Pagi tadi, seperti biasa, aku menjelajahi kebun untuk mencari belalang atau ulat yang biasa menggerogoti daun pohon jeruk bali kerdil di halaman sebelah rumah. Mencari hama seperti itu memang sering kulakukan karena walaupun si suami lelaki, beliau tidak berani berhadapan dengan jenis serangga dan hama predator tersebut. Jadi, akulah yang harus bertindak kalau tidak  mau daun jeruknya rusak.
Seperti biasa pula, si Kumoru, kucing moto (bermata) biru kesayangan selalu ikut sambil merengek meminta sejenis rumput gancing. Mengeong-ngeong, menggesek-gesekkan bulu badan ke arah betis kaki yang cukup bikin geli.
Aku pun tahu maunya. Ya, dia mau aku mencarikan gancing untuknya. Seperti biasa. Jadi, aku sudah mengenali kemauannya. Hehe ... beberapa jenis bahasa kucing yang sudah kuhafal setelah sekian lama bergaul dengannya.
"Gancing? Apaan?"
Ya, rumput itu di internet disebut 'gancing,' akronim dari ganja kucing. Hal itu karena jenis rumput anting-anting tersebut sangat disukai kucing. Akarnya akan digunakan sebagai sahabat bergulingan sambil dijilat-jilat, bahkan dimakan dengan lahap.
Nah, karena di lahan kami tidak ada rumput gancing lagi, aku harus menyeberang ke halaman depan. Sebuah lahan tidur yang benyak ditumbuhi berbagai jenis bayam dan rerumputan liar, termasuk jenis gancing. Sayang, lahan tersebut memang digunakan oleh masyarakat yang tidak peduli untuk membuang sampah secara sembarangan.
Atas saran pemuka masyarakat, pemilik lahan sebelum musim penghujan silam berkenan membersihratakan lahan itu. Lahan yang semula  ditumbuhi beberapa pohon pepaya liar, semuanya dipotong hingga rata dengan tanah. Setelah rata dengan tanah, musim penghujan pun tiba. Dengan demikian, muncullah aneka jenis bayam liar yang bisa kupetik setiap saat.
Namun, sekitar sepuluhan hari ini belakangan ini tumbuhan liar tersebut tumbuh tak beraturan sehingga dipangkas habis entah oleh siapa. Alasannya hendak digunakan sebagai lahan parkir. Dengan demikian, dampaknya kian sedikit bayam yang bisa dipetik. Bahkan, tadi pagi sudah tidak ada lagi pucuk bayam yang bisa kuselamatkan. Ya, bayam itu kugunakan sebagai bahan juice atau tambahan membuat mi rebus. Â
Tanpa sepengetahuanku, secara tidak sadar si kucing ternyata menyeberang, mengikutiku ke lahan tidur tersebut. Padahal, kondisi kontur tanah di rumah dan jalanan depan rumah kami ini bagai di dasar mangkuk. Di sebelah kiri dan kanan jalan turun, berbelok tajam, dan menanjak dengan kemiringan di atas 35 derajat. Karena itu, tidak ada kendaraan, baik roda dua maupun roda empat yang jalan melambat. Semua jenis kendaraan dengan laju cukup kencang karena persiapan hendak menanjak kembali.
Sementara itu, kondisi lahan tidur sudah tidak lagi rata dengan tanah, tetapi kembali banyak gundukan bongkaran tanah dan kayu yang dibuang ke sana. Jadilah tempat pembuangan sampah kembali, seri kedua. Namun, untungnya aku masih bisa menemukan beberapa tumbuhan gancing.
Setelah menemukan dan mencerabut hingga akar-akarnya, aku pun segera menggendong si Kumoru hendak kuajak pulang. Biasanya cukup tantrum karena masih ingin menikmati kebebasannya di lahan tak beraturan itu. Namun,  tetap kugendong dengan sedikit kutekan agak kencang dan kuajak  menyeberang untuk pulang.
Tetiba, kaki kananku terasa seperti tertusuk. Dengan hati-hati segeralah si kucing kubawa masuk rumah dan kulepaslah sandal jepitku. Ternyata, ada segitiga kaca sama kaki berukuran sekitar lebih kurang satu centimeter menancap di ujung sandal kanan. Beruntung sekali tidak mengenai jemari kakiku. Segera kucerabut dan kubuang ke got yang menuju sungai. Tentu saja got sedalam dua meter itu tak bakalan dilalui seseorang sehingga si segitiga kaca tidak akan melukai siapa pun lagi. Â