***Â
"Ma ... ngantuk!" pamitnya pukul delapan lebih sedikit sore kemarin.
"Hmmm, iya ... bubuk aja. Jangan mikir macam-macam. Yang penting cepat sembuh!"
Ia mengangguk sambil mengerjap-ngerjap. Kutahu bebannya berat. Â Kubelai tangan kanan, satu-satunya anggota gerak yang tak diikat.Â
Beberapa hari ketika kujaga, biasanya Tita -- anak angkat kami -- sering banget mengigau. Dalam bahasa Jawa ndleming, berhitung dari satu hingga seratus, tetapi tak berurutan dan kacau.
Meracau tidak dapat diprediksi maknanya. Tumben malam ini ia bisa tertidur dengan tenang dan begitu nyenyak. Hanya bunyi alat-alat medis dan suara oksigen yang menghiasi malam.
Beruntung saat itu sedang libur semester  bergabung libur Natal sehingga terasa panjang. Tak ada kewajiban untuk ke kantor atau urusan dinas  lain. Merdeka.
"Ma, titip ... titip ... ya," kemarin malam dengan sangat kesulitan Tita berpesan.
Namun, kucandai saja aku tidak sedang hendak ke pasar. Tidak akan membeli sesuatu sehingga tak bisa dititipi.
"Eh, kamu mau titip apa, Nak?"
Ketika  sadar kalau dia tidak sedang bercanda kulanjutkan pertanyaan, tetapi tidak dijawabnya. Ternyata ....