Maka, tiba-tiba, dengan gayanya yang agresif, Prabowo menarik perhatian. Didukung dengan kampanye yang dimulai 2009 dengan menyewa ahli media sosial Noudhy Valdryno, Prabowo menarik kaum muda dengan Facebook dan Twitter. Di samping Prabowo muncul pendukung bernama Fadli Zon, mendampingi Prabowo. Prabowo menjadi sosok yang dibesar-besarkan oleh para pendukungnya. Awal sosok Prabowo dibesar-besarkan adalah ketika Gerindra mendapatkan suara 11% dalam pileg. Media membesarkan Prabowo dengan menyebutkan raihan dua digit itu sebagai prestasi luar biasa.
Dengan penggambaran Prabowo pasti menang dalam pilpres, dengan didukung oleh gaya teriakan gempita semacam Jenderal Yohanes Suryo Prabowo dan Kivlan Zen, juga berbagai penggambaran kepastian menang dari PKS dan ARB serta PPP dan PAN, Prabowo tiba-tiba muncul menjadi manusia kuat, berpengaruh, dan ditakuti. (Namun sebenarnya itu baru potensi menjadi manusia kuat jika, sekali lagi jika memenangi kursi Presiden RI. Kata ‘jika' itu yang lupa didengungkan ke telinga Prabowo sehingga Prabowo merasa kuat, hebat, berpengaruh, dan berkuasa.) Padahal Prabowo belum menang sebagai capres.
Bayangan Prabowo menjadi Panglima Tertinggi TNI adalah mimpi indah yang akan sangat luar biasa bagi Prabowo. Dari Danjen Kopassus yang dipecat, lalu menjadi Presiden RI dan akhirnya menjadi Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia. Bagi Prabowo dan para pendukungnya, tentu itu adalah a sweet revenge atau avenge. Namun bagi para penentangnya, Prabowo menjadi Panglima Tertinggi TNI adalah ironi sejarah Indonesia yang harus dihindari.
Gambaran indah itu terus terbangun selama kampanye pilpres. Di tengah kampanye, sisi mistis seperti awal mula Prabowo menjadi cerah dalam karir militer, bahwa Titiek Soeharto adalah jembatan dan prasyarat ‘kamulyan' diraih Prabowo. Kemuliaan itu akan teraih jika Prabowo menikahi Titiek sebelum pilpres. Namun kenyataannya, Prabowo gagal menikahi kembali Titiek Prabowo sebelum 9 Juli 2014.
Bahkan berita santer akan rujuknya Prabowo pada 6 Juli 2014 hanya isapan jempol penghiburan. Tak pernah terjadi. Pernyataan Mahfud MD, Fadli Zon, Marzuki Alie tak mampu mendorong Prabowo-Titiek rujuk. Dalam diri Titiek gambaran menjadi Ibu Negara mendampingi Prabowo menjadi mimpi indah. (Padahal bila Prabowo menang belum tentu dia menikahi Titiek karena ada calon lain seperti Julia Perez yang terang-terangan melamar Prabowo, bahkan digosipkan ada ‘perempuan' Thailand pacarnya.)
Maka pada 9 Juli 2014 pilpres berlangsung dan Prabowo kalah. Kekalahan itu tak dia terima dan Prabowo menggugat ke Mahkamah Konstitusi - sebelumnya dia ngambek dan menarik diri menolak hasil perhitungan suara KPU yang menyatakan Prabowo kalah.
Kekalahan itu menghancurkan semua mimpi yang telah telanjur dibangun Prabowo dan para pendukungnya. Prabowo gagal menjadi Panglima Tertinggi TNI. Prabowo gagal menjadi Presiden RI. Prabowo gagal menyelamatkan perusahaan Aburizal Bakrie dan dirinya. Prabowo gagal melindungi Suryadharma Ali dan Idrus Marham. Prabowo gagal memberikan 7 kursi menteri ke PKS dan 5 kursi menteri ke PPP. Dan, Prabowo gagal memberikan kursi Menteri Utama kepada ARB dan gagal memberikan kursi menteri kepada Fadli Zon.
Lebih menyakitkan lagi, Panglima Tertinggi TNI itu akan diemban dan disematkan kepada orang sipil mantan penjual mebel: Joko Widodo. Sungguh memalukan bagi Prabowo dan para pentolan partai pendukung. Maka dengan cara apapun, Jokowi tak boleh menjadi presiden. Semua jalan untuk menghambat laju Jokowi akan ditempuh.
Maka pada akhirnya, setelah dibesar-besarkan oleh para pentolan partai dan Timses dan kesalahan kampanye yang dipimpin oleh fadli Zon, maka Prabowo dari prajurit, mantu eyang saya Presiden Soeharto, Danjen Kopassus, calon Panglima Tertinggi TNI, lalu menjadi manusia biasa banget yakni: Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Prabowo menjadi sangat biasa tanpa kekuatan, tanpa pengaruh, tanpa kebanggaan. Dia hanya pemilik partai seperti halnya Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, dan Hilmi Aminuddin. Atau paling banter, Ketua Satgas Koalisi tanpa kekuasaan seperti SBY misalnya. Kemuliaan itu ada pada Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia dan menjabat Panglima Tertinggi TNI. Dan, Jokowi mewarisi pesawat kepresidenan RI dari SBY seharga hampir Rp 1 triliun yang sudah diimpikan oleh Prabowo sebagai pesawat Air Force One dengan gambar Garuda Merah.
Salam bahagia ala saya.