Tekadku membara manakala mendengar secara tidak langsung kesimpulan biografi diriku ini yang disampaikan oleh atau yang kudengar dari beberapa orang.
Akan kutunjukkan kepada dunia, terutama kepada para pembenciku, haters-ku, bahwa aku tetap eksis! Bahkan, jika boleh akan kuminta kepada Tuhan nasibku lebih baik dan melebihi baiknya dari mereka.
***
"Kamu ingat si (gadis) Anu itu? Kasihan sekali, ya! Sudah ibunya sebagai kupu-kupu malam, ia sendiri malah dihamili lelaki tak bertanggung jawab! Parahnya lagi ... lelaki itu sudah punya istri yang sedang hamil besar pula! Aduhhh ... amit-amit jabang bayi!" ungkap seorang wanita sambil mengusap perut berharap tidak bernasib semalang itu.
"Oh, Tuhan. Jahat sekali mulut manusia, ya!" keluhku dalam hati tanpa merespons perkataan yang disampaikannya.
Memang, betapa manusia sering menghakimi manusia lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Padahal, ada pengingat hebat sebagaimana ungkapan, "Don't judge a book by a cover!"
Hmmm, pandai sekali manusia menilai buruk manusia lain. Padahal, belum tentu nilai dirinya sendiri baik. Tak terpikirkan bagaimana dengan nilai dirinya sendiri. Asbun alias asal bunyi saja kala menghakimi atau mem-bully manusia lain!
Tak diingatnya bahwa, "Barangsiapa menghina sesamanya, menghina penciptanya!"
Hal-hal seperti itulah yang justru mendewasakan diriku. Aku menjadi tahu mana yang terbaik, mana yang baik, dan mana pula yang kurang baik. Dalam kondisi bagaimanapun, aku tetap maju, maju dan kian maju, tetapi tidak melupakan dari mana asalku. Â
Bahwa aku hanyalah seseorang yang dinilai sebagai anak haram oleh sesamaku, khususnya haters-ku, aku sangat paham. Itu harus membuatku tetap rendah hati, tetapi tak perlu rendah diri!
Kepada yang senasib denganku, aku berusaha merangkul mereka dengan kasih sayang dan perhatian tulus. Ya, sekalipun dianggap sampah, pasti masih ada nilai kebaikan dari sampah tersebut. Mungkin menjadi bahan dasar daur ulang, atau mungkin juga sebagai calon kompos yang menyuburkan tanah gersang. Mengapa tidak?