Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bagai Burung Terbang Bebas

30 November 2024   10:47 Diperbarui: 30 November 2024   15:09 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bagai Burung Terbang Bebas

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"Angi ... bagaimana kabarmu, Nak? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kebutuhan keuanganmu tercukupi?"

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke gawainya. Terkesiap sekali menerima pertanyaan Suster Kepala yang sangat perhatian itu. Segera dijawabnya dengan santun.

"Iya, Suster. Saya baik-baik karena doa Suster. Terima kasih atas perhatian Suster. Mohon maaf karena kesibukan, Angi belum sowan ke asrama," jawab Angi dengan menyertakan emoticon melipat kedua telapak tangan.

"Menurut kami ... sebaiknya Angi balik ke panti, atau mau di asrama sambil bantu-bantu? Boleh banget, loh!" saran Suster seolah paham kalau kondisi hatinya di rumah bude tidak sedang baik-baik saja.

"Baiklah, Suster. Nanti akan Angi pikirkan," jawabnya masih sangat santun seperti biasanya.

"Jangan dipikir, Angi. Bawalah di dalam doa, Nak!"

"Siap, Suster!"

***

Genap lima tahun Wangi ikut tinggal bersama bude. Ketika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan lalu lintas dan keduanya tewas di tempat kejadian perkara, Wangi diajak tinggal bersama suster kepala sekolah. Ya, Wangi dibawa oleh sang suster kepala untuk tinggal di panti asuhan tempat beliau bekerja.

Saat itu Wangi masih kelas 3 sekolah dasar. Kebetulan kedua orang tua Wangi bekerja di yayasan sekolah Katolik sehingga memperoleh keringanan uang sekolah. Apalagi karena kedua orang tuanya wafat dalam rangka perjalanan dinas menyelesaikan tugas yang dibebankan oleh yayasan, Wangi memperoleh dispensasi dari yayasan untuk melanjutkan pendidikan hingga lulus sekolah menengah atas. Bukan beasiswa, melainkan dispensasi dana pendidikan. Selain itu, juga memperoleh tunjangan dana hidup hingga ia bisa berdiri di atas kaki sendiri kelak.

***

Kini baik Widuri maupun Wangi sama-sama telah duduk di bangku sekolah menengah atas. Mereka berdua juga memiliki hobi sama, yakni menari. Namun, Wangi malah memperlebar jangkauan sayap. Ia tidak hanya mendalami seni tari tradisional, tetapi juga ikut seni bela diri, silat dan karate.

Keikutsertaannya dalam aktivitas itu pastilah dengan maksud tertentu. Secara implisit agar bisa berjaga-jaga dan menjaga diri bila sewaktu-waktu terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki. Misalnya maraknya penjambretan, pencopetan, bahkan begal yang bisa mencelakai siapa saja. Karena itu, Wangi bertekad untuk menghibahkan dirinya buat sesama yang membutuhkan jasa dan keterampilannya bela diri.

Menyadari diri sebagai gadis yang cenderung tomboy, dengan wajah pas-pasan, apalagi tidak punya orang tua, Wangi harus bisa mumpuni dan mrantasi. Artinya, tidak boleh dan tidak bisa mengandalkan orang lain. Jadi, ia harus bisa mengatasi segala sesuatu secara mandiri. Pengetahuan dan keterampilannya harus lebih baik dibanding teman sebayanya. Hal itu karena ia merasa tidak memiliki seseorang yang bisa melindungi dan menjaga dirinya jika terjadi sesuatu.

Secara fisik, tubuh Wangi memang sangat proporsional. Seandainya gemar basket atau voli, tingginya lumayan memadai. Tuhan memberikan si gadis manis itu tinggi 169 sentimeter dengan berat badan seimbang. Karena gemar olahraga, raganya terbentuk dengan lumayan kekar. Apalagi menguasai teknik bela diri secara memadai. Bukan tipe gadis cengeng, melainkan justru gadis yang olahragawati. Apalagi gemar sekali dan biasa berjalan kaki.  

Berkat orang tua yang bekerja di yayasan  berimplementasi dengan agama Katolik itulah, Wangi bisa bersekolah di sekolah Katolik favorit. Tentu saja masih melanjutkan dana pendidikan gratis. Sangat bersyukur.

Sementara, teman-teman Wangi tentu saja memiliki kondisi ekonomi jauh di atas rata-rata. Siswa pun terdiri dari multietnik, multiras, dan multiagama. Memang, mayoritas pemeluk agama Katolik dan berasal dari berbagai penjuru tanah air.

Namun, rata-rata siswa berperilaku sangat baik, tidak mempermasalahkan perbedaan etnik, agama, suku, ras,  atau golongan. Sungguh sangat membanggakan hati Wangi. Kalau ia diterima sebagai salah satu bagian dari keluarga besar sekolah yang menghasilkan lulusan terbaik tingkat kota pada hampir setiap tahun.

Walaupun jarak antara rumah bude dengan sekolah tersebut cukup jauh, Wangi tetap melakoni dengan gembira dan tidak pernah mengeluh. Ia jalani dengan berjalan kaki saat berangkat, sementara pulang sekolah ia biasa memperoleh tumpangan kendaraan roda empat milik keluarga teman-temannya.

Jika seandainya Wangi tidak berperilaku manis, tentu saja tidak seorang pun memberinya tumpangan, bukan? Ini sebagai bukti bahwa sikap merupakan cerminan hati. Ketulusannya selama ini berbuah manis.
   
Sementara itu, Widuri bersekolah di sekolah swasta yang lain. Jika Wangi menempuh pendidikan dengan latar belakang pendidikan keagamaan, khususnya agama Katolik yang terkenal dengan kedisiplinannya, Widuri berada di sekolah swasta dengan latar belakang Kristen Advent. Sekolah Widuri hanya berjalan Senin sampai Jumat, sementara Sabtu libur.

Hari Sabtu diisi dengan kegiatan keagamaan. Siswa nonmuslim, khususnya pemeluk Advent, harus menempuh pelajaran agama pada setiap Sabtu. Sementara, siswa muslim tidak dipermasalahkan. Ada guru agama secara khusus sehingga ujian dan nilai yang didapat pun berdasarkan informasi guru yang bersangkutan.

Jadi, kedua gadis sebaya bersepupu tersebut tidak duduk di bangku SMA umum. Akan tetapi, masing-masing berada di sekolah yang berafiliasi pada agama tertentu.

 Kedua gadis tersebut memang sama-sama duduk di kelas 10. Widuri berada di SMA Harapan Bangsa. Sekolah tersebut tidak begitu jauh dari rumah sehingga cukup dengan berjalan kaki sekitar dua puluh menit sampai. Teman-teman Widuri pun konon berasal dari seluruh Indonesia.

Hal itu terjadi karena tidak banyak sekolah Advent di Indonesia. Hanya saja, kapasitas sekolah tidak sebesar sekolah yang Wangi ikuti. Sekolah Advent ini cenderung kelas kecil. Masing-masing angkatan hanya ada tiga kelas sehingga total siswa keseluruhan sembilan kelas. Jika rata-rata berisi 30 siswa, berarti jumlah keseluruhan hanya kisaran 270-an siswa saja.

***

Aktivitas kedua gadis tersebut tentulah tidak sama. Satu yang sama adalah ekstrakurikuler tari tradisional saja. Mereka sama-sama ikut sanggar baik yang berada di daerah dekat rumah, maupun yang berlokasi di Senaputra. Dua sanggar itu beda pemilik, tetapi masing-masing memiliki keunggulan tersendiri.

Widuri menjadi asisten guru tari, sementara Wangi tidak. Oleh karena itu, Wangi bisa memasukkan aktivitas bela diri di sela-sela kesibukan di sanggar. Dengan demikian, jangkauan pertemanan Wangi otomatis lebih luas dibandingkan dengan Widuri. Apalagi, di sekolah Katolik tempat Wangi menimba ilmu, ia juga dikenal sebagai peserta aktivitas sosial yang digalang oleh biarawan dan biarawati. Akses pertemanan Wangi otomatis lebih cenderung ke teman-teman yang berpikiran positif bagi tumbuh kembang pencarian jati diri yang sedang dilakoninya.

Wangi masih bisa, jika ia mau, untuk berkonsultasi dengan para suster yang menjadi pembimbing rohaninya. Sementara, Widuri ... entahlah. Kepada siapa ia mengadu dan mencurahkan isi hati, Wangi tak tahu-menahu. Wangi juga tidak dapat membantu apa pun sebab karakter saudara sepupu ini masih labil. Terbukti seminggu belakangan ini mood-nya tidak bisa diprediksi.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun