Aku baru pulang dari tempatku berjualan di kantin sebuah sekolah. Kakiku agak pegal setelah sekitar 4 jam bekerja. Pun aku harus mengendarai kendaraan sekitar dua jam. Macet. Aku naikkan kakiku di tembok tanpa melepaskan sepatu yang aku kenakan. Rok yang aku kenakan tersingkap ke bawah, ke arah pangkal paha.
Sejak kehadiran Niko dalam hidupku, kini aku lebih memahami arti tubuhku. Aku menghargai tubuhku.
"Sri...tubuhmu indah. Mukamu memiliki tekstur indah sebagai perempuan cantik. Bibirmu yang indah menjadi daya tarik. Tahi lalat sangat kecil halus berupa titik di bibir atas - atau bekas jerawat kecil sekali, aku tak tahu - membuat kamu tampak seksi!" kata Niko tentang aku.
"Hmmmm..." kataku meresapi kata-katanya.
Aku merasa bahagia mendengar kata-katanya yang menghargai aku. Selama menikah aku tak pernah mendapatkan penghargaan dan pujian dari suamiku. Yang ada hanya cacian dan kekurangan yang ada pada diriku. Aku merasakan jiwaku telah tumbuh dan berkembang.
"Kamu sebagai perempuan harus tersenyum di dalam jiwamu, agar air mukamu tampak indah!" katanya melanjutkan, "Nah, ya tersenyum dalam jiiwa seperti itu membuat kamu indah mukanya!"
"Tubuhmu adalah rumah bagi jiwa. Tubuhmu adalah sumber keindahan dan kenikmatan. Namun, uniknya kenikmatan itu bisa didapatkan dengan dua cara: menikmati diri dalam jiwa dan menikmati diri dalam jiwa dan raga dengan bantuan orang lain. Bantuan dari orang lain untuk menikmati diri harus berlangsung dalam keindahan jiwa dalam dan atas nama cinta!" jelas Niko.
"Penikmatan tubuh tanpa cinta menghasilkan derita!" timpalku. Lanjutku: "Contohnya, aku tak pernah merasakan kenikmatan berhubungan dengan suami aku. Aku selalu merasa tersiksa ketika suamiku memaksaku untuk melayaninya. Bahkan aku pernah membenci anak-anak yang aku lahirkan. Saking bencinya aku dengan suamiku, kedua anak-anakku sama sekali tak mirip denganku. Tak ada sedikitpun kemiripan anak-anakku denganku. Kedua anak-anakku, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, menjiplak suamiku!"
Kakiku yang mulus aku turunkan dari tembok karena aku dengar suamiku akan masuk ke kamarku. Aku menghindar darinya dan keluar kamar masuk ke kamar sebelah. Aku takut Raden Panji, suamiku masuk ke kamar dan melihat keindahan kakiku. Kini aku semakin protektif terhadap tubuhku. Aku tahu tubuh ini untuk Niko. Lelaki yang menghargai aku. Lama tak mendapat sejak pagi tadi, aku tanya kabarnya lewat pesan di BBM.
"Hai, kamu lagi di mana?" tanyaku lewat BBM.
"Aku ada di Hotel M Senayan!" sahut Niko.
"Ngapain kamu di situ?" tanyaku heran.
"Tahukah kamu Sri, saya paling senang berjalan-jalan mengunjungi hotel berbintang. Saya paling menikmati menonton orang lalu-lalang di hotel berbintang. Di Seminyak, di Nusa Dua Bali, di Batam, di Manado dan Batam serta tak lupa di Jakarta. Aku tahu betapa gerakanku di hotel berbintang selalu dipantau oleh CCTV; jadi sebenarnya ketika aku duduk di lobby atau saat menaiki lift dan juga memutari tangga berkarpet tebal juga tak luput dari pengamatan mata security hotel yang kadang tertawa melihat tingkah kita," sahutnya.
Memang kalau dipikir hotel berbintang adalah wilayah publik yang tidak seteril dari pengamatan. Posedur di hotel berbintang yang disebut privasi cuma omong kosong karena sejak mobil melewati pekarangan hotel, mobil itu telah disorot oleh kamera CCTV.
Begitu memasuki area drop off di dekat lobby hotel, maka saat itu juga muka kita akan terpampang di kamera CCTV. Cara menyembunyikan CCTV berbeda antara hotel berbintang dan minimarket. Di minimarket CCTV dipasang tanpa adanya upaya penyembunyian. Sedangkan di hotel berbintang, kamera CCTV ditempatkan dalam posisi yang tidak mencolok. Bisa juga kamera CCTV dikamuflasekan dengan lampu bahkan ditempatkan di sekitar lampu yang dengan demikian tak mampu dilihat secara jelas.
Maka saya paling senang berteman dengan chief security hotel berbintang. Aku bisa mendapatkan gambar-gambar indah para selebritas dan para pejabat. Bahkan koridor hotel berbintang juga dipasangi CCTV yang bisa dengan mudah mengidentifikasi siapa pengguna kamar dan siapa yang bertamu. Contohnya, hotel di bilangan Senayan yang megah itu menjadi tempat menginap para bupati dari Papua. Jika akan bertemu dengan bupati dari Papua, datanglah ke tempat ini.
Setiap hotel memiliki karekteristik penghuninya. Hotel di daerah Dharmawangsa merupakan hotel tempt berkumpul para mantan pejabat dan pesohor serta anggota DPR. Demikian pula hotel bermerek di Casablanca di seberang Mal Ambassador menjadi langganan para eksekutif dan pejabat yang ingin menikmati privasi.
Tarif hotel yang relatif mahal justru dianggap tingkat privasinya tinggi. Itu tidak benar. Yang ada adalah persebaran CCTV di semua tempat. Makanya KPK dengan mudah akan mengejar para koruptor karena gaya mereka yang selalu ingin menikmati kehidupan duniawi. Maka tidaklah heran, bahwa jika kita mau melihat calon koruptor, analisis saja gaya hidup para koruptor itu.
"Loh apa contohnya gaya hidup yang menunjukkan gaya para koruptor?" tanyaku.
Para koruptor selalu memanfaatkan uang dengan cara berfoya-foya. Mereka akan menggunakan uang untuk kehidupan duniawi (1) makan makanan enak di restoran papan atas (kasus Nazaruddin), (2) membeli kendaraan di mewah atas rata-rata (Melinda Dee), (3) melakukan pertemuan di hotel-hotel dengan para koruptor lain (Antasari Azhar), (4) berkomunikasi dengan sesama koruptor dengan kode-kode tertentu(Angelina Sondakh), (5) perjalanan keluar negeri (Gayus Tambunan, Arthalita Suryani).
Nah, rutinitas para calon koruptor yang seperti itu lebih mudah bagi KPK dan Kejaksaan dan Kepolisian untuk melakukan penyadapan.
"Oh, jadi kamu ke hotel-hotel itu untuk melihat para calon koruptor ya?" tanyaku keheranan.
Aku menjadi semakin keheranan dengan pekerjaan dan keisengan Niko. Dia mampu menikmati dan mengamati perbuatan dan tindakan para tamu di hotel. Atau mengamati para pesohor makan di restoran papan atas di hotel dan gedung jangkung. Dia senang sekali menikmati tingkah laku para calon koruptor dan dengan siapa para koruptor itu bergaul.
Bahkan Niko sering pergi ke klub-klub dan tempat hiburan di seantero Indonesia dengan beberapa temannya. Katanya untuk keperluan bisnis. Namun, belakangan aku ketahui bahwa dia ternyata melakukan pengamatan secara detail. Aku jadi heran. Untuk apa dan apa gunanya Niko sering harus membuntuti orang tertentu bahkan sampai keluar kota? Sebagai seniman, aku merasa perbuatan Niko sudah keterlaluan. Bagaimana mungkin dia bisa membuntuti dan mengamati orang sampai beberapa hari. Untuk apa? Pun kehidupan dia yang sangat sederhana namun bisa membaur ke semua kalangan, dari penegak hukum, anggota DPR, para seniman, pengusaha, juga membuat aku terheran. Siapa sesungguhnya Niko?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H