Mulai Merangkak BangkitÂ
Bertemu belum genap sehari sudah membuat Nu dan istrinya jatuh hati kepada kedua orang tua tersebut.
"Kalau boleh usul dan memohon, berkenanlah membersamai kami dahulu. Jangan keburu meninggalkan kami sebelum kami bisa berdiri tegak!" pinta Nu sambil menangkupkan kedua belah tangan.
"Kami masih sangat membutuhkan bimbingan lahir batin dari Paman," lanjutnya.
"Emm ... saya akan memberikan waktu paling lama tiga bulan! Kalian sudah harus bisa berdiri tegak!"
"Baiklah. Saya siap, Paman! Bekerja sama dengan Mas Suyud pasti akan berdampak positif. Begitu kan, Mas?" Nu menyanggupi dengan tegas sambil menoleh ke arah saudara barunya itu.
"Siap, Ito!" jawab Suyud pun tak kalah tegas. "Terima kasih atas bantuan Ito!"
"Lega rasanya melihat kalian ... tenaga muda yang bisa kami andalkan untuk masa depan kebun cokelat warisan Mbah Buyut ini. Biarlah Simbah di alam sana tersenyum bahagia melihat keterlibatan kalian mengembangkan asset yang sudah diawali kerja keras para leluhur ini."
"Iya Paman. Kebetulan Ito Nugro ini insinyur pertanian yang pernah bekerja di kebun kelapa sawit. Begitu, kan Ito?" tengok Suyud ke arah Nu.
"Iya, dua belas tahun saya berkutat dengan kelapa sawit hingga menemukan belahan jiwa," senyum pun mengembang di bibir Nu melirik istrinya.
"Nah, syukurlah. Pas banget pengaturan Allah yang mempertemukan kalian berdua sebagai ... harapan saya ... pionir di kebun cokelat kita ini, amin," sambut Paman bangga.