Ya, sejatinya mereka tidak bersalah. Semua sudah menjadi kehendak Allah saja. Kalau kali ini aku tidak berjodoh dengan Rony dan justru Rahmilah yang dipilih, kini hal itu juga bisa kupahami sebagai rencana Allah. Mudah-mudahan, mereka bisa berbahagia mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga.
Akhirnya, kuputuskan untuk terbang ke Lombok atau nanti sekalian ke NTT. Banyak teman yang ada di sana, setidaknya aku bisa menemui salah seorang gembala gereja. Entah nanti akan bagaimana selanjutnya, sepenuhnya kupercayakan kepada Allah saja.
***
Kuperoleh tiket pesawat dengan kursi dekat jendela. Bersyukur sekali. Pagi yang begitu cerah setelah semalaman hingga pagi dalam perjalanan bermobil gerimis terus menemani. Syukur kepada Allah!
"Permisi ... izin duduk sesuai nomor kursi!" seorang pemuda dengan busana sangat rapi meminta izin begitu santun.
"Oh, mari ... silakan!" sambutku dengan berupaya tersenyum ramah.
Namun, barangkali mata sembabku tidak bisa berbohong bahwa masih ada sisa-sisa luka di sana.
Diulurkanlah tangan kanannya sambil berkata lembut, "Perkenalkan, saya Dony Mahardika, semoga tujuan kita arah kota yang sama!"
Kusambut dengan uluran tangan yang sama sambil sekali lagi kupaksakan tersenyum semanis mungkin.
"Mbak, mau ke Lombok juga, kan? Atau masih ada perjalanan setelahnya?"
Aku menggeleng perlahan, "Saya masih bingung hendak ke mana!" jawabku sekenanya.