"Aku tak perlu tempat aman seperti itu. Aku bisa terbang menjauh dari sini," ujar Gugi dengan pongah.
Namun, saat Gugi mencoba terbang, angin kencang dan hujan lebat membuatnya kesulitan memulai terbang dengan baik. Ia hampir terjatuh ke dalam air.
"Cepat, Gugi, pegang tanganku! Aku akan membantumu!" Cico mengulurkan lengan hendak menolong.
Cico memiliki semacam lem yang sangat kuat di telapak kaki-kakinya. Karena itu, ia mampu bertahan di permukaan dahan. Ia tidak pernah takut jatuh karena Allah memberikan lem ampuh itu.
Gugi mengerti bahwa ia tidak bisa mengatasi hujan dan angin tersebut dengan mudah. Ia meraih tangan Cico yang diulurkan kepadanya. Cico pun menarik kuat-kuat sehingga si gagak selamat. Mereka berdua berlindung di bawah sebuah daun besar.
Setelah hujan mereda, Gugi merasa malu. Ia yang biasa berlaku sombong, ternyata tidak bisa mengatasi kesulitan saat angin kencang melanda. Mukanya  merasa seperti tertampar. Sekaligus, ia bersyukur saat itu berada di dekat Cico.
"Terima kasih, Cico. Kau sudah menyelamatkanku. Aku memang bisa terbang, tetapi tidak selalu bisa mengatasi segala hal. Ukuran dan kemampuan tidak selalu menentukan siapa yang lebih baik."
"Kita semua memiliki kelebihan masing-masing  dan peranan di dalam alam ini, Gugi. Sombong tidak akan membantu kita, tetapi sikap rendah hati dan jiwa gotong-royong akan membuat kita semua lebih kuat," balas Cico sambil tersenyum manis.
Gugi dan Cico akhirnya menjadi teman baik dan belajar untuk saling menghormati kelebihan masing-masing. Mereka menyadari bahwa kebaikan hati dan sikap rendah hati adalah sifat yang benar-benar berharga. Terutama pada saat menghadapi malapetaka. Ketenangan dan keikhlasan Cico menolong makhluk lain pantas dihargai dan diapresiasi. Bahkan, hal baik yang ditunjukkannya itu bisa diterapkan oleh siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H