Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Orasi Prabowo Ubah Mimik Muka Hakim MK dan Pendukung, Rugikan Prabowo!

7 Agustus 2014   16:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:10 11763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14073918231041380252

[caption id="attachment_351526" align="aligncenter" width="600" caption="Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hadir dalam sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2014 di Mahkamah Konsistusi, Jakarta, Rabu (6/8/2014)/Kompasiana (KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES)"][/caption]

Prabowo melakukan orasi berapi-api di Mahkamah Konstitusi. Berbicara gegap gempita. Membakar semangat diri, pendukung dan negeri dengan orasi omongan luar biasa bersemangat. Khas gaya pidato hasil belajar dari rekaman pidato Bung Karno. Itu dari sisi Prabowo. Terhadap pidato Prabowo, ada hal lain yang menarik yakni reaksi banyak orang atas pidato Prabowo di MK dari pendukung dan kubu lawan secara komunikasi bahasa tubuh alias body language. Mari kita bahas sedikit dari sisi psikologi bahasa tubuh ya.

Pidato dan gaya Prabowo sudah cukup bagus. Dimiripkan dengan Bung Karno khusus untuk bajunya oke. Boleh. Untuk isinya jauh panggang dari api. Bung Karno selalu menjadikan panggung sebagai media untuk berakting sempurna miliknya. Maka Bung Karno selalu sempurna memilih kata-kata hingga detilnya pun tak pernah salah.

Prabowo sudah cukup bagus untuk bergaya ala Bung Karno KW, namun akan lebih bagus jika Prabowo belajar membaca dan mengumpulkan fakta sebelum berpidato. Akibatnya, Prabowo sering keseleo lidah dan cenderung impulsive. Ketika berpidato sering keluar dari alur logika dan fakta yang seharusnya dijadikan acuan. Karenanya, pilihan diksi dan kata Prabowo cenderung masih gagap dan belum terstruktur, hasilnya banyak salah.

Selain itu data yang minim menyebabkan pidato Prabowo jauh dari bajunya yang mirip Bung Karno plus lambang cap lang merah di dada kanan. Itu dari sisi Prabowo. Namun, bagi pendukung Prabowo pidatonya ditepuk-tangani yang menyebabkan Hamdan Zoulva memeringatkan. Seolah ruang sidang Mahkamah Konstitusi dianggap seperti di lapangan tempat bermain bola seperti tema lagu kampanye yang dicomot dari lagu the Jakmania, Garuda di Dadaku!

Sangat menarik ketika menonton sidang di Mahkamah Konstitusi secara langsung yang tidak terekam oleh kamera televisi. Ada perbedaan antara melihat langsung mimik muka para hakim Mahkamah Konstitusi dan para pendukung dan pentolan partai. Lebih mudah mengamati karena tidak tergantung oleh fokus kamera televisi.

Tampak Hatta Rajasa mengatupkan kedua tangan dengan penuh perhatian. Mata-mata Hatta tak melihat ke arah kanan ketika Prabowo berpidato. Hatta memandang lurus. Mulut dikatupkan. Maknanya secara psikologi memertanyakan pidato dan isi pidato Prabowo di sampingnya yang berbaju sama.

Di belakangnya ada Akbar Tandjung yang mulutnya terkatup dengan kedua tangan disatukan mengepal. Tampak tegang mukanya, padahal Akbar Tandjung orang tegar dan pemain watak yang hebat. Akbar Tandjung dengan dingin tanpa reaksi berlebihan menahan napas dan memertahankan mukanya agar tidak berubah.

Tak lupa, di baris belakangnya, Fadli Zon justru bermimik ceria, cerah segar dan berbahagia mendengar junjungannya berpidato seperti itu. Apalagi, pengagum Karl Marx dan Fadli pernah berziarah ke makam Karl Marx, mimik muka Fadli Zon langsung berbinar mendengar Indonesia disamakan dengan dan sebagai negara fasis, otoriter dan komunis.

Di dalam hati, berdasarkan bahasa tubuh itu jelas kecewa. Akbar dan Hatta merasa terheran-heran dan masygul dengan isi omongan pidato Prabowo. Maka sehabis pidato, Hatta tidak menyalaminya. Diam saja. Namun tidak bagi Fadli Zon, mimik muka Fadli Zon justru tenang dan tampak halus dan tidak berkerut dengan muka segar. Artinya, Fadli Zon menikmati sekali pidato Prabowo.

Di kubu yang lain, pengacara KPU Adnan Buyung Nasution tampak tenang mimik mukanya. Tenang. Sebagai hakim senior, Adnan Buyung memang memiliki gaya berbeda. Ekspresif. Ketenangan muka Adnan menunjukkan beliau merasa nyaman dan geli mendengarkan pidato Prabowo yang isinya gak karuan itu. Tidak fokus terkait materi tuntutan, namun justru lebih banyak membuat tuduhan yang tak berdasar dan akan sangat mudah dipatahkan.

Selain dua kubu tersebut, menarik mengamati mimik muka sembilan hakim Mahkamah Konstitusi ketika menyidangkan kasus gugatan pilpres Prabowo-Hatta. Dari sembilan hakim tersebut, tampak tujuh memiliki kesesuaian dan dua mengalami ketidaksesuaian rasa ketika mendengarkan pidato Prabowo dan mendengarkan tuntutan atau gugatan pilpres.

Menarik khusus mengamati Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar beserta tujuh hakim konstitusi yang lain. Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar perlu diawasi karena mereka mantan pentolan Partai Bulan Bintang (PBB). PBB adalah partai idiologis seperti PKS yang memiliki pendukung militant. Patut diawasi dan diingatkan bahwa perjuangan idiologis akan dibawa oleh Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar yang mantan pentolan Partai Amanat Nasional (PAN) seperti ketika Akil Mochtar membawa misi partai Golkar di Mahkamah Konstitusi.

Artinya, dari segi reaksi tampak Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar sedikit mengalami perubahan mimik muka ketika mendengarkan pidato Prabowo. Keduanya sedikit tegang ketika mendengar pidato Prabowo, khususnya ketika Prabowo berapi-api menuduh kecurangan KPU.

Hamdan Zoulva memandang lurus ke depan, dengan memertahankan mulutnya agar tidak bergerak dan tidak berubah. Tangan dan tubuh Hamdan Zoulva tetap tak berubah. Mata-mata Zoulva melirik ke kanan dua kali lalu kembali lurus.

Sementara Patrialis Akbar mengatupkan bibir-birbirnya. Mata-mata Patrialis bertahan tenang tak menunjukkan emosi berlebih. Ini sebenarnya reaksi melawan keanehan yang berusaha disimpan. Tetapi justru di situlah perubahan. Seharusnya, yang terjadi ada perubahan seperti terjadi pada Hatta, Akbar, Fadli Zon dan bahkan Adnan Buyung Nasution.

Sementara ketujuh hakim yang lain tampak ‘berbahagia' dan ‘nyaman' dan ‘biasa' saja ketika mendengarkan orasi Prabowo. Artinya apa? Ketujuh hakim justru tetap fokus dan tidak menunjukkan perubahan mimik muka, berusaha tampil independen dan tidak reaktif sebagai hakim.

Melihat mimik mukanya, di dalam hati, tampak tujuh hakim Mahkamah Konstitusi yang mengadili gugatan Prahara alias Prabowo-Hatta tujuh hakim merasa aneh, jadi biasa, karena telah membaca dan memelajari gugatan Prahara. Jadi membaca mimik muka mereka tampak biasa saja.

Perubahan mimik muka dan ketenangan yang dipaksakan dengan menggerakkan tangan, menatap, melirik, mesem, beringsut dari tempat duduk, menggerakkan tangan, menggerakkan jari, adalah tanda ketidak-nyamanan.

Puncak pertahanan Hamdan Zoulva bobol dan Hamdan memeringatkan Prabowo untuk memersingkat pidato pengantar itu semakin menjadi-jadi. Di situ terlihat Hamdan Zoulva terganggu dengan pidato Prabowo yang melemahkan posisi dan reputasi politis Prabowo sendiri. Setelah memeringatkan itu, reaksi mimik muka Hamdan menjadi lebih tenang seperti halnya Akbar, Hatta dan Adnan Buyung serta para hakim lainnya seperti kedelapan hakim termasuk Patrialis Akbar. Apa artinya, lega ada yang mengingatkan pidato yang semakin melebar ke mana-mana dan jauh dari esensi materi gugatan Pilpres.

Yang berbeda justru perubahan mimik muka Fadli Zon yang mulutnya terkatup dengan tangan diremas-remas dan dikepalkan di depan pangkuannya. Mukanya pun tampak tegang dan mata memandang ke kanan ke kiri dan lurus penuh selidik mengamati sekelilingnya. Artinya? Fadli Zon kecewa junjungannya diperingatkan oleh Hakim Konstitusi. Fadli Zon ingin lebih mendengar pidato Prabowo yag lebih membakar dan menuduh KPU, Bawaslu, DKPP, MK dan bahkan Indonesia kalau perlu. Sayang Hamdan menghentikan. Begitu secara mimik muka yang tertangkap oleh mata dari sisi body language.

Jadi, begitulah dari mimik muka tergambar apa yang ada di dalam hati, pikiran, dan perasaan para pentolan partai mendengar pidato Prabowo. Ada yang biasa, ada yang tenang, ada yang over-excited seperti Fadli Zon dan Amien Rais. Ada yang bereaksi gerah seperti Hatta dan Akbar Tandjung. Ada yang biasa seperti Adnan Buyung.

Namun yang jelas, melihat reaksi di persidangan, pidato Prabowo itu merugikan Prabowo sendiri. Jadi, bagaimana dengan Anda mendengar dan melihat pidato Prabowo? Senang? Mengeryitkan dahi? Atau ... tertawa geli..he he he.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun