Di balik setiap ketidakadilan, ada harapan dan keberanian yang menanti untuk merubah dunia.
Arif adalah seorang anak muda yang tinggal di sebuah kota besar di Indonesia. Kota ini, meskipun megah dan penuh dengan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, menyimpan banyak cerita kelam yang tersembunyi di balik gemerlapnya. Arif tumbuh di sebuah kawasan kumuh di pinggiran kota, di mana rumah-rumah berdempetan, jalanan berlubang, dan bau menyengat dari selokan yang tersumbat menjadi pemandangan sehari-hari.
Sejak kecil, Arif sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba kekurangan. Ayahnya, seorang buruh bangunan, bekerja dari pagi hingga malam untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sementara ibunya berjualan sayur di pasar.Â
Meskipun kehidupan mereka penuh tantangan, Arif selalu diajarkan untuk bersyukur dan berusaha keras. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai melihat dan merasakan ketidakadilan yang begitu kental di lingkungannya.
Di kota besar ini, ketimpangan sosial sangat jelas terlihat. Di satu sisi, ada kawasan elit dengan rumah-rumah mewah, mobil-mobil mahal, dan taman-taman yang terawat. Di sisi lain, ada kawasan kumuh seperti tempat tinggal Arif, di mana orang-orang berjuang keras hanya untuk mendapatkan makanan sehari-hari.Â
Ketidakadilan ini membuat Arif merasa marah dan frustrasi, terutama ketika melihat bagaimana orang-orang di lingkungannya diperlakukan dengan tidak adil hanya karena status sosial mereka.
Kehidupan Sehari-hari
Setiap hari, Arif harus bangun pagi-pagi sekali untuk membantu ibunya membawa barang dagangan ke pasar. Setelah itu, ia bergegas ke sekolah, berjalan kaki sejauh beberapa kilometer karena tidak ada angkutan umum yang memadai di daerahnya. Di sekolah, ia sering merasa iri melihat teman-temannya yang berasal dari keluarga kaya. Mereka memiliki buku-buku baru, pakaian yang bagus, dan tidak perlu khawatir tentang apakah mereka akan makan malam atau tidak.
Meski begitu, Arif tidak pernah patah semangat. Ia selalu berusaha untuk belajar dengan giat dan membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan. Namun, ia tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan pahit yang ia saksikan setiap hari. Salah satu temannya, Budi, harus bekerja sebagai pemulung setelah sekolah untuk membantu keluarganya. Seringkali, Budi tidak bisa mengerjakan PR karena kelelahan atau harus menjaga adik-adiknya.
Ketidakadilan sosial ini juga terlihat dalam sistem pendidikan. Sekolah tempat Arif belajar kekurangan fasilitas dan guru. Sementara itu, sekolah-sekolah di kawasan elit memiliki segala fasilitas yang dibutuhkan untuk proses belajar mengajar yang optimal. Arif merasa kesal melihat betapa besar perbedaan kualitas pendidikan antara dirinya dan teman-temannya dengan anak-anak dari keluarga kaya.