Balada Pohon Pinang
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Siang itu sangat terik. Beberapa jenis rumput di semak-semak sudah sangat kepanasan.
"Ya, Tuhan ... panas sekali. Aku haus!" jerit beberapa jenis rumput hampir bersamaan. Selanjutnya berbisik atau berteriak bergantian.
"Iya, sama. Aku juga merasa kepanasan!" seru yang lain.
Akan tetapi, dua pohon pinang yang tumbuh di antara mereka dengan sombong menimpali suara-suara rumput yang ada di bawah kakinya.
"Hmmm ... dasar rumput tak berharga. Kenapa kalian menjerit-jerit mengganggu tidurku, hah? Padahal angin sepoi-sepoi sangat nyaman di atas sini!" serunya.
"Kami kepanasan, Pinang!" seru Putri Malu.
"Makanya ... jangan berisik! Semakin berisik kamu akan makin merasa kepanasan, tahu! Tenagamu akan habis dengan berteriak-teriak begitu! Bikin polusi suara saja!" sergah Pohon Pinang.
Semak belukar di bawah pun akhirnya terdiam. Walaupun panas bukan main, mereka hanya mendesis. Tidak berani lagi berkeluh kesah.
"Ha ... itu ada dua orang yang datang kemari! Mereka pasti akan mencari buah kami. Sementara, kalian, wahai rumput ... pasti akan dibabat habis karena kalian itu tidak berguna! Percayalah padaku!" seru Pohon Pinang dengan bangga.
"Kemarin ada yang mencari kami katanya untuk obat kok!" bela ilalang dengan lantang.
"Apa? Untuk obat? Jangan ngaco, kamu ya! Di mana-mana yang namanya ilalang itu hanya gulma, tanaman pengganggu!" dalih Pohon Pinang tak mau kalah.