Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 170 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita di Bibir Telaga

14 Desember 2024   11:23 Diperbarui: 14 Desember 2024   14:49 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Si bayi mungil lahir di senja kala, ketika swastamita jingga sedang merona. Semesta seolah menerima kehadirannya dengan sukacita surga.

"Cantiknya cicitku!" seru sang nenek bahagia.

"Ah, jingga penuh pesona," ujar sang kakek menggendong sang cicit tercinta.

"Kita serahkan bayi mungil ini pada-Nya biar dijadikannya sempurna," seru kakek nenek spontan dalam rona bahagia.

"Swastamita!" lirih Lupita.

"Oh, nama yang indah!" seru nenek menciumi si orok dengan bangga dan bahagia.

***

Sebulan setelah lahiran Lupita kembali ke kota. Ditinggalkannya bayi mungil bersama sang buyut beserta seorang baby sitter yang digajinya. Sebulan, dua bulan, hingga setahun ... tak juga dikunjungi si baby jelita. Bahkan, pada tahun ketiga berita duka didengar kakek nenek melalui telegram kilat dari pos kantor desa. Lupita dan kedua orang tua tercinta tewas dalam kecelakaan pesawat udara. Mereka bukan hendak berwisata, melainkan hendak ziarah panggilan agama.

Hanya tangis sedih mengiringi doa karena kakek dan nenek pun tidak bisa pergi ke kota. Memang, diterima juga santunan jasa raharja, tetapi tidak mengembalikan jasad putra, putri, dan cucunya. Kedua pasangan buyut hanya berpasrah dalam duka.

***

Kini Swastamita meremaja beranjak dewasa. Ia tak pernah mengenal cinta. Tak juga keluar dari singgasana. Hanya berteman sepi di tepian telaga. Seorang mantan baby sitter setia menemani hari-harinya. Karena iba, tentu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun