Sangat menarik. Ternyata SBY dan Fadli Zon adalah guru bagi Jokowi. Fatsun dan komunikasi politik SBY - dan bonus kecil Fadli Zon - menarik untuk diamati. Publik heran dengan sepak terjang SBY. Sampai saat ini SBY masih saja melakukan langkah politik zigzag. Namun, lebih menarik lagi adalah langkah pencitraan ala Jokowi. Ternyata langkah zigzag SBY dan gaya politik Fadli Zon mengilhami Jokowi. Mari kita simak pelajaran buat Jokowi dari dua orang guru komunikasi politik pencitraan bernama Fadli Zon dan SBY dengan hati senang riang gembira bahagia sentosa.
Sewaktu masih menjabat, SBY rajin merekam diri di Youtube sebagai alat pidato. Semua kebijakan populis disampaikan lewat Youtube dan juga Twitter. Untuk memoles diri, bahkan dalam satu kesempatan berpura-pura mendukung Pilkad langsung. Lalu pura-pura marah - walaupun dirinya yang menyuruh Demokrat walk-out - ketika Demokrat keluar dari gedung DPR sebelum voting.
Bahkan kini, SBY tanpa kekuasaan, SBY tanpa pengaruh, SBY masih menggunakan Facebook dan Twitter untuk mengeluarkan pernyataan. SBY tak mampu meninggalkan gaya komunikasi politik seolah-olah. Roh politik pencitraan adalah pencitraan sebagai pengelabu aktivitas tanpa bekerja. Dari SBY ini, Jokowi belajar politik pencitraan.
Ciri politik pencitraan SBY - yang juga diamalkan dan dipercayai sebagai fatsun politik oleh Fadli Zon adalah (1) segala upaya dilakukan untuk mengerek popularitas, (2) berusaha menyenangkan setiap orang, ketakutan dikritik (3) tidak mau mengambil risiko politik yang menurunkan citra diri, (4) membagi-bagi dan mengapling-ngapling anggaran APBN dan kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaan, (5) aktivitas pencitraan digunakan hanya sebagai alat untuk memertahankan kekuasaan politik, dengan metoda mengulur waktu, dan (6) semua aktivitas ditujukan untuk membuat citra politik dan diri secara sempura, i.e, bekerja untuk membuat citra tetap baik.
Selain SBY, maka Jokowi pun belajar dari politik pencitraan ajaran Fadli Zon. Jokowi mengamati dengan baik guru politik pencitraan hitam yang memamerkan politik dan demokrasi urakan. Lewat konsep kampanye hitam - sebagai dasar fatsun politik SBY: kekuasaan sebagai alat untuk kesejahteraan diri dan kroni.
Maka, koalisi Prabowo dibangun untuk memenuhi kebutuhan para anggota partai koalisi dengan rakyat hanya dijadikan sebagai subyek pelengkap penderita. UU MD3 dilahirkan. UU Pilkada DPRD - yang rontok di tengah jalan akibat gaya komunikasi politik pamer kekuatan ala Nurdin Halid dan Aziz Syamsuddin - dilahirkan. Semua ini upaya untuk menguasai ekonomi lewat kekuasaan di tangan bupati/walikota dan gubernur. Persis seperti yang diungkapkan oleh Nurdin dan Aziz yang membela koruptor Yance.
Pencitraan politik Fadli Zon dasarnya hanyalah WTS alias waton suloyo. Apapun harus dikritisi dan dikritik, baik yang benar maupun yang salah. Yang penting asal berbicara. Asal ada pernyataan. Asal ada berita. Padahal dengan cara selalu berkomentar, menurut ilmu komunikasi yang benar, maka nilai pernyataan itu menjadi hampa dan tak memiliki kekuatan magis. Pernyataan model Fadli Zon tidak memiliki kekuatan dahsyat karena hanya menjadi fenomena dan bukan esensi. Omongan Fadli Zon adalah penelanjangan fatsun politik dan niatan politik yang transparan dan mudah diikuti dan dijebak.
Contohnya, dalam masa kampanye, komunikasi politik kampanye hitam dimulai dengan Boneka, Raisopopo dianggap sebagai kemenangan. Euforia popularitas naiknya Prabowo semakin membuat Fadli Zon jumawa. Jebakan oleh timses Jokowi tidak diantisipasi. Timses Prabowo yang telanjur memercayai fatsun komunikasi politik pencitraan dangkal, gagal berpikir jernih. Kampanye hitam dianggap sebagai alat tepat memenangkan kursi kepresidenan. Rob Allyn ahli strategi kampanye hitam Amerika Serikat pun disewa. Penyebar kasus tabloid liar Boneka pun dibela oleh Fadli Zon dan Habiburrahman. Kenapa?
Fadli Zon merasa di atas angin dan kuat. Makanya, bahkan sampai setelah kekalahan Prabowo pun Fadli Zon masih membela penghina Jokowi si Arsyad. Kenapa? Sampai dua bulan lalu, Fadli Zon masih memercayai ilusi dan delusi politik kekuasaan Prabowo dengan gerbong kereta reot bernama koalisi Prabowo - yang kini tengah menghitung hari mogok, macet dan para penumpangnya akan masuk museum kereta politik di Kuningan. Sudah dimulai oleh Suryadharma Ali dan KH Fuad Amin Imron dll 70 orang pesakitan ditahan yang membuat geram Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin.
Nah, dari SBY dan Fadli Zon Jokowi menjadikan mereka sebagai guru: digugu saru. Makanya Jokowi dengan tegas menjawab lewat Twitter, mengeluarkan pernyataan keras yang menghantam dan membungkam SBY. Yakni: "Kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja," tulis Jokowi.
Pernyataan Jokowi lewat Twitter itu untuk menjawab pernyataan terkait ketegasan Jokowi menangani kasus kapal nelayan yang dibakar dan kekuatan Jokowi yang terkonsolidasi dengan baik yang tak disangka oleh SBY. Pernyataan menyindir Jokowi itu berbunyi: "Petik pelajaran di dunia. Pemimpin yg selalu dibenarkan apapun perkataan & tindakannya, tak disadari bisa menjadi diktator atau tiran. *SBY*," demikian cuitan SBY.
Dan juga ancaman SBY indikasi skenario penjungkalan Jokowi oleh koalisi Prabowo yang saat itu masih dipercayai: "Setiap pemimpin pastilah ingin berbuat yg terbaik. Tidak ingin jadi diktator atau tiran & kemudian harus jatuh, spt yg kerap terjadi. *SBY*," kata SBY.
Dan Jokowi pun bercuit sebagai perkataan pamungkas: "Dan dalam kepemimpinan saya hal paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya," kata Jokowi.
Dengan pernyataan Jokowi itu, SBY kapok dan tak akan lagi melakukan tindakan konyol memanfaatkan Twitter untuk menyampaikan unek-unek. Jokowi bukan ayam sayur dan bukan pemimpin berotak kurang encer, sehingga sautan Twitter SBY kepada Jokowi itu akan menjadi suitan terakhir bagi SBY, jika SBY tidak akan menjadi bulan-bulanan Jokowi. Bahkan konferensi pers melalui Facebook ala SBY pun akan berkurang intensitasnya karena pernyataan Jokowi cukup membungkam SBY. Fadli Zon pun memberikan pelajaran bagi Jokowi bahwa kampanye dan gaya komunikasi politik gaya-gayaan pamer kekuatan dan pencitraan hitam tak akan menang.
Itulah peran SBY dan Fadli Zon sebagai guru - alias digugu saru alias diikuti tabu - bagi Jokowi. Untuk dijauhi.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H