"Enggak perlu, Nak. Banyak pekerjaan di asrama yang bisa kamu lakukan, kok. Kamu pun tidak perlu ke mana-mana."
"Bagaimana dengan ekstrakurikuler tari dan bela diri, Suster?"
"Jika boleh Suster sarankan, Angi sudah tidak perlu lagi ikut yang seperti itu, 'kan? Saya rasa apa yang selama ini kauperoleh sudah cukup. Kamu tidak akan menjadi penari atau atlet, 'kan? Katanya  mau fokus belajar agar bisa kuliah. Apakah tidak sebaiknya waktumu kau gunakan untuk menambah ilmu agar diterima di perguruan tinggi?"
"Hmm ... sejujurnya, Angi sangat ingin kuliah, Suster. Namun, Angi harus mencari pekerjaan part time agar bisa menabung."
"Kali ini ... belajar sajalah dulu. Sambil kita doakan terus agar Tuhan kasih kesempatan beroleh beasiswa. Bagaimana?" Â
"Begitu, ya ... Suster?"
"Iya. Kamu bisa segera mempersiapkan diri untuk bebersih dan beres-beres gudang. Nanti bisa minta bantuan Pak Min. Barang-barang yang tidak berguna bisa dicarikan solusi, apakah dirombeng atau dikemanakan."
"Baik, Suster."
***
"Ya, Allah ... kasihan banget sih, anak ini!" dengan suara menahan tangis,
Inge menunjukkan tayangan instagram kepada teman-temannya.
Tayangan itu memuat seorang remaja tidur di kemah, di makam ibu kandung karena diusir oleh ibu tirinya.
"Jangan kau kasih lihat ke Angi, please!" cegah Olivia menutup bibir dengan jari telunjuk.