Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Salah Duga

22 Agustus 2024   05:55 Diperbarui: 22 Agustus 2024   07:07 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Misalnya, "Selamat (pagi, siang, sore) dengan .... (nama kita), dari .... (nama kantor kita), ada yang bisa dibantu?"  
Ehh ... aku langsung to the point seperti yang kukemukakan di atas. Padahal, ternyata bukan adikku yang menelepon, melainkan dekanku dari perguruan tinggi swasta tempatku mengabdi. Ohh, ... ya ampun, malunya .... Aha ha ha ... beruntung beliau tidak marah, tetapi mengingatkanku bagaimana harus beretika dalam menggunakan atau menjawab melalui sarana telepon kantor.

Dengan mohon maaf, setelah mendengar penjelasan beliau, aku menerima telepon beliu menahan rasa malu yang nano-nano. Beruntungnya beliau orang baik yang bahkan sering memberikan tumpangan kepadaku kala pulang dari perkuliahan jarak jauh jika kebetulan jadwal kami di tempat sama.

Ya, memang telepon itu kebetulan untuk aku. Akan tetapi, tetap saja aku bersalah karena tidak beretika. Padahal saat itu menggunakan sarana telepon kantor tepatnya telepon sekolah. Aku telah berlaku tidak sopan karena ternyata yang menelepon adalah atasan aku. Oh my God ... seandainya bertatap muka, pasti wajahku bak kepiting rebus!

Sungguh ini merupakan pengalamanku yang cukup memalukan sebenarnya. Bayangkan, sebagai guru dan dosen mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus mengajarkan teori etika bertelepon, ternyata aku sendiri tidak menjalankan sebagaimana teori yang ada. Apalagi tanpa bertanya siapa yang menelepon, aku langsung menggunakan bahasa Jawa dengan tingkat unggah-ungguh yang kurang pas karena beliau adalah atasan yang lebih tua.

Saat itu dekanku tersebut hendak konfirmasi dengan memberitahukan jadwal baru superkilat karena jam tiga sore itu juga aku harus mengajar di luar kota menggantikan salah seorang dosen yang berhalangan. Dekanku meminta agar aku siap di suatu tempat karena beliau pun harus memberikan kuliah di tempat yang sama sehingga memudahkan aku untuk ikut nebeng kendaraannya. Oleh sebab itu, beliau merasa perlu untuk meneleponku secepatnya agar jadwal kuliah teratasi!

Aduh .... Malunya hingga bertahun-tahun masih terasa ... aha ha ha ... Sejak saat itu jika bertemu denganku, beliau pasti mengingatkan agar aku berhati-hati saat menerima telepon. Jadi kangen dengan beliau, semoga sehat selalu, Bapak mantan dekan! Amin.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun