"Revisi UU Menantu juga tidak tepat timingnya. Nanti saja kalau sudah tenang akan diperjuangkan untuk melemahkan Menantu agar Menantu sebagai tonggak paling depan pemberantasan korupsi menjadi sama seperti Kejaksaan yang impoten. Untuk itu Mertua selalu mengganggu agar Menantu tidak bisa merasa tenang, tidak bisa merasa senang. Dengan demikian Menantu tidak bisa bekerja. DPR dengan tegas mendukung Mertua melemahsyahwatkan Menantu. Menantu kurang ajar menjebloskan banyak anggota DPR. Ini tak boleh dibiarkan!" teriak DPR kegirangan mendengar pidato Pak Beye.
DPR tahu makna sesungguhnya pidato Pak Beye yang melemahkan peran Menantu dan menyembunyikan korupsi lain di lingkungan Mertua. Keadaan ini sama dengan perseteruan KPK versus Polri, SBY mendua dan tidak tegas dalam memberikan komando. SBY seolah memberikan peran kepada KPK untuk mengusut Korupsi di Polri, namun kalu dicermati SBY justru membatasi gerak pemberantasan korupsi di Polri jika ada. Ini tak dipahami publik dan Rakyat. DPR pun sebenarnya merasa kurang puas. Namun apa boleh buat, untuk sementara SBY mundur selangkah dalam upaya anti pemberantasan korupsi, demi keamanan kursi kepresidenan yang bisa tergoncang jika salah berpihak. Mundur selangkah untuk menang 10 langkah anti pemberantasan korupsi ala Polri dan DPR yang secara tidak langung dibiarkan oleh SBY.
KPK sungguh hanya bisa tetap ada jika Rakyat mendukungnya. KPK tetap akan diserang dan dilemahkan dan bahkan impoten - seperti pelemahan Menantu oleh Mertua - oleh mafia anti pemberantasan korupsi yang terdiri dari unsur Polri dan DPR yang kotor. Biarkan Polri dan DPR lupa bahwa melemahkan dan mengerdilkan KPK sama dengan berhadapan dengan Rakyat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H