Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Yusril Tolak Bela Jokowi dan Prabowo Menang di Mahkamah Konstitusi

17 Juli 2014   08:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:06 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik Yusril menolak menjadi pengacara Jokowi. Yusril Ihza Mahendra pun menanggapi dengan cepat berita terkait konflik gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Penolakan Yursril ini bisa dipahami. Di dalam Mahkamah Konstitusi ada Hamdan Zoulva, orang mantan pentolan Partai Bulan Bintang (PBB). Jika Yusril menjadi pembela Jokowi maka hal itu akan merugikan Prabowo-Hatta - yang berdasarkan formulir C1 dipastikan kalah terhadap Jokowi-JK, baik hasil hitung cepat maupun hasil hitung manual alias perhitungan faktual alias real count. Ingat PBB menjadi pendukung Prahara. Bisa menjadi conflict of interest. Apakah penolakan itu hanya sebagai penolakan atau ada skenario besar di balik gugatan Prahara di MK?

Ini rangkaian tulisan ketiga terkait skenario kemenangan Prabowo di Mahkamah Konstitusi setelah semua celah ditutup oleh masyarakat. Tampak sekali bahwa skenario untuk menggugat hasil pemilu bukan hanya ditujukan pada ‘kekalahan jumlah suara', namun yang digugat adalah pemilu presiden secara keseluruhan, seperti yang disampaikan oleh Habiburrahman anggota Timses Prabowo-Hatta. Kenapa demikian?

Pertama, karena kalau yang dituntut dan digugat di MK hanya ‘kekalahan angka dan suara' maka ‘kekalahan angka tersebut sangat mudah dipatahkan' karena bukti-bukti C1, D1 sudah sedemikian rapi dijaga dan menghasilkan angka-angka ‘kemenangan versi mereka sendiri', sementara versi independen termasuk www.kawalpemilu.org dan lainnya di Tumblr berdasarkan pemantauan relawan menyatakan Jokowi-JK menang.

Kedua, sebelumnya, KPU lewat Husin Kamil Manik dan Hadar Nafis Gumay yang membuka wacana untuk mendorong Prabowo maju menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Kedua orang ini tampaknya seperti kehilangan rasa percaya diri bahwa hasil rekapitulasi penghitungan suara KPU sah, legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga, tak hanya KPU, Susilo Bambang Yudhoyono pun mendorong Prabowo untuk maju menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Ini hal yang aneh. Di satu sisi Yudhoyono menyuruh kedua pasangan capres Jokowi-Prabowo untuk menerima hasil, di lain sisi mendorong Prabowo untuk menggugat di Mahkamah Konstitusi. Tindakan Yudhoyono ini memerpanjang ketegangan di Indonesia karena tidak mendapatkan kepastian pemenang pemilu presiden dengan segera.

Keempat, situasi negara yang dibuat dan diarahkan ‘siaga dan waspada' oleh TNI dan Polri juga patut dipertanyakan. Untuk apa dan tujuan apa? Kondisi dibuat panas dan ‘perasaan rakyat' diarahkan untuk ‘diam'. Ini penggiringan. Bahkan kalangan DPR pun sampai menyampaikan negara jangan diarahkan menjadi tegang, namun tegas. Rakyat menjadi was was dan justru kondisi politik yang berlarut-larut akan berdampak buruk terhadap bangsa dan negara.

Kelima, tolakan pakar hukum Yusril untuk membela Jokowi-JK dengan alasan Yusril hanya membela bangsa dan negara juga bukanlah satu-satunya alasan. Alasan yang lain adalah Yusril tampaknya sudah tahu arah ‘kemenangan dan kekalahan' di Mahkamah Konstitusi. Jika alasan Yusril kemenangan Jokowi sudah jelas, maka hal itu menjadi tidak logis jika Yusril menolak ‘kemenangan kasus', padahal seorang pengacara akan sangat senang jika menangani kasus yang telah jelas akan menang. Namun karena alasan Yusril adalah hanya membela negara, ya dihargai. Namun, justru di balik penolakan itu menjadi menarik. Kenapa? Negara membutuhkan pembelaan orang sekelah Yusril Ihza Mahendra pada saat-saat penting seperti ini. Posisi netral Yusril sangat menarik di antara tuntutan di Mahkamah Konstitusi.

Keenam, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mematok waktu keputusan MK terkait sengketa pemilu pada 21 Agustus 2014. Seharusnya, MK tidak menentukan waktu pengambilan keputusan. Bagaimana MK bisa menetapkan waktu keputusan sengketa pilpres akan diketok pada tanggal 21 Agustus 2014 sementara gugatan belum disampaikan oleh Prabowo? Persidangan dan pengajuan bukti-bukti pun belum disampakan.

Apakah MK sudah mengetahui dan mengatur kasus untuk Prabowo dengan skenario pemenangan atau pengalahan? Ini menjadi catatan bagi MK yang tampaknya sudah siap-siap membuat kejutan. Apalagi di dalam MK sekarang ini sangat rapuh dan Ketua MK, Hamdan Zoulva, sendiri adalah orang mantan anggota partai PBB yang di dalamnya Yusril menjadi pentolan partai.
Apakah Yusril sudah tahu arah kemenangan dan kekalahan Prabowo yang akan menuntut di Mahkamah Konstitusi?

Nah, jadi status negara yang panas yang dinyatakan oleh siaga dan waspada oleh TNI dan Polri (1) terkait rangkaian perkembangan perhitungan suara di KPU, mulai dari C1 yang dikawal KPU yang menenangkan Jokowi-JK, (2) dua kali komunikasi SBY, yang satunya melalui telepon dengan Ketua KPU Husni Kamil Malik yang (3) serta-merta setelah ditelepon SBY, Husni Kamil Malik dan Hadar Nafis Gumay menyatakan hasil rekapitulasi KPU bukanlah hasil final penentuan pemenang capres, namun MK.

Komunikasi telepon SBY Husni Kamil Manik pun dikecam oleh Ketua DKPP Jimly Ashshidique. SBY tengah memberikan pesan dan intervensi terhadap KPU. DKPP pun memeringatkan Ketua KPU agar tak bermain-main dan Jimly mengancam akan memecat Ketua KPU jika memihak dan tidak jujur.

Hal yang sama disampaikan oleh SBY bahwa (4) pemenang pilpres ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi. Kondisi ini ditambah oleh (5) penolakan Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara Jokowi, yang dapat dimaknai bahwa Yusril tampaknya tahu perkembangan politik dan hukum terkait hasil Pilpres 9 Juli 2014 di Mahkamah Konstitusi dalam kaitan dengan gugatan Prabowo, peran KPU, SBY dan Mahkamah Konstitusi dalam rangka pemenangan Prahara.

Yang patut dicatat, selain penolakan Yusril membela Jokowi-JK, Ketua Mahkamah Konstitusi adalah mantan pentolan Partai Bulan Bintang (PBB) yang menjadi pendukung Prabowo-Hatta. Independensi Ketua MK patut dipertanyakan dan sebaiknya Hamdan Zoulva diganti dan tak menangani sengketa pemilu karena tentu ada conflict of interest - seperti banyak keputusan Akil Mochtar terkait dengan Golkar seperti Ratu Atut. Ini wajib diwaspaspadai sejak awal.

Dengan demikian maka skenario pemenangan gugatan Prabowo-Hatta, yang belum diajukan saja sudah tahu MK akan memutuskan pada tanggal 21 Agustus 2014, di Mahkamah Konstitusi bukan hanya isapan jempol belaka.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun