berada pada titik terlemah dan tidak bakalan menggubris kubu Ical.
Ical yang berseberangan dengan kepentingan Presiden Jokowi untuk kestabilan pemerintahannya jelas akan menggunakan kelemahan dan tersingkirnya Ical dari Golkar sebagai alat untuk menancapkan kuku kekuasaan. Institusi hukum dan pengadilan dipastikan akan memihak ke Agung Laksono.
(Apalagi, secara psikologis keberadaan Yusril Ihza Mahendra yang selalu nyinyir dan berseberangan dengan Jokowi, dapat menjadi alat yang memakan Golkar Ical. Kecondongan Yusril yang anti Jokowi akan menjadi boomerang bagi Ical.
Pernyataan Yusril bahwa perlawanan Ical akan membuktikan antara hukum atau kekuasaan yang menang, menunjukkan bahwa Yusril tak yakin akan kekuatan Ical. Ical akan dikalahkan baik di Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Alasan Ical tidak ke PN Jaksel juga tak memberikan pengaruh apapun di tengah kasus Sarpin yang membuat hakim akan sangat memihak ke Presiden Jokowi atau Golkar Agung.
Dengan demikian dipastikan perlawanan hukum Ical akan kandas di semua institusi hukum PTUN, KPK, PN Jakut, dan Bareskrim Polri.
Ketiga, perubahan sikap Jokowi yang komromistis terhadap kepentingan Prabowo. Deal politik yang telah diberikan oleh Prabowo kepada Presiden Jokowi telah lebih dari cukup bagi Presiden Jokowi untuk bertindak menggunakan kekuatan pengaruh di lembaga hukum. KPK, Polri, pengadilan dan Mahkamah Agung serta Kejaksaan Agung.
Dengan kondisi politik yang seperti itu, Ical dipastikan tidak mendapatkan tempat lagi secara politis baik di koalisi Prabowo maupun koalisi Jokowi.
Itulah gambaran perang dan alasan terakhir Ical melakukan perlawanan terakhir karena hanya Golkar yang (1) bisa menyelamatkan Ical secara ekonomi (perusahaan) dan politik. Selain itu dukungan kecil dari Demokrat dan PKS serta setengah dukungan Gerindra - akibat adanya deal Prabowo-Jokowi berupa dukungan Prabowo kepada Jokowi - untuk (2) kepentingan PKS dan Demokrat.
Namun, kekuatan Agung yang didukung oleh pemerintah akan mematahkan perlawanan Ical. Maka hari Senin (23/03/15) akan menjadi gambaran awal mimpi buruk Ical di bidang politik. Itulah awal Ical harus hengkang dari Golkar. Sayonara Ical. Sayonara Akbar. Welcome Setya Novanto dan Agung Laksono serta Yorrys Raweyai.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H