Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Intoleransi di Jogjakarta Lunturkan Miniatur Indonesia

2 Januari 2015   03:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:00 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, Sultan HB X kehilangan konsentrasi sebagai penguasa kebudayaan dan peradaban Jawa atau Jogjakarta. Sultan HB X lebih tertarik pada pembangunan fisik seperti mall dan pertumbuhan hotel, restaurant dan property dibandingkan dengan pembangunan dan pembinaan mental kerukunan antar umat beragama.

Kedua, kekuatan kelompok garis keras seperti FPI menjadi dominan di Jogjakarta. Jogjakarta menjadi tempat tumbuhnya radikalisme agama. Tekanan politik dan kultural oleh kalangan anti kerajaan seperti HTI sangat tumbuh subur di Jogjakarta. Sultan HB X pun membiarkan perkembangan tanpa kontrol yang memadai.

Ketiga, keberagaman rakyat Jogjakarta yang semakin multi-kulural dan multi-agama sebagai akibat multi-etnisme Jogjakarta, tidak diimbangi dengan penanganan dan perhatian penuh Sultan HB X sehingga menyebabkan perkembangan tak terkendali.

Keempat, kehidupan hedonisme di Kraton - dan kecenderungan diikuti oleh rakyat Jogja - dengan pusat kekuasaan dan ekonomi terpusat, menyebabkan perubahan orientasi dan prioritas Sultan HB dalam memerintah. Kehidupan multikulturalisme dan pembinaan antar umat beragama - untuk mencegah radikalisme agama - diabaikan dan hasilnya adalah auto pilot pemerintahan Jogjakarta.

Kelima, UU Keistimewaan Jogjakarta menyebabkan Sultan HB X dan keturunannya menjadi penguasa yang nothing to lose dan tak memiliki tekanan dan target Inilah yang oleh SBY hendak diberantas namun gagal. Feodalisme dan kekuasaan turun-temurun di dalam negara Indonesia yang oleh SBY dikhawatirkan tak akan memberikan manfaat selain status quo.

Jadi, dari sejarah kekerasan terbentuknya Mataram dan menyisakan Jogjakarta, kini gambaran Jogjakarta sebagai miniatur Indonesia yang menjujung tinggi toleransi menjadi luntur. Penyebabnya adalah pembiaran yang dilakukan oleh Hamengkubuwono X yang tidak konsen lagi terhadap sejarah kebesaran HB IX, dan juga pembiaran terhadap intoleransi di dalam masyarakat. Selain menguatnya radikalisme dan perkembangan geopolitik lokal dan geo-keamanan lokal yang telah bergeser dengan merebaknya kelompok radikal seperti FPI di Jogjakarta yang begitu dominan. Dan HB X pun ragu bertindak dan membiarkan intoleransi di wilayahnya.

Kami merindukan Jogjakarta yang toleran Sinuhun Dalem Kanjeng Ratu Sultan Hamengkubuwono Kaping X Sayidin Panatagama ingkang Jumeneng Ing Nagari Ngayogyokarto Hadiningrat.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun