"Menurut saya yang utama dan pertama adalah dari hatimu sendiri, Bro. Keyakinanmu untuk sembuh itulah yang mengantarmu benar-benar sembuh. Bukankah ucapan adalah doa?  Kalau kita ucapkan, 'Aku pasti sembuh!' ... ya ucapan itulah yang memberikan kekuatan kepada kita dan iman kita! Tentu  saja Tuhan mendengar dan mengabulkan doa-doa kita! Senyampang kesembuhan kita hendak kita gunakan untuk kebaikan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain!"
"Iya juga, ya! Kalau kesembuhan dan kesehatan itu kita gunakan untuk kehancuran sesama, pasti Tuhan tidak akan berkenan!"
"Benar sekali. Hidup kita ini merupakan mozaik, bagian dari misi Tuhan, baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Maka, mari kita tidak berburuk sangka kepada Tuhan. Selama niat kita baik, untuk hidup lebih baik dengan menjauhi kejahatan, pasti umur kita akan ditambahkan dan dipanjangkannya!"
"Amin, Eda!"
"Kalau kamu terkena kanker hati, itu kata dokter! Artinya, hatimu yang harus banyak bersyukur dan bergembira. Dengan demikian, racun jahat berupa mungkin ... dendam, iri, dengki, dan sebangsanya yang merecoki dan mengotori itu ... mau tidak mau harus kamu buang sendiri. Orang lain tidak bisa melakukannya. Hanya kamu sendiri Mas yang bisa melakukannya. Maka, selidikilah siapa tahu masih ada toxid yang tinggal di dalam hatimu itu. Buanglah segera agar kesembuhan sempurna kamu dapatkan!"
"Baiklah, terima kasih atas nasihat Eda. Akan saya coba melihat isi hati dan membuang yang tidak sesuai kehendak-Nya! Bantulah saya di dalam doa, Eda!"
***
Â
Tetiba juragan muda Nu datang tergopoh-gopoh sambil mengelap keringat di pelipisnya.
"Ada berita bagus. Kamu bisa ikutan nggak Bro? Kuat nggak?" masih terengah-engah dia tidak sabar mengemukakan berita itu.
"Eh, apaan sih, Mas? Yang jelas dong. Berita bagus apa?" ujar sang istri menimpali.
"Hehehe ... iya, maaf, maaf!"
"Minum dulu, nih," ucap sang istri sambil menyodorkan gelas berisi air putih.