Prabowo adalah sosok luar biasa. Dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti kiasan. Kisah hidupnya, nasibnya, kepribadiannya sangat menarik untuk diamati dan diikuti. Inilah catatan tentang Prabowo dari seorang prajurit, cawapres, capres, sampai calon Panglima Tertinggi TNI. Mari ikuti kisahnya yang sangat menarik yang disisipi oleh keberadaan Jokowi sebagai sisi cerita Prabowo.
Nama Prabowo Subianto melambung tinggi ketika menjadi Danjen Kopasus. Berwajah ganteng dan gagah, Prabowo muda hanya pantas menikahi putri raja atau presiden. Dan, benar. Prabowo menikahi Titiek Prabowo. Menikahi putri eyang saya Presiden Soeharto merupakan sarana menuju kemuliaan. Titiek adalah jembatan kemuliaan yang dia tak miliki sendiri. Dalam khasanah kebudayaan dan mistis Jawa, garwo sangat penting. Kisah kemuliaan pertama berakhir ketika Prabowo bercerai dengan Titiek mengikuti nasibnya dipecat dari dinas TNI.
Bahkan Prabowo pun dituduh sebagai pelaku pelanggaran HAM dan pernah dipanggil oleh Komnas HAM sebagai saksi-pelaku. Namun Prabowo tidak pernah hadir dan mangkir atas panggilan Komnas HAM tersebut. Berkas kasus hukum Prabowo pun masih ada di Kejaksaan. Tak ketinggalan Prabowo pergi ke luar negeri untuk menghindari pemeriksaan.
Namun, pada suatu saat, Prabowo pulang ke Indonesia dan mengikuti Konvensi Capres Partai Golkar pada 2004. Prabowo kalah melawan Wiranto yang menjadi capres. Usaha Prabowo tak berhenti, pada 2009 Prabowo maju lagi menjadi cawapres mendampingi Megawati. Prabowo pun gagal menang karena fenomena Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang luar biasa.
Tak patang arang, Prabowo terus berjuang dengan partai guremnya Gerindra. Kampanye sepanjang 2009-2014 melalui media televisi memopulerkan diri dengan iklan di televisi berhasil mengangkat Prabowo. Pada 2012, Prabowo bersama Megawati menjadikan Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan Wagub DKI Jakarta. Itu prestasi luar biasa. Pun elektabilitas yang tahun 2009 hanya 1,2% terangkat menjadi sekitar 9% pada 2013 awal. Bahkan pada awal 2014, elektabilitas Prabowo tercatat sekitar 13%. Prabowo berada pada posisi kedua popularitas setelah Jokowi.
Di tengah popularitas Jokowi yang tak terbendung dan tak lakunya para cawapres lain seperti Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Anis Matta, Hidayat Nur Wahid, Suryo Paloh, Muhaimin Iskandar, Gita Gutawa, Rhoma Irama, dan Wiranto dan Harry Tan, Prabowo tiba-tiba melejit menjadi pesaing paling kuat melawan Jokowi.
Media massa yang hebat membesarkan elektabilitas Prabowo yang 19%. Maka Prabowo berubah menjadi satu-satunya orang yang dianggap mampu menandingi Jokowi. Para partai terobsesi merapat dan ingin numpang mulia dengan menjadi pendukung Prabowo.
Salah satu penyebab Prabowo didukung oleh 7 partai yang memiliki sekitar 62% suara di DPR adalah cara Jokowi yang jual mahal. Jokowi menyaratkan koalisi tanpa syarat, padahal para partai seperti PKS, PPP, Golkar, PAN adalah para partai bergelar ‘kursi menteri' dan ‘wani piro'. Tentu pada akhirnya Jokowi dijauhi oleh para partai. Kondisi ini ditangkap oleh Prabowo.
Meskipun hanya bermodal 11% suara di DPR, Prabowo dengan meyakinkan mampu ‘meragukan' keyakinan bahkan SBY bahwa dia akan menjadi Presiden RI - bahkan Prabowo pernah meminjam podium Kepresidenan di Istana Presiden untuk berpidato meminta dukungan SBY atau seolah SBY mendukungnya.
SBY pun diam dan tak berani menegur Prabowo yang bertindak di luar kepatutan yang bukan haknya berpidato di Podium Kepresidenan dengan lambang garuda. Tak pelak semua pentolan partai pun goyah dan akhirnya mendukung Prabowo. Yang pertama terpengaruh oleh sikap SBY tentu besan SBY, Hatta Rajasa. Hatta setelah ditolak oleh Jokowi segera merapat ke Prabowo. Langkah ini mendahului Aburizal Bakrie yang masih percaya diri mendapatkan partner untuk menjadi capres. Namun jangankan capres, untuk menjadi cawapres Jokowi pun ARB tak laku.
Dalam kondisi putus asa, ARB mendukung Prabowo dan dijanjikan posisi Menteri Utama jika Prabowo menang. Di tengah meredupnya bisnis ARB dan juga kegagalannya memenangi pileg 2014, menjadi Menteri Utama adalah peluang besar bagi ARB. Maka bersama sekondan lain seperti Idrus Marham, ARB all-out membela Prabowo dan memastikan Prabowo menang seperti juga janji dan koar-koarnya PKS. (Bahkan sampai setelah kekalahan Prabowo, Idrus Marham, ARB dan PKS adalah motor penggerak Prabowo untuk tidakmenerima kemenangan Jokowi-JK sampai titik darah penghabisan. Sampai nanti di forum Pansus Pilpres, Pansus MK dan aneka pansus untuk mendelegitimasi Jokowi-JK. Semua ini berawal dari ketidakrelaan dan kemaluan kalah melawan orang tukang mebel: Jokowi yang dua tahun lalu dibantu oleh Prabowo menjadi Gubernur DKI.)
Maka, tiba-tiba, dengan gayanya yang agresif, Prabowo menarik perhatian. Didukung dengan kampanye yang dimulai 2009 dengan menyewa ahli media sosial Noudhy Valdryno, Prabowo menarik kaum muda dengan Facebook dan Twitter. Di samping Prabowo muncul pendukung bernama Fadli Zon, mendampingi Prabowo. Prabowo menjadi sosok yang dibesar-besarkan oleh para pendukungnya. Awal sosok Prabowo dibesar-besarkan adalah ketika Gerindra mendapatkan suara 11% dalam pileg. Media membesarkan Prabowo dengan menyebutkan raihan dua digit itu sebagai prestasi luar biasa.
Dengan penggambaran Prabowo pasti menang dalam pilpres, dengan didukung oleh gaya teriakan gempita semacam Jenderal Yohanes Suryo Prabowo dan Kivlan Zen, juga berbagai penggambaran kepastian menang dari PKS dan ARB serta PPP dan PAN, Prabowo tiba-tiba muncul menjadi manusia kuat, berpengaruh, dan ditakuti. (Namun sebenarnya itu baru potensi menjadi manusia kuat jika, sekali lagi jika memenangi kursi Presiden RI. Kata ‘jika' itu yang lupa didengungkan ke telinga Prabowo sehingga Prabowo merasa kuat, hebat, berpengaruh, dan berkuasa.) Padahal Prabowo belum menang sebagai capres.
Bayangan Prabowo menjadi Panglima Tertinggi TNI adalah mimpi indah yang akan sangat luar biasa bagi Prabowo. Dari Danjen Kopassus yang dipecat, lalu menjadi Presiden RI dan akhirnya menjadi Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia. Bagi Prabowo dan para pendukungnya, tentu itu adalah a sweet revenge atau avenge. Namun bagi para penentangnya, Prabowo menjadi Panglima Tertinggi TNI adalah ironi sejarah Indonesia yang harus dihindari.
Gambaran indah itu terus terbangun selama kampanye pilpres. Di tengah kampanye, sisi mistis seperti awal mula Prabowo menjadi cerah dalam karir militer, bahwa Titiek Soeharto adalah jembatan dan prasyarat ‘kamulyan' diraih Prabowo. Kemuliaan itu akan teraih jika Prabowo menikahi Titiek sebelum pilpres. Namun kenyataannya, Prabowo gagal menikahi kembali Titiek Prabowo sebelum 9 Juli 2014.
Bahkan berita santer akan rujuknya Prabowo pada 6 Juli 2014 hanya isapan jempol penghiburan. Tak pernah terjadi. Pernyataan Mahfud MD, Fadli Zon, Marzuki Alie tak mampu mendorong Prabowo-Titiek rujuk. Dalam diri Titiek gambaran menjadi Ibu Negara mendampingi Prabowo menjadi mimpi indah. (Padahal bila Prabowo menang belum tentu dia menikahi Titiek karena ada calon lain seperti Julia Perez yang terang-terangan melamar Prabowo, bahkan digosipkan ada ‘perempuan' Thailand pacarnya.)
Maka pada 9 Juli 2014 pilpres berlangsung dan Prabowo kalah. Kekalahan itu tak dia terima dan Prabowo menggugat ke Mahkamah Konstitusi - sebelumnya dia ngambek dan menarik diri menolak hasil perhitungan suara KPU yang menyatakan Prabowo kalah.
Kekalahan itu menghancurkan semua mimpi yang telah telanjur dibangun Prabowo dan para pendukungnya. Prabowo gagal menjadi Panglima Tertinggi TNI. Prabowo gagal menjadi Presiden RI. Prabowo gagal menyelamatkan perusahaan Aburizal Bakrie dan dirinya. Prabowo gagal melindungi Suryadharma Ali dan Idrus Marham. Prabowo gagal memberikan 7 kursi menteri ke PKS dan 5 kursi menteri ke PPP. Dan, Prabowo gagal memberikan kursi Menteri Utama kepada ARB dan gagal memberikan kursi menteri kepada Fadli Zon.
Lebih menyakitkan lagi, Panglima Tertinggi TNI itu akan diemban dan disematkan kepada orang sipil mantan penjual mebel: Joko Widodo. Sungguh memalukan bagi Prabowo dan para pentolan partai pendukung. Maka dengan cara apapun, Jokowi tak boleh menjadi presiden. Semua jalan untuk menghambat laju Jokowi akan ditempuh.
Maka pada akhirnya, setelah dibesar-besarkan oleh para pentolan partai dan Timses dan kesalahan kampanye yang dipimpin oleh fadli Zon, maka Prabowo dari prajurit, mantu eyang saya Presiden Soeharto, Danjen Kopassus, calon Panglima Tertinggi TNI, lalu menjadi manusia biasa banget yakni: Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Prabowo menjadi sangat biasa tanpa kekuatan, tanpa pengaruh, tanpa kebanggaan. Dia hanya pemilik partai seperti halnya Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, dan Hilmi Aminuddin. Atau paling banter, Ketua Satgas Koalisi tanpa kekuasaan seperti SBY misalnya. Kemuliaan itu ada pada Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia dan menjabat Panglima Tertinggi TNI. Dan, Jokowi mewarisi pesawat kepresidenan RI dari SBY seharga hampir Rp 1 triliun yang sudah diimpikan oleh Prabowo sebagai pesawat Air Force One dengan gambar Garuda Merah.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H