Hasilnya, sinar matahari tidak langsung masuk ke dalam ruangan, dan cahaya yang masuk menyebar cukup untuk membaca buku tanpa pencahayaan buatan. Aspek ventilasi silang juga membantu mengeluarkan kelembaban dari bangunan dan mencegah buku berjamur atau rusak.
Melalui Microlibrary Warak Kayu, Daliana sukses menunjukan kalau kenyamanan bisa didapat melalui pemilihan material ramah lingkungan dan efisiensi energi melalui upaya menyeimbangkan cahaya alami dengan ventilasi dan pengaliran panas yang tepat. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan tata kelola yang baik melalui aksi nyata lewat pemakaian air dan manajemen sampah yang benar. Agar kehadirannya semakin bermanfaat untuk sekitar.
Berkat dedikasinya dalam menerapkan sistem berkelanjutan ke dalam desainnya, Daliana menjadi satu-satunya arsitek perempuan Indonesia yang masuk dalam nominasi Diversity in Architecture Award atau DIVIA Award 2023, karena dianggap dapat mengangkat kesetaraan gender di dunia arsitektur. Nominasi ini sangat menarik dan mengundang keingintahuan saya, apakah ada ketidaksetaraan dalam dunia arsitektur?
Ketidaksetaraan di Dunia Arsitektur
Arsitektur merupakan cerminan dari masyarakatnya. Semakin maju suatu kota atau daerah biasanya memiliki arsitektur yang baik. Arsitektur yang baik bukanlah sekadar megah dan mewah. Arsitektur yang baik haruslah memenuhi kebutuhan penghuninya termasuk kenyamanan, privasi, aksesibilitas, keamanan, estetika, teknologi, dan lingkungan.Â
Seorang arsitek harus mempertimbangkan dampak bangunan terhadap lingkungan sekitar seperti penggunaan energi, bahan, dan air untuk mencapai transisi energi. Namun jika arsitektur merupakan cerminan dari masyarakat, mengapa bangunan di perkotaan memiliki desain yang lebih baik daripada daerah?
Ketidaksetaraan dalam dunia arsitektur terjadi berasal dari para arsitek itu sendiri yang kerap menetapkan standar tinggi dan tidak menerapkan transisi energi adil dalam berkarya. Pada akhirnya terbentuk stigma kalau profesi arsitek hanya untuk orang menengah ke atas.
Bukan hanya pada ketidaksetaraan ekonomi, ketidaksetaraan gender juga menghantui dunia arsitektur. Arsitek perempuan sering tidak diberi kesempatan bertanggung jawab atas proyek-proyek penting termasuk proyek bangunan berkelanjutan. Mungkin itulah alasan mengapa sulit mencari karya para arsitek perempuan Indonesia yang terkenal di mata dunia.
Ketidaksetaraan gender tidak hanya berhenti di situ. Dalam desain arsitektur, tubuh laki-laki lebih sering digunakan sebagai standar bentuk dan ukuran, misalnya dalam pengaturan sistem sirkulasi udara. Sistem fisiologis perempuan memiliki kapasitas 30% lebih rendah dari pada laki-laki.Â
Laki-laki memiliki jantung 80% lebih besar dibanding perempuan, laki-laki memiliki jumlah sel darah merah 40% lebih banyak dibanding perempuan. Perbedaan-perbedaan itulah yang menjadikan perempuan cenderung mudah lelah jika ruangan tidak mempertimbangkan transisi energi adil.