Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Silent of Love (Part 12)

17 Agustus 2024   13:33 Diperbarui: 17 Agustus 2024   13:58 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 10
Geng Cewek

Di ruang BK

"Menurut kalian, apakah melecehkan, mengejek, menghina, atau lebih tepatnya mem-bully teman itu membahagiakan?" Bu Rini bertanya kepada keempat gadis yang membentuk geng.

Mendengar pertanyaan lantang dari dalam ruangan, Melani berdiri  mematung di depan pintu dengan raga bergetar. Tubuhnya lemas, kaki pun seolah tidak mau diajak melangkah. Tangannya terasa berkeringat dan dingin sekali.

"Ayo, jawab! Bukankah kalian tadi tertawa sinis saat melecehkan seorang temanmu? Mengapa di sini diam membisu?" seru Pak Hamid geram.

"Oo, ternyata kalian beraninya hanya dengan sesama teman, ya? Teman yang bisa kalian hardik, dan mungkin sekali ... bisa saja kalian palak dan target semaunya?" sindir Bu Rini.

"Mana nih ketua gengnya! Ngaku!" lanjut Pak Hamid.

Keempat gadis tersebut masih membisu. Menunduk sambil mempermainkan jemari tangan atau tisu.

"Kalau  boleh saya katakan jujur, meskipun kalian ini para gadis cantik dari kalangan keluarga berada, adab kalian sangat memalukan dan sekaligus memilukan. Mempermalukan institusi dan keluarga kalian sendiri, tentunya!"

Menunggu Lani yang dipanggil belum tiba di ruang BK, sekali lagi Pak Hamid memanggil lewat media intercom antarruang. Namun, dijawab oleh guru di kelas bahwa yang bersangkutan sudah dari beberapa menit lalu menuju ke ruang BK. Menyadari kemungkinan tidak berani masuk, Pak Hamid pun keluar dari ruangan.

Melihat Melani bersandar di dinding depan ruang, Pak Hamid segera menghampiri dan memegang tangannya.

"Kamu tidak perlu takut. Kami justru hendak melindungi dan membantumu, Nak!" hibur lembut guru BK yang sangat disegani ini.

Lani pun dihadirkan masuk ke ruangan BK. Sebelum diminta duduk, kepada keempat gadis yang tergolong dan dianggap 'nakal' serta 'bermasalah' tersebut, ditanyakan nama gadis yang mereka bully.

"Kalian tahu nama gadis ini siapa?" tanya lantang Pak Hamid.

Beberapa di antara mereka menjawab, "Lani."

"Nah, mengapa kalian sebut dengan nama yang lain? Kalau misalnya kalian kuganti nama Cikrak, Gareng, Comberan, Bakiak, mau?"

Serempak keempat gadis itu menggeleng.

"Nah, mengapa kalian bukan hanya mengganti nama, melainkan tega mengolok, menghina, mengejek, dan melepaskan kebencian dengan begitu rupa? Mengapa? Kalian manusia baik-baik, kan? Beradab, kan? Dididik dengan baik oleh kedua orang tua dan keluarga besar kalian yang kaya raya dan terhormat itu, kan?" lanjut Pak Hamid.

"Silakan duduk, Melani!" perintah Bu Rini dengan halus sambil menawarkan kursi di dekatnya.

"Sekarang saya tanya ke Melani, apakah kamu terima disebut dengan nama lain, Lani?"

Lani menggeleng sambil berujar, "Tidak terima, Bu!"

"Nah, kalian dengar baik-baik itu! Kalian masih bisa menghargai dan menghormati manusia lain, kan? Wahai, para gadis yang mengaku cantik?"

Keempat pesakitan masih tertunduk membisu.

"Tidak ada orang tua ataupun guru yang mengajar dan mendidik putra-putrinya menjadi pecundang  atau pem-bully! Tuhan, dalam semua agama, mengajarkan untuk saling mengasihi, menghormati, bahkan menyayangi antarumat. Semua umat diciptakan-Nya dengan baik, dengan kebijaksanaan mahasempurna. Maka, siapa pun yang menghina sesamanya, artinya ... menghina penciptanya! Jadi, kalau kalian menghina sesama dengan cara apa pun atau bagaimana pun, berarti kalian telah menghina Tuhan!" tutur Pak Hamid dengan berapi-api.

"Nah, kalian tahu akibatnya kalau menghina Tuhan, Nak?" lanjut Bu Rini.

"Kehancuran menanti kalian! Pasti itu! Kehancuran bisa terjadi di berbagai segi dan lini! Lalu, apakah kalian sadar dampak hebat dari kelakuan kalian sebagai pem-bully itu?" lanjut Pak Hamid.

Satu demi satu gadis-gadis tersebut mulai goyah. Tampak sikapnya mulai resah. Duduk pun bergerak-gerak seakan ingin pindah.

“Yang jelas, kami akan menghadirkan orang tua kalian. Konsekuensinya, mungkin kalian akan diberi peringatan. Jika tetap tidak berubah, sanksinya bisa saja dikeluarkan dari sekolah!” sambung Bu Rini tegas.

“Kalian kan tahu peraturan sekolah ini? Jelas-jelas tidak diizinkan membuat geng apalagi bertujuan untuk tindakan negatif semacam bullying. Itu tergolong kriminal, tahu! Kenapa kalian nekad, ha?” raut Pak Hamid tampak memerah.

"Apa yang kalian inginkan? Besok kalian harus datang bersama orang tua! Sementara, kami masih akan melacak lagi, siapa-siapa yang pernah atau sedang dalam target untuk kalian bully! Alangkah bagus kalau kalian sebutkan sekarang sebelum kami mengetahui jejak kalian dari orang lain!" sebut Pak Hamid mulai meradang.

"Kalau tidak, sekarang saja kita minta orang tua masing-masing menjemputnya di sekolah, Pak!" sambung Bu Rini.

"Benar! Kalau mereka tidak mau berterus terang dan menjelaskan detail ulahnya, baiklah akan kita kondisikan agar dijemput orang tua masing-masing!" Pak Hamid sepakat atas usulan Bu Rini.

Mendengar akan perihal pemanggilan kedua orang tua, tampaknya membuat mereka resah gelisah juga. Tak urung ciut juga nyalinya. Keempat gadis itu memang berasal dari keluarga berada, tetapi masing-masing dengan problem kekeluargaan. Dari keluarga pecah tepatnya. Anak-anak broken home yang mencari perhatian orang tua dengan ulah luar biasa.

"Maafkan kami, Pak! Kami mohon maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi!" pinta Mawar salah seorang anggota geng dengan mengiba.

"Perkara memaafkan, gampang! Ceritakan dulu hal-hal merugikan sesama siswa yang pernah kalian lakukan di sekolah ini!" sambut Bu Rini.

"Ini masih di awal semester kedua saja kalian sudah bikin ulah. Untung ketahuan. Andaikata saya tidak kontrol dan bertugas piket, entah apa yang akan kalian lakukan kepada Melani!"

Terjeda beberapa menit, kemudian terdengar menggelegar.

"Siapa lagi selain Melani yang telah kalian bully? Cepat jawab!" tegas Pak Hamid.

"Lan, saya minta maaf, ya! Saya berjanji tidak akan ikut geng Rasti lagi. Saya nyatakan bahwa saya keluar dari geng!" tutur Mawar.

"Saya juga minta maaf, Lan. Kata-kata dan ulah saya telah menyakitkan hatimu. Saya berjanji tidak mengulanginya. Seperti Mawar, saya pun menyesal ikut geng Rasti dan menyatakan keluar juga!" ujar Rahma.

"Hmmm ... Bapak minta apa yang telah diucapkan ini, silakan dituliskan di atas kertas bermeterai, diketahui serta ditandatangani pula oleh orang tua!" sebut Pak Hamid.

"Ya, Nak. Mungkin terkesan kami keras. Namun, inilah yang harus kami lakukan agar kalian menjadi manusia dengan masa depan yang dapat diandalkan. Manusia yang berperikemanusiaan dan bermental Pancasila!" sambung Bu Rini.

"Mawar dan Rahma sudah meminta maaf secara lisan, bagaimana dengan kalian berdua? Vidya dan Rasti? Bagaimana? Apakah kalian berdua masih bersikukuh dengan geng jahat yang telah kalian rintis?" Pak Hamid menatap netra kedua muridnya dengan tatap tajam.  
Setelah satu jam pelajaran, Melani dipersilakan kembali ke kelas. Keempat gadis yang bermasalah masih belum diizinkan kembali ke kelas. Masih ada agenda yang harus mereka ikuti sehubungan dengan kesalahannya. Padahal, mengenai bullying sejak awal masuk sudah dikemukakan dilarang dilakukan di sekolah. Karena itu, keempat pelaku bullying masih ditahan di ruang BK. Kalau perlu, hari itu juga kedua orang tua masing-masing siswa hendak dipanggil lewat panggilan kepala sekolah.

***  

Monggo Bapak, Ibu, Adik-adik ... bantu saya dengan memberikan kritik, saran, atau masukan agar tulisan ini layak dibukukan. Terima kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun