Selain dua kubu tersebut, menarik mengamati mimik muka sembilan hakim Mahkamah Konstitusi ketika menyidangkan kasus gugatan pilpres Prabowo-Hatta. Dari sembilan hakim tersebut, tampak tujuh memiliki kesesuaian dan dua mengalami ketidaksesuaian rasa ketika mendengarkan pidato Prabowo dan mendengarkan tuntutan atau gugatan pilpres.
Menarik khusus mengamati Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar beserta tujuh hakim konstitusi yang lain. Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar perlu diawasi karena mereka mantan pentolan Partai Bulan Bintang (PBB). PBB adalah partai idiologis seperti PKS yang memiliki pendukung militant. Patut diawasi dan diingatkan bahwa perjuangan idiologis akan dibawa oleh Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar yang mantan pentolan Partai Amanat Nasional (PAN) seperti ketika Akil Mochtar membawa misi partai Golkar di Mahkamah Konstitusi.
Artinya, dari segi reaksi tampak Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar sedikit mengalami perubahan mimik muka ketika mendengarkan pidato Prabowo. Keduanya sedikit tegang ketika mendengar pidato Prabowo, khususnya ketika Prabowo berapi-api menuduh kecurangan KPU.
Hamdan Zoulva memandang lurus ke depan, dengan memertahankan mulutnya agar tidak bergerak dan tidak berubah. Tangan dan tubuh Hamdan Zoulva tetap tak berubah. Mata-mata Zoulva melirik ke kanan dua kali lalu kembali lurus.
Sementara Patrialis Akbar mengatupkan bibir-birbirnya. Mata-mata Patrialis bertahan tenang tak menunjukkan emosi berlebih. Ini sebenarnya reaksi melawan keanehan yang berusaha disimpan. Tetapi justru di situlah perubahan. Seharusnya, yang terjadi ada perubahan seperti terjadi pada Hatta, Akbar, Fadli Zon dan bahkan Adnan Buyung Nasution.
Sementara ketujuh hakim yang lain tampak ‘berbahagia' dan ‘nyaman' dan ‘biasa' saja ketika mendengarkan orasi Prabowo. Artinya apa? Ketujuh hakim justru tetap fokus dan tidak menunjukkan perubahan mimik muka, berusaha tampil independen dan tidak reaktif sebagai hakim.
Melihat mimik mukanya, di dalam hati, tampak tujuh hakim Mahkamah Konstitusi yang mengadili gugatan Prahara alias Prabowo-Hatta tujuh hakim merasa aneh, jadi biasa, karena telah membaca dan memelajari gugatan Prahara. Jadi membaca mimik muka mereka tampak biasa saja.
Perubahan mimik muka dan ketenangan yang dipaksakan dengan menggerakkan tangan, menatap, melirik, mesem, beringsut dari tempat duduk, menggerakkan tangan, menggerakkan jari, adalah tanda ketidak-nyamanan.
Puncak pertahanan Hamdan Zoulva bobol dan Hamdan memeringatkan Prabowo untuk memersingkat pidato pengantar itu semakin menjadi-jadi. Di situ terlihat Hamdan Zoulva terganggu dengan pidato Prabowo yang melemahkan posisi dan reputasi politis Prabowo sendiri. Setelah memeringatkan itu, reaksi mimik muka Hamdan menjadi lebih tenang seperti halnya Akbar, Hatta dan Adnan Buyung serta para hakim lainnya seperti kedelapan hakim termasuk Patrialis Akbar. Apa artinya, lega ada yang mengingatkan pidato yang semakin melebar ke mana-mana dan jauh dari esensi materi gugatan Pilpres.
Yang berbeda justru perubahan mimik muka Fadli Zon yang mulutnya terkatup dengan tangan diremas-remas dan dikepalkan di depan pangkuannya. Mukanya pun tampak tegang dan mata memandang ke kanan ke kiri dan lurus penuh selidik mengamati sekelilingnya. Artinya? Fadli Zon kecewa junjungannya diperingatkan oleh Hakim Konstitusi. Fadli Zon ingin lebih mendengar pidato Prabowo yag lebih membakar dan menuduh KPU, Bawaslu, DKPP, MK dan bahkan Indonesia kalau perlu. Sayang Hamdan menghentikan. Begitu secara mimik muka yang tertangkap oleh mata dari sisi body language.
Jadi, begitulah dari mimik muka tergambar apa yang ada di dalam hati, pikiran, dan perasaan para pentolan partai mendengar pidato Prabowo. Ada yang biasa, ada yang tenang, ada yang over-excited seperti Fadli Zon dan Amien Rais. Ada yang bereaksi gerah seperti Hatta dan Akbar Tandjung. Ada yang biasa seperti Adnan Buyung.