Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cuma Catatan Kecil

17 Oktober 2024   19:05 Diperbarui: 20 Oktober 2024   03:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ramuan di atas dikonsumsi sejak kehamilan lima bulan. Selain itu, harus rajin mengepel lantai dengan cara membungkuk atau merangkak agar posisi janin segera sempurna dan tidak sungsang. Ritual jalan-jalan pagi pun wajib dilakukan sejak kehamilan lima bulan hingga menjelang kelahiran. Itu saja yang dipesan oleh orang tuaku dari desa. Tidak boleh malas, tidak boleh terlalu banyak tiduran.

Aku berasal dari daerah yang berhawa panas, sedangkan sejak kuliah aku tinggal di daerah yang berhawa dingin. Pada saat kehamilan, aku sering merasa kedinginan. Karena itu, suamiku selalu memintaku untuk mandi air hangat. Saat mandi tersebut, tanpa seorang pun memberi tahu, secara insting aku membersihkan puting payudaraku dengan cara kuseka. Dua sapu tangan handuk kurendam sebentar pada air hangat, lalu kutempelkan pada kedua payudaraku. Ternyata, memang demikian seharusnya pemeliharaan payudara ibu hamil. Awalnya, payudaraku terasa keras. Namun, dengan kukompres demikian, terasa nyaman. Itu saja. Maka, kulakukan yang nyaman saja tanpa tahu teorinya.

Sebelum memasuki minggu-minggu akhir, aku kesakitan karena anyang-anyangen. Rasa hendak buang air kecil selalu ada, padahal tidak bisa buang air kecil. Saat kontrol, diberi tahu Dokter bahwa janin sudah mulai menata diri. Janin menekan kandung kemih sedemikian rupa sehingga aku menderita anyang-anyangen. Namun, posisi janin sudah siap, katanya.

Malam itu sekitar pukul 21.00-an, tiba-tiba baju dalamku basah seperti mengompol. Mertua meminta suamiku untuk mengantarku ke rumah sakit bersalin. Sesampai di rumah sakit, aku yang begitu bodoh ini ketakutan. Sungguh, jika mengingatnya, ingin tertawa. Ketika dicari, eh... aku malah bersembunyi di balik pintu! Aku sudah mahasiswa, namun ulahku masih seperti kanak-kanak. Itu karena aku ketakutan, tidak tahu harus bagaimana melahirkan itu. Tidak ada pengetahuanku sama sekali! Bodohnya! Inilah akibat jika kurang membaca, bagai katak di dalam tempurung!

Aku dicari dan dibimbing seorang suster untuk tiduran di kamar bersalin. Hanya satu yang kuingat, pesan nenekku, jika melahirkan pantat jangan diangkat. Jujur, saat itu aku masih tidak mengetahui mengapa pantat tidak boleh diangkat. Karena itu, yang kuingat hanyalah posisi pantat saja! Ternyata, belakangan kuketahui bahwa jika pantat tidak diangkat alias ditekankan ke bawah, posisi jalan lahir benar, tidak perlu digunting dan tidak akan sobek!

Sepanjang malam itu, aku tidak merasakan apa-apa, tidak sakit sama sekali. Namun, tetap saja tidak dapat memicingkan mata! Yang kutahu, ketuban sudah pecah, kata bidan yang mendampingiku dengan sabar.

Keesokan harinya, kira-kira pukul empat pagi, suster memintaku untuk ke kamar mandi. Aku dibimbingnya turun dari ranjang dan melepas pakaianku pelan-pelan. Maksudnya agar aku terdorong untuk buang air sekalian mandi. Saat itulah aku mulai merasakan kesakitan sehingga hanya menggeliat saja tanpa mampu mandi. Ketika mengetahuinya, suster berinisiatif membantuku mandi, sementara aku sudah mulai poyang-paying, kesakitan luar biasa.

Bidan dan suster membimbingku agar aku tidak mengeluarkan suara dan menghabiskan energi. Aku hanya diminta untuk mendesis dan berdoa di kala kesakitan tiba.

"Jangan berteriak, Mbak. Malu didengar orang!" kata keduanya sambal tersenyum. "Biarlah orang hanya mendengar tangisan bayi saja saat lahiran nanti! Jangan tangisan ibunya!" lanjutnya.

Menjelang pukul enam pagi, Dokter sudah tiba dan membantu persalinan normalku. Ya, bersyukur sekali, pembukaan jalan lahir terjadi dengan sangat cepat sehingga pukul enam pagi lebih sedikit sulungku lahir. Lega rasanya!

Ketika mendengar aku sudah melahirkan, nenekku yang diinterlokal datang dari desa dengan membawakan tim ayam. Kebetulan, nenekku etnis Tionghoa sehingga dibuatkannya aku resep masakan Tionghoa. Ayam muda dimasak dengan model ditim, direbus beberapa jam hingga dagingnya lumer. Dibumbui arak beras, kecap manis, kecap asin, ditambahkan sedikit jahe, dan bawang putih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun