Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 30 judul, antologi berbagai genre 176 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cuma Catatan Kecil

17 Oktober 2024   19:05 Diperbarui: 20 Oktober 2024   03:13 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sehari semalam aku berada di rumah sakit, tidak ada tanda-tanda apa pun. Siang, saat Dokter visite, beliau mengatakan terpaksa di-drip. Ternyata, aku harus diinfus obat perangsang. Sekitar pukul sepuluh pagi, setelah masa kunjung usai, aku diminta berbaring di kamar bersalin dan diinfus. Dokter mengatakan persalinan ditunggu dua jam lagi.

Benar. Sekitar pukul dua belas siang, Dokter sudah siap. Selama dua jam setelah diinfus itulah aku merasakan kesakitan yang luar biasa. Pembukaan jalan lahir terjadi melalui perangsang tersebut. Sebagaimana saat kelahiran Sulung, kali ini aku sudah paham bahwa tidak diizinkan berteriak, mengaduh, atau mengeluh. Aku harus mendesis dan berdoa. Itu kuncinya. Diberikan juga sapu tangan lembut untuk bisa digigit agar tidak berteriak. Jika berteriak, tenaga akan terkuras dan pada saat mengejan bisa-bisa tidak kuat untuk melakukannya.

Bersyukur kepada Tuhan, persalinan anak kedua pun selamat dan lancar. Jika Sulung dengan berat badan 3,3 kg dan panjang 49 cm, anak kedua ini cowok lagi dengan berat badan 3,97 kg dan panjang 50 cm. Luar biasa besar. Beratnya tersebut hampir sama dengan berat Sulung ketika berusia dua bulan!

Sama dengan persalinan Sulung, kali ini aku tidak mengalami pengguntingan dan penjahitan jalan lahir. Semuanya normal alami, hanya sedikit lecet. Namun, karena berat badan baby besar, aku langsung diminta puasa. Sebab, dikhawatirkan memiliki riwayat gula darah tinggi alias diabetes. Setelah diuji klinis, ternyata gula darahku normal, tidak tinggi. Mengapa bayinya besar? Kata dokter, karena terlalu lama di dalam kandungan, lebih dari sembilan bulan, dan terlalu banyak konsumsi vitamin.

Setelah melahirkan putra kedua ini, mau tidak mau aku harus mengikuti program Keluarga Berencana. Awalnya, aku diminta menggunakan pil, namun dampaknya air susuku tidak disukai baby sehingga terpaksa diganti dengan susu formula. Air susuku pun mampet! Tak pelak, pengeluaran untuk pembelian susu lumayan banyak. Untungnya, kami selalu memperoleh support dari rumah sakit dengan diberi susu sampel dan produk makanan bayi dari pabrik secara berlimpah. Jika baby orang lain tidak cocok dengan susu dan makanan bayi tersebut, kedua putra kami sangat gemar akan makanan hadiah tersebut.

Setelah satu tahun lebih menggunakan pil KB, aku disarankan untuk ganti dengan KB suntik. Namun, sepertinya ragaku kurang cocok dengan program ini. Satu dua kali suntik, pasti ada efek yang kurang menyenangkan; stop menstruasi dan munculnya rasa mual berkepanjangan. Dokter pun menyarankan jika suntik sekali lagi masih ada masalah, beliau meminta dan mengajarkan penggunaan sistem kalender.

Belum sampai ganti metode KB kalender, tiga kali suntik KB, ternyata aku hamil lagi. Kata dokter, ini KB yang gagal! Sementara, kehamilan ketiga ini bermasalah. Aku selalu pendarahan sehingga harus bedrest di rumah sakit. Tidak main-main; tujuh bulan! Bisakah Anda membayangkan betapa jenuhnya opname tujuh bulan?

Saat sampel darahku yang dikirim ke Kedokteran Unair belum turun, ada keluarga suamiku di Surabaya yang meninggal dunia. Karena itu, dua balitaku yang kutitipkan keluarga (selama aku opname tujuh bulan) terpaksa dikembalikan sehari untuk kami asuh sendiri karena semua sanak keluarga takjiah ke Surabaya. Saat itulah aku pulang paksa.

Saat itu, putra keduaku sedang lucu-lucunya. Usia sulung hampir lima tahun dan adiknya belum tiga tahun. Kami membawa mereka berdua ke taman bermain Senaputra. Di situlah kakiku sedikit terpeleset tanpa jatuh. Akibatnya, sesampai di rumah, senja hari itu, aku mengalami keguguran. Kali ini, tidak ada tenaga medis, hanya ada tetangga yang membantu. Ternyata, aku tidak melahirkan janin sama sekali. Hanya mengeluarkan darah bergumpalan yang banyak sekali. Sungguh mengerikan.

Diperoleh satu ember besar bak mandi, darah bergumpal dan bergelembung-gelembung kehitaman yang keluar dari rahimku. Darah bergelembung-gelembung merah kehitaman tersebut seperti dompolan buah anggur. Itulah sebabnya disebut hamil anggur. Istilah medisnya mola hydatidosa.

Konon, hamil anggur adalah kelainan kehamilan yang jarang terjadi, yaitu ketika sel telur yang sudah dibuahi dan plasenta tidak berkembang dengan sempurna. Harusnya aku dioperasi, namun oleh kasih karunia Tuhanlah, gumpalan darah penyakit tersebut keluar melalui proses keguguran. Setelah itu, malam itu juga, aku langsung ke rumah sakit untuk menjalani pengurasan alias kuret. Selesai. Lega!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun