Di kejauhan tampak dua pasang mata mengamati Babangay  yang sedang  berlatih menari. Sesekali mereka saling pandang dan tersenyum manis saat melihat Babangay  meliuk-liukkan tubuhnya dengan sangat indah.
"Aku yakin, Babangay  pasti akan jadi juara, Bu," kata sepasang mata yang ternyata adalah Pak Bango, ayah si Babangay. Â
"Iya Ayah, Ibu juga yakin," jawab Bu Bango dengan senyum manisnya.
Menjelang siang mereka pulang. Namun, Babangay  tidak pernah mengetahui jika diam-diam kedua orang tuanya mengetahui aktivitasnya. Sebab ia fokus pada pelajaran sesuai buku yang dipahaminya. Ia  sedang asyik belajar menari di danau.
Pesta musim semi kurang tiga hari lagi. Babangay  memberanikan diri meminta izin ayah dan ibu untuk memohon restu agar bisa mengikuti kontes menari. Tentu saja kedua orang tua itu setuju. Babangay  makin bersemangat berlatih menari.
Hari yang ditunggu tiba, Babangay  berangkat diantar oleh kedua orang tua. Jantung  Babangay  berdegup kencang, ia takut jika tidak bisa menjadi juara menari seperti kakeknya. Bu Bango yang sedari tadi duduk di sebelah Babangay  menyadari jika anaknya sedang cemas.
"Jangan cemas Babangay  Sayang, pasti kamu yang akan jadi juaranya!" bisik Bu Bango ke telinga anaknya.
"Bagaimana Ibu yakin?"  Babangay  balik bertanya.
"Rahasia ... pokoknya Ibu yakin!" support sang induk dengan senyum manis sambil mngelus sayap putranya.
Babangay  hanya bisa berdoa dalam hati, semoga ibunya benar.
"Hadirin yang berbahagia, kita sambut peserta dengan nomor dua puluh. Babangayyyy  Bangauuuuu ...!" suara Bu Pelikan terdengar bersemangat disambut tepukan para penonton menyambut Babangay  yang naik ke atas panggung menari.