Mohon tunggu...
Arsenio Wicaksono
Arsenio Wicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Lahir di Semarang pada tanggal 25 Maret 1998. Pria bertubuh setinggi Sutan Syahrir ini mengambil fokus studi Akuntansi di Universitas Diponegoro. Memiliki ketertarikan pada dunia ekonomi, sains, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adu Jago Gebuk LGBT dan Perlakuannya di Negara Berkembang

25 Januari 2018   20:13 Diperbarui: 25 Januari 2018   20:19 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sebelumnya belum pernah menulis mengenai LBGT. Hingga malam tadi, tepatnya tanggal 23 Januari saya mendapati sesuatu yang sangat bebal dan lucu di salah satu saluran media TV nasional. 

Sebuah diskusi bertemakan pemidanaan LGBT yang bahkan diisi oleh banyak pakar dalam berbagai bidang, lucunya mereka selalu membawa narasi moral hasil dogma idealisme fundamelistik reliji semata dengan tanpa memberi kredit atau bahkan menyampaikannya dalam argumentasi hasil ilmiah dalam forum diskusi sebesar itu dengan disaksikan jutaan penonton saya perkirakan.

Sebagai permulaan, saya menilai para panelis diskusi yang hadir di acara tersebut dengan mengibaratkan menggunakan epistemologi asumsi Plato. 

Bahwa "universa" yang sering pula ia sebut sebagai "forma" atau "idea" merupakan satu-satunya realitas sejati dan manusia digambarkan terbelenggung oleh rantai yang terikat pada setiap "motor penggerak"nya  dengan arah pandangan yang berlawanan dengan pintu goa sehingga mereka tidak mampu untuk melihat pintu tersebut. 

Namun terdapat sebuah bayangan sebagai hasil dari pantulan cahaya yang dapat masuk di goa tersebut sehingga mereka melihat apa yang mereka alami secara realitas adalah semu belaka. Dalam hal ini, adalah cara-cara mereka memandang homoseksual secara dangkal.

Perlakuan LGBT di Brazil, China dan Arab

Dalam diskusi tersebut, adalah lucu ketika kita membawa narasi seseorang yang selama ini kita anggap sebagai "pasien" yang memiliki arti bahwa LGBT adalah sebuah penyakit. Hal ini ternyata lazim kita temukan pada beberapa negara yang berkembang seperti Brazil, China, dan Arab Saudi. 

Pada salah satu kasus negara seperti Brazil, selama 18 tahun mereka bersikukuh dengan metode untuk menyembuhkan LGBT melalui metode terapi psikologis dari penyimpangan seksuilnya dimulai tahun 1999. Tentunya, upaya ini berujung gagal.

Melansir laman metro.co.uk, penghentian upaya penyembuhan LGBT di Brazil ini adalah akibat dari pembatalan hukum oleh hakim konstitusi setempat setelah hasil penelitian yang dilakukan oleh Roberto Giannini dari The Federal Council of Psychology president, menghasilkan bahwa "there's no way to cure what is not a desease". Dalam hal ini, kita berbicara LGBT di beberapa negara yang masih dianggap sebagai penyakit. 

Disebutkan juga bahwa dalam mengambil keputusan tersebut, memang terjadi perdebatan secara akademis yang dihubungkan dengan kaum relijius dan konservatif. Mengingat 64 persen warga Brazil beragama Katolik.

Beralih ke China, negara yang sama berkembang dan masih memiliki pola pikir umum dengan menganggap LGBT sebagai penyakit. Metode yang digunakan untuk menyembuhkan pun sama, yaitu melalui terapi psikologis, salah satunya ialah hipnosis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun