Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

1000 Hari Setelah Kiamat (Part 3)

7 April 2012   03:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:56 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat jalan istriku, anakku, Sayang."

Itu ucapan yang aku akan ucapkan. Inilah Upacara Pesta Penguburan paling spektakuler yang ada di Bumi dan Alam Semesta. Upacara pelepasan jenazah istri dan anakku akan segera aku selenggarakan. Perkabungan memang masih menyelimutiku. Namun aku harus kuat. Aku bergegas keluar rumah. Aku berjalan ke tempat parkir flying helicap aku. Flying helicap adalah wahana yang terbang menyusuri lintasan electro-magnetic yang dibangun di seantero kota Dayakkenyah City. Aku pergi ke AllReligionsPrayerHouse, tempat ibadah semua agama dalam satu bangunan raksasa berukuran sepuluh kilometer persegi. Sebagai catatatan agama-agama yang bertahan hidup hanya Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, Yahudi, Scientologi, dan Kejawen.

Aku melintasi pusat kota Dayakkenyah City, terlihat masih berserakan mayat-mayat di dalam mobil-mobil yang masih saja mengambang di setiap lintasan. Tak ada perubahan semua masih berfungsi. Sungguh ajaib. Sistem kelistrikan dan sarana publik masih berfungsi sempurna. Aku keluar kota menuju AllReligionsPrayerHouse.

Tiga hari lalu aku tinggalkan tempat ini. Ribuan mayat masih ada di dalam Chamber of Faith sesuai dengan agama yang mereka anut dan semua sudah dibakukan dalam HighestLaw. Tak ada lagi perselisihan antar agama. Apa yang akan dicari dan dipaksakan dalam beragama? Diskursus tentang kebenaran berakhir pada subjektifitas absolut; persepsi individu dan hak azasi manusia. Itu zaman seribu tahun lalu. Sekarang kehidupan beragama ada pada tataran ko-eksistensi. Semua hidup menjalankan agama dengan hingar-bingar dan penuh kebebasan jiwa. Bahkan gedung peribadatan dibangun dalam satu tempat. Proses pengerucutan bertahannya agama-agama tersebut melalui pendakwahan dan pengajaran dan pendidikan agama, bukan melalui pemaksaan seperti terjadi pada ribuan tahun lalu. Lewat perang. Jihad. Perang Salib Islam dan Kristen. Martir. Pembunuhan dan genosida atas bangsa Maya dan Inca di Amerika Latin yang memaksa mereka mengubah keyakinan. Pembunuhan bahkan penyerangan dan perang besar atas nama Tuhan dan kebenaran hanya menjadi kisah klasik romantisme seribu enam ratus tahun lalu. Atau yang paling dekat pada tahun 2000-an.

Pada tahun 2000-an manusia mengalami penderitaan yang sangat dalam jiwa mereka. Manusia ada pada titik persimpangan tentang keyakinan pada Tuhan. Adanya banyak keyakinan dan sekte dalam agama menimbulkan pergesekan dan pemaksaan keyakinan. Bahkan pemahaman sempit tentang Bumi telah memaksa geopolitik dan geokeyakinan menjadi terbatas di tingkat Negara dan bangsa. Zaman dulu agama dan kepercayaan dibatasi oleh yang disebut Negara. Contoh kepercayaan Syi'ah, salah satu kepercayaan sekte Islam yang tumbuh subur di Iran, Iraq, Bahrain, Lebanon dan banyak di negara Timur Tengah lainnya tidak diperbolehkan tumbuh misalnya di Indonesia. Islam dan cara berpakaian ala Islam dengan menutup aurat dibatasi di negara Perancis dan Inggris. Bahkan berdoa secara agama tertentu di sekolah-sekolah publik di Amerika Serikat dilarang. Ini suatu keanehan bagi kami sekarang. Bagaimana mungkin sesuatu keyakinan yang berlangsung dalam jiwa dipaksakan dan dibatasi oleh hanya tempat sempit yang disebut negara itu. Kami pada zaman ini tak bisa mengerti cara pikir dan pola pikir picik tersebut.

"Agamamu agamamu agamaku agamaku. Mari kita saling berbagi dalam kehidupan di Bumi dan akhirat," kata Supreme Datuk Kaisar. Kaisar Pertama Koloni Indonesia.

Itu pesan yang kami yakini kebenarannya. Ko-eksistensi dalam menjalani kepercayaan beragama adalah tenet atau sila pertama dari sila-sila dalam HighestLaw.

Tempat yang aku tuju di AllReligionsPrayerHouse adalah Chamber of Heaven, tempat penyembahyangan jenazah dan ‘pemakaman' atau peluncuran mayat ke angkasa. Berbagai pilihan pemakaman bisa dilakukan di Koloni Indonesia. Di Chamber of Heaven aku berdoa sesuai dengan keyakinan aku dan istriku dan anakku.

"Tuhan. Terimalah arwah istri dan anakku. Aku kembalikan mereka dalam tanganMu. Kau pemilik asli jiwa kami, jiwa seluruh manusia dan humanchip. Kini aku kirimkan dengan wahana ini jiwa istri dan anakku hingga pada ketinggian langit yang ke 9 mereka akan langsung menemuiMu," begitu doa aku.

Kini aku masukkan jenazah abu istri dan anakku ke dalam roket yang sudah terpasang di Chamber of Heaven. Roket ini akan meluncur ke ketinggian di mana batas Alam Semesta dan Akhirat berada. Sesungguhnya Dunia dan Akhirat terkoneksi. Ini kepercayaan kami pada zaman ini. Pada titik ini manusia dan humanchip akan masuk ke akhirat. Aku tempatkan tabung abu anakku di atas tabung abu istriku. Memang dalam aturan anak dikuburkan dulu sebelum ayah atau ibunya. Biarkan anakku dulu yang sampai ke surga, baru istriku. Aku tutup pintu roket. Secara otomatis mesin pembangkit listrik roket bekerja. Kini aku pencet tombol Prayer di panel perintah.

Maka doa berkumandang sesuai yang aku maui. Semuanya sudah distandardkan dan komputer memanjatkan doa-doa sebelum peluncuran jenazah ke surga. Rasanya doa dipanjatkan oleh ribuan orang. Benar saja tiba-tiba tergambar di dinding dan ruang itu ribuan orang hadir mengenakan baju hitam, memanjatkan doa, syahdu dan tak kuasa aku meneteskan air mata. Luar biasa. Semua orang di Koloni Indonesia tergambar dan hadir dalam pemakaman ini. Satu per satu wajah semua orang tampak. Semua wajah humanchip alias manusia yang hidup di Koloni Indonesia sudah diprogram untuk hadir dalam setiap perkabungan dan penguburan secara virtual. Bunga-bunga krisantium mawar yang sudah musnah sejak perang besar tahun 2600, hadir secara virtual. Sungguh indah bunga itu. Aku baru sekali ini melihat bunga indah yang hanya hadir jika ada pemakaman.

Satu-satu kepala menunduk ke arahku. Mengungkapkan duka. Padahal semua orang itu telah rusak, telah mati. Luar biasa komputer diprogram untuk mengetahui siapa yang sedang berkabung. Aku tak mengenali semua wajah itu. Namun upacara pengucapan perkabungan memakan waktu lebih dari sembilan jam. Belum lagi ucapan belasungkawa dari delapan Pemimpin Koloni lainnya.

"Aku ikut berbelasungkawa atas pulangnya istri kamu, Vrisunda Chip No. 321A4B23. dan anak kamu Rejoice Chip No. 89324A21, Niko Amortal," kata Datuk Kaisar. Tak terkecuali mengucapkan kata-kata penghiburan yang langsung ditujukan kepadaku.

"Terima kasih Datuk Kaisar," jawabku.

Datuk Kaisar hadir secara virtual namun nyata di depanku. Mengelus pundakku dia. Tak kuasa aku meneteskan air mata. Betapa peduli pemimpin bangsa kami. Bagaimana seorang rakyat biasa seperti aku mendapatkan penghormatan tinggi.

Aku jadi teringat hikayat yang pernah aku baca di ColonyLibrary bahwa para presiden dan raja pada zaman purba hanya akan menghadiri pemakaman orang-orang kaya, sesama presiden atau raja dan pangeran. Mereka dipilih oleh rakyat, merayu rakyat dengan penipuan berupa kampanye di televisi dan surat kabar - surat kabar pada waktu itu masih dicetak di atas kertas. Setelah menjadi pemimpin, mereka melupakan rakyat. Mereka hidup di istana yang jauh dari rakyat. Hidup dikelilingi pengawal. Takut bertemu rakyatnya. Aneh. Lebih aneh lagi rakyat yang membiayai semua kenikmatan perlakuan para pemimpin itu. Pemimpin bahkan tidak memikirkan rakyatnya. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Sungguh ajaib hubungan antara rakyat dan pemimpin pada zaman itu: katanya itu disebut demokrasi.

Aku mengusap air mata terakhir di pipi kananku. Aku melangkah menuju panel kontrol di Chamber of Heaven yang ada di depan aku. Satu-satu kakiku melangkah penuh hikmat. Inilah saat-saat terakhir aku berhubungan dengan istri dan anakku. Mereka akan mengarungi angkasa ke langit tingkat ke sembilan dan bertemu dengan Tuhan di sana. Langsung masuk akhirat. Di situlah surga paling dekat dengan dunia berada. Pada zaman dua ribu lima ratus tahun yang lalu juga banyak orang yang yakin bahwa surga ada di langit tingkat 7, luar biasa.

Perlahan aku katupkan kedua tanganku di dadaku, aku tundukkan kepala menghormati istri dan anakku. Aku sentuh tombol panel itu. Perlahan. Seakan aku tak rela bahwa mereka akan pergi selamanya. Namun aku kuatkan hati dan jiwa. Aku alirkan kekuatan agar tanganku mampu dan kuat menyentuh dan menekan timbol itu. Klik! Kutekan tombol itu.

Suara gemuruh dari dalam roket. Muncul wajah istri dan anakku di dinding roket. Tersenyum. Melambaikan tangan ke arahku seolah mengatakan selamat tinggal padaku. Aku terharu. Atap Chamber of Heaven di dalam kompleks gedung AllReligionsPrayerHouse terbuka perlahan. Langit malam bertabur bintang. Terlihat indah menawan. Aku bersimpuh takjub memandangi langit yang begitu bertaburan bintang. Ternyata the Chamber of Heaven adalah teropong bintang dan alam semesta berukuran raksasa yang mampu menjangkau sampai galaksi-galaksi. Begitu nyata alam semesta terbentang. Ke sanalah istri dan anakku menuju. Namun yang aku tahu hanya sampai langit tingkat sembilan. Kata ‘langit' hanya sisa dari peradaban masa lalu yang dipercayai hanya dengan iman. Langit sesungguhnya hanya batas pandangan. Ketika batas pandangan mata diperpanjang ke batas antar galaksi, maka langit menjadi sirna atau terbentang makin luas. Sungguh besar kuasa Tuhan.

"Ten, Nine, Eight, Seven, Six, Five, Four, Three, Two, One ...." Hitungan mundur. Maka pada hitungan Zero melesatlah roket itu bergerak vertikal menuju ketinggian bintang dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Teknologi telah mengurai materi atau benda melebur mendekati materi cahaya sehingga kecepatannya mencapai 298.792 meter per detik, sedikit lebih lambat dari kecepatan cahaya yang 299.792 m per detik.

Delapan menit telah berlalu. Aku masih takjup melihat roket bergerak melesat. Dalam delapan menit jarak 150 juta km telah ditempuh. Roket itu telah mencapai jarak sejauh Bumi-Matahari. Di keheningan itu tampak sekali roket di depan mataku karena teropong raksasa di Chamber of Heaven. Pantas sekali namanya Chamber of Heaven, karena tampak sekali dari ruangan ini keindahan bintang laksana surga di angkasa sana.

Pada menit kesepuluh roket berhenti. Kapsul terbuka. Dua tabung yang aku taruh di dalam roket keluar satu-satu. Tampak istriku tersenyum, demikian pula anakku. Melambaikan tangan mereka dari jarak 187 juta kilometer dari Bumi. Aku lambaikan tanganku. Aku cium tanganku dan aku salutkan ke arah mereka.

Dua tabung itu memancarkan cahaya seperti pelangi, masing-masing meluncur ke dua arah berlawanan. Dan ... kembang api raksasa berwarna pelangi menggambarkan wajah istri dan anakku berdiam sepuluh detik dan mengucapkan kata yang aku dengar di Chamber of Heaven di Bumi ini. Wow.

"I love you, Niko. I love you, Daddy," kata istri dan anakku serempak sambil tersenyum.

"I love you, Vrisunda. I love you, Rejoice. Selamat jalan istriku, anakku, Sayang," kataku menyambut ucapan cinta mereka.

Pada detik kesebelas istri dan anakku telah masuk ke pintu surga. Aku bangkit dari tempat bersimpuh aku. Aku tekan tombol lagi dan meninggalkan Chamber of Heaven dan keluar dari dalam kompleks AllReligionsPrayerHouse.

Kini aku menghampiri flying helicap aku. Pulang ke rumah. Menyusuri kota yang masih saja penuh mayat bergelimpangan. Tugas baru menanti. Seorang diri. Paling tidak aku sudah lega mampu menjalankan tugas ‘memakamkan' istri dan anakku. Kini tugas-tugas menanti aku. Mampukah aku hidup seorang diri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun